41 ; All They Say

124 19 0
                                    


"Waktu itu aku tahu, banyak banget yang sayang sama kamu. Termasuk aku."

ㅡLevian Danu Gunadharma

ㅡLevian Danu Gunadharma

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.





































"Kok bisa bareng sama Bu Sumilah tadi?" Nino bertanya kala Danu baru saja kembali.

"Iya, tadi ketemu di warung depan. Cucunya baru dateng katanya," jawab Danu selagi meletakkan payung di sisi teras dan mengambil duduk untuk segera menyusul Mas Surya dan Nino yang sudah lebih dulu melahap makanannya.

"Owalah, si Septa pulang toh."

Tidak ada sahutan atas ucapan Mas Surya. Gelap lantas terus merangkak. Namun, embusan dingin sang bayu agaknya tak cukup untuk membuat tiga orang di teras itu menggigil. Bahkan kepulan uap panas dari secangkir kopi kini menemani cengkrama di pelataran itu.

Bincang soal Semarang, dan lagi topik Nina dan Nino waktu kecil yang suka sekali berebut biskuit susu kenamaan pada masa itu membuat Danu terkekeh gemas membayangkan gadis itu menangis kalau kalah dari Nino.

"Nina itu ceria banget anaknya. Tapi kadang suka rese juga. Tapi ya yang namanya anak bontot, cewek lagi, senyebelin apapun pasti tetep aja gue sayang. Makanya gue kesel kalo ada yang jahat sama Nina." Memang benar apa kata orang, adik-kakak yang kelihatannya selalu bertengkar, kadang bisa jadi yang paling peduli. Buktinya Nino bilang begitu sekarang.

"Cah'e saiki beda, jarang senyum kalo di rumah. Kalo ketemu orang juga lebih banyak nunduk," lanjut Mas Surya kemudian.

Danu tahu, ada luka dalam setiap kata yang terlontar. Ada hati yang berusaha keras merengkuh jiwa yang rapuh. Jiwa yang mengeraskan diri, mengasingkan diri dari dunia. Ada hati yang berusaha keras membawa keluar jiwa itu sambil berteriak, Nin, kita masih sayang sama kamu!

Danu jadi ingat, tidak ada tatapan hangat dari penduduk sekitar sejak kala pertama ia sampai di sini. Semua mata itu menatap Danu tajam seolah ingin mencakar wajahnya. Ditambah lagi, kasak-kusuk seperti, Oh, ini toh yang namanya Levi! yang tidak Danu pahami sama sekali penyebabnya.

Sebenarnya kenapa? Ada apa? Apa yang salah?

"Sebenernya ada apa sih, Mas? Saya nggak paham asli kenapa orang-orang kalo liatin saya kayak segitunya banget." Baiklah, Danu lelah menerka sendiri. Agaknya, sudah waktunya Danu tahu perkara apa yang sebenarnya tengah diperanginya.

"Awalnya itu baik-baik aja pas Nina baru pertama kali berangkat ke Jakarta. Itu dia masih pacaran sama Danu, tapi lama-lama kok berantem terus. Nah, dari situ, mulai macem-macem," jelas Mas Surya.

"Macem-macem apanya, Mas?"

"Omongan orang. Yang katanya kebawa pergaulan nggak bener lah, suka pulang malem lah, main ke club lah. Apalagi pas Kanina pulang, kok ya pas kuwi bocah'e bar semiran rambutnya. Wah, omongan tetangga langsung A, B, C, D. Malah makin yakin kalo Kanina nggak bener, cuma gara-gara warnai rambut. Padahal iik, artis kuwi kabeh yo semiran. Masyarakat iki pancen nggak ngerti sing namane modis kok." Ada nada kesal pada kalimat Nino. Laki-laki yang satu tahun lebih tua dari Danu itu bertukas dengan begitu menggebu.

(in)complete [COMPLETE][✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang