Inducing Labor.
"Your Highness."
Gwen yang tengah berdiri di balkon halaman belakang langsung menoleh, ia menyapa balik kakaknya sambil tersenyum. Henry tampak lebih rapih dari sebelumnya. Alaric meminjamkan beberapa pakaiannya pada Henry, dan meski ukurannya agak terlalu besar, tetapi tidak mengurangi pesona lelaki itu. Rambutnya juga tidak tampak kusut, luka bakar yang terlihat di sisi lehernya memberi kesan tangguh tapi tidak menakutkan.
"Tidurmu nyenyak?" tanya Gwen cepat.
"The best I have ever had in the last few months."
"Sudah sarapan?"
"Sudah Yang Mulia, terima kasih." Jawab Henry sambil tersenyum lebar, menekankan kalimatnya pada panggilan baru Gwen.
"Henry, jangan menggodaku begitu." Balas Gwen malu - malu.
"Tapi kau memang seorang Ratu Guinevere." Henry mengangkat lengannya, Gwen menyambutnya dengan menggamit lengan kakak tirinya itu, lalu keduanya menuruni tangga, "Mewakili keluargaku yang lain, aku ingin meminta maaf. Aku sudah lama ingin meminta maaf padamu, hanya saja aku merasa kita tak terlalu dekat dan aku bingung harus memulainya dari mana."
"Kenapa kau meminta maaf Henry?"
"Karena kau tidak pernah diperlakukan dengan adil di rumahmu sendiri Gwen."
Gwen tertawa kecil, berusaha bersikap sewajarnya meski ia merasa kalimat Henry ada benarnya. "Itu sudah lama sekali Henry."
"Aku ingin kau tau, bahwa tak satupun dariku, Norman atau Roberts menganggapmu berbeda, bahkan William senang menghabiskan waktu denganmu. Hanya saja permasalahannya agak rumit karena ibuku sangat cemburu padamu."
Gwen seketika teringat kembali pada ibu tirinya saat Henry menyebut Sang Ratu, tapi sesuatu lebih menarik perhatiannya. "Ahh ya, bagaimana kabar Ratu Mathilde? Tunggu, Ratu cemburu padaku?"
Keduanya lalu duduk di kursi di dekat area latihan para Ksatria. Memandangi para ksatria muda yang mungkin akan ikut berperang untuk pertama kalinya.
"Ya, meski Ratu berhasil memberikan tiga anak laki - laki, Ayah sebenarnya selalu ingin anak perempuan."
Gwen mendengarkan dengan seksama, di dalam kepalanya terlintas wajah sang Ayah dengan keriput di ujung matanya. Atau rambut berwarna coklat terangnya.
"Aku sangat ingat detik - detik kelahiranmu. Ia menunggumu di kamar bersalin dengan wajah kalut, bersiap dengan kain di tangannya. Seakan ia sudah sangat tidak sabar untuk menyentuhmu."
Gwen tersenyum mendengar cerita Henry.
"Saat kau lahir, beritanya langsung tersiar ke penjuru kastil. William akhirnya mendapatkan anak perempuan. Awalnya Ibu merasa biasa saja, tapi Ayah sering menghabiskan banyak waktu di kamarmu sejak kau lahir. Aku sering sekali diajak untuk menemuimu, mengajakmu bermain seakan kau boneka kecil, membuat suara - suara aneh. Terlihat jelas ia sangat senang akhirnya memiliki seorang anak perempuan."
Gwen tersenyum lebar, kali ini tidak dibuat - buat.
"Aku harap kau mengerti dengan keadaannya dan tidak membenci kami."
"Tentu tidak Henry, aku tidak membenci kalian. Aku tidak punya alasan untuk membenci kalian." Gwen lalu menatap lekat - lekat wajah Henry yang terlihat semakin mirip dengan Ayah mereka.
"Kau memang berhati emas." Henry menarik nafas lalu beralih menatap ke arah Alaric yang tengah berteriak - teriak kepada para Ksatria di tengah lapangan, "Entah bagaimana kau bisa berakhir menikahi lelaki berkepala panas itu. Aku bersumpah, aku tak pernah bertemu orang yang mudah sekali marah seperti Alaric."
KAMU SEDANG MEMBACA
Yours, Truly.
Ficção Histórica[21+] "Terima kasih sudah datang menyelamatkanku..." Ujar Gwen sambil perlahan menengadahkan wajahnya dan menatap wajah Alaric. Aku siap menebas leher siapapun yang berani mengikatmu seperti tadi, Gwen. Ujar Alaric dalam diam. ...