The Truth.
Alaric memacu kudanya dengan cepat, segera setelah urusannya selesai ia langsung kembali ke istana. Selain karena ia memiliki banyak dokumen untuk ditandatangai, ia juga sudah sangat merindukan istrinya.
Semalam, setelah percintaan keduanya yang panjang, alaric akhirnya meminta maaf. Begitu juga dengan Gwen yang akhrnya menumpahkan perasaannya pada alaric untuk pertama kali, semuanya. Termasuk rencana untuk kabur sesaat setelah pernikahan mereka.
Semuanya semakin jelas untuk Alaric. Memaafkan pembunuh keluarganya memang sulit, tapi itulah jalan terbaik untuk semuanya.
Sesampainya Alaric di jalaman istana, perhatiannya langsung tertuju pada 2 ekor Kuda yang diikat di pohon dekat pintu istana.
"Kuda milik siapa itu?" Tanya Alaric sambil menyerahkan tali kekang kudanya pada penjaga yang mendekatinya
"Günther dan kerabat Yang Mulia Ratu, Yang Mulia."
"Kerabat?"
"Benar Yang Mulia, Ratu Gwen tampak menangis tersedu saat bertemu."
"Kemana mereka?"
"Mereka berada di ruang jamuan minum teh."
Alaric dengan cepat berlari menuju ruang perjamuan yang berada di sayap kanan istana, di lantai 2. Dari tangga ia bisa mendengar suara tangis Gwen, ia tersedu sambil mengucapkan sesuatu, tapi Alaric tak bisa menangkap kalimat yang diucapkan Gwen. Alaric langsung mendorong pintu dan melihat Gwen tengah memeluk seorang laki - laki.
"Gwen, kau baik - baik saja?"
Gwen cepat - cepat menyeka air matanya dan menjauh dari kakaknya, ia mengangguk pelan. "Alaric, ini kakak tertuaku. Henry."
Alaric mengambil langkah pelan, mengangkat wajahnya dan membusungkan dadanya. "Oh..." Ujarnya singkat, "Apa yang ia lakukan disini?" Tanya Alaric dingin.
"Meluruskan keadaan." Balas Henry cepat, seakan tau apa yang berkelebat di dalam kepala lawan bicaranya.
Dari belakang tubuh Alaric, Ame muncul sambil membawa nampan berisi air minum, "Gwen, tenanglah. Tarik nafas."
Gwen menerima gelas dari Amè dan meneguknya perlahan.
"Kau sebaiknya istirahat, Gwen." Ujar Amè. Sudah tau lebih dulu informasi yang dibawa oleh Henry. "Aku khawatir informasi yang diberikan kakakmu membuatmu stres."
Tapi Gwen langsung menggelengkan kepalanya, matanya menatap Alaric, "Tidak, aku tidak akan meninggalkan kalian berdua. Aku tidak mau kalian saling mengarahkan pedang pada satu sama lain."
"Gwen, istirahatlah."
Gwen dengan cepat menggelengkan kepalanya.
"Kau tidak percaya denganku?" Alaric menunjukkan seringai miringnya pada Gwen.
"Bukan begitu, aku-"
Sebelum Gwen sempat menyelesaikan kalimatnya, Alaric sudah mengangkat tubuh istrinya dari lantai istana dan menggendongnya.
"Kau tidak memberikanku pilihan sayang." Tanpa ragu, Alaric membopong Gwen keluar ruangan, langsung menuju kamar mereka.
"Alaric, sebelum melakukan apapun, aku mohon dengarkan dulu penjelasan Henry."
Alaric mengangguk dan terus membopong Gwen sampai kamarnya.
"Istirahatlah, aku tidak akan melakukan sesuatu yang mencelakakan kakakmu."

KAMU SEDANG MEMBACA
Yours, Truly.
Historical Fiction[21+] "Terima kasih sudah datang menyelamatkanku..." Ujar Gwen sambil perlahan menengadahkan wajahnya dan menatap wajah Alaric. Aku siap menebas leher siapapun yang berani mengikatmu seperti tadi, Gwen. Ujar Alaric dalam diam. ...