"Asli, waktu itu rasanya susah banget nahan buat nggak nonjok orang itu."ㅡLevian Danu Gunadharma
Rasanya Danu masih bisa mencium aroma musim semi yang sedari tadi menempel di sisinya. Aroma parfum yang mungkin akan begitu dirindukannya, atau sederhananya Danu sebut saja aroma Kanina.
Laki-laki itu tersenyum samar kala terduduk diam di halte merah di depan Stasiun Tawang. Mendengar deru benturan roda besi dengan relnya membuat Danu berucap sendiri, "Semoga selamat sampai tujuan." tanpa peduli gadis itu bisa mendengar atau tidak.
Setidaknya harap itu ia layangkan pada angkasa, siapa tahu sang bayu akan sudi menyampaikannya lewat deruan untuk penumpang di gerbong nomor lima itu.
"Oh, jadi kamu toh sing namanya Levi-Levi kuwi?"
Danu tahu, ini tempat umum, Danu juga tahu, kalau ia tidak sendiri. Tapi, demi apapun Danu tidak tahu kalau ia tengah duduk sebelah-menyebelah dengan seorang lain yang bernama Danu.
Laki-laki itu mengerjap, otaknya mendadak beku. Butuh waktu beberapa detik untuk kemudian Danu memahami situasinya, untuk kemudian Danu mengenali bahwa laki-laki di hadapannya saat ini adalah Danu Aryadana, mantan kekasih Kanina Mila Jihantara.
Sial, Danu harus apa sekarang? Kalau boleh jujur, Danu memang ingin tahu dan ingin bertemu dengan Danu Aryadana, Danu cukup penasaran, laki-laki yang bisanya melukai Kanina itu seperti apa bentuknya. Tapi Danu tidak menyangka kalau harus bertemu dengan cara yang seperti ini.
Kalau sudah begini harus bagaimana? Apa Danu harus tonjok-menonjok dengan laki-laki itu? Atau memberikan diri diserang tanpa perlawanan?
Sementara di sisinya, Danu Aryadana mendecih sinis, "Yang cewek sama yang cowok sama aja, sama-sama gampangan."
Nah! Kalau sudah begini, Danu tidak bisa diam saja. Dadanya panas, kepalanya mendidih. Kalau dirinya yang dicacat, ia masih bisa menahan, tapi kalau Kanina, "Bukannya lo yang lebih gampang? Gampang pindah hati sama temen cewek lo sendiri?"
"Bangsat! Maksudmu apa?" Gerakannya cepat, cukup cepat hingga Danu tidak menyadari laki-laki itu kini sudah menariknya berdiri selagi mencengkram kerah kausnya.
Danu lantas menyeringai, "Gampang banget buat menilai orang seenak isi kepala lo yang tumpul itu cuma berdasarkan mata yang buta sama telinga lo yang tuli!"
"Wong iki emang ya! Jangan sok tau!" Cengkraman itu mengerat. Jujur saja, rasanya sudah hampir tercekik kalau Danu tidak cepat menampik tangan laki-laki itu.
"Please, it's true bro! Bukannya lo lebih gampang dengerin orang lain daripada cewek lo sendiri?"
"Kalo bukan gara-gara sampeyan, Kanina mesti masih sama saya!"
KAMU SEDANG MEMBACA
(in)complete [COMPLETE][✓]
BeletrieKadang, sebuah cerita sengaja ditulis tanpa memiliki akhir. Cerita yang sengaja dibiarkan menggantung, terbang, melayang, dan hinggap, lalu kembali menggelayut di tepian hati. Seperti kisah kita. Kisah tentang aku dan kamu. Kisah yang belum berakhir...