✒ [ Chapter 14 ]

6.5K 204 0
                                    

Maaf karna aku sudah ingkar janji.
-1505

Kini arsya sedang mengantar ardi, sarah, dan arsyan ke bandara, sedikit tidak ikhlas untuk di tinggal lama oleh mereka tspi apalah daya.

"Jaga diri baik-baik ya"

"Penthouse yang bakalan kamu tempatin udah bi idah beresin, kamu bisa panggil bi idah kalo kamu perlu dan itu juga berlaku sama pak arhan" jelas sarah.

"Siap mih pih"

Arsya menggendong arsyan terlebih dahulu yang dimana dari tadi ia menangis rewel.

"Botak jangan nakal ya, nanti nuna nyusul kamu ke amerika, kalo botak nakal ntar nuna buang botak ke amazon oke?"

Ikatan adik kakak memang melekat pada mereka berdua, buktinya arsyan yang tadinya rewel kembali tenang setelah berada di gendongan arsya.

"Kita berangkat ya sayang" pamit sarah.

Chup

"Dahh mamih papih arsyan"

"Hati-hati di rumah ya, jaga pola makan" ucap ardi.

Arsya membalas dengan anggukan saat kedua orang tua dan adiknya berjalan memasuki bandara.

"KABARIN AKU KALO UDAH SAMPE"

Arsya langsung pergi ke kampus di antar pak arhan, hari ini dia tidak mengendarai motor karena ia mengantarkan orang tuanya.

Sesampainya disana seperti biasa ia mendapati sambutan histeris dari kaum hawa yang melihat dirinya melintas.

Namun langkah arsya tertuju pada sebuah ruangan musik, tak ada orang satu pun disana, ia memasuki ruangan itu dan mendapatkan keinginannya, sunyi.

Langkahnya tertuju pada piano yang berada di pojok ruangan, piano itu menghadap ke jendela, membuat ia tersenyum karena merasa kenyamanan.

Ia duduk disana memainkan jari-jarinya menekan balok piano, ia memainkan sebuah lagu promise from exo, lagu kesukaannya.

Indah rasanya memainkan piano sendirian di ruangan sepi ini, hingga matanya tertuju ke lapangan bawah sana dimana banyak mahasiswa yang tengah bermain petasan.

Ia mengabaikan itu dan memilih menaruh tas nya di atas piano, kembali memainkan pianonya sampai sesuatu terjadi padanya.

Duarrr

Suara ledakan petasan itu begitu keras seolah ada di depan dirinya, arsya yang notaben nya takut dengan suara ledakan pun seketika terjatuh meringkuk menutup telinganya.

Duarrr

Terus begitu suara ledakan yang arsya dengar, tangannya terus bergetar dengan keringat dingin yang membasahi leher dan tangannya.

Ia beralih berdiri untuk mengambil tasnya dengan hati-hati, kakinya terasa lemas hanya untuk berdiri mengambil ransel di atas sana.

Duaarrr

"Aaahhkk" teriak arsya.

Ia menarik tasnya dan kembali berjongkok di bawah piano, dengan tangan yang gemetaran, arsya membuka resleting tasnya mencari sesuatu.

"Come on"

Duaarrr

Arsya tidak kuat mendengar ledakan di luar sana, ia takut dengan suara itu, dan ia membutuhkan obat, iya obat, ia butuh obat itu.

Arsya membalikan ranselnya sampai seisi ransel berhamburan, tangan yang gemetar mengambil sebuah benda putih kecil berbentuk tabung, disana obatnya berada.

"Lo bisa sa" ucapnya.

Ia mengambil obatnya dan membuka penutupnya terlebih dahulu, namun rasanya terlalu susah membuka penutup itu dengan tangan yang gemetar.

Duarrr

Saat penutup itu terbuka tak sengaja arsya melemparnya karena terkejut dengan suara ledakan di luar sana, berhamburanlah obatnya di lantai.

Tangannya meraih beberapa obat yang berserakan, bodo amat kalau obat itu tidak higenis lagi, yang arsya butuhkan adalah penenang.

Namun saat ia hendak mengambil beberapa obat yang berhamburan itu, ada tangan yang mencegahnya.

"Jangan, kotor" ucapnya.

Masih dengan tangan gemetar, arsya menatap sumber suara itu dimana arsya melihat rasyel yang bersimpuh di depannya.

Rasyel menarik arsya keluar dari sana, namun arsya menggeleng karena takut dengan suara itu.

"Udah gada" ucapnya.

Ia kembali menarik tangan arsya untuk keluar, setelah keluar dari sana arsya spontan memeluk tubuh rasyel karena masih merasa takut.

Rasyel membalas pelukan itu dengan mengelus punggung arsya, ia biarkan gadis tampan ini tenang dulu.

Beberapa menit lalu saat arsya memainkan piano tak sengaja rasyel melewati ruangan musik itu dan mendengarkan suara merdu itu dari luar.

Karena penasaran ia berniat mengintip dari balik jendela, ia melihat seseorang berambut mulet seperti pria tengah memainkan piano.

Ia tau siapa sosok itu, itu pasti arsya karena dari penampilannya yang di hapali sekali oleh rasyel.

"Tampan" gumamnya.

Duarrr

Mendengar ada ledakan petasan di pagi buta seperti ini, rasyel terkejut sampai ia terjongkok disana menutup telinganya.

"Kampret! Pagi begini maen petasan" ucapnya.

Setelah mengatur nafasnya rasyel kembali berdiri namun tak mendapati suara piano itu, ia kembali mengintip dan tak melihat keberadaan arsya.

Matanya mencari sosok perempuan tampan itu hingga kontak matanya tertuju ke bawah piano sana dimana arsya yang celimpungan ketakutan.

Karna ia berdiri jauh dari pintu masuk, rasyel sedikit berlari dengan suara ledakan di luar sana, hingga saat ia memasuki ruangan itu rasyel melihat arsya yang tengah memungut obat yang berserakan di lantai.

Masih dalam keadaan berpelukan, arsya semakin mempererat pelukan itu seolah nyaman hingga wajahnya ia sembunyikan di ceruk leher rasyel, menghirup wangi tubuh perempuan ini.

"Eeungh sya jang-aah gitu geli" ucapnya.

Bagaimana tidak geli, bibir arsya berada di lehernya seolah akan mencumbunya, meskipun memang tidak mencumbunya, tapi deru nafasnya membuat ia geli mendesah karena merinding.

-
-
-
-
-

Vote nya jangan lupa reader kiyowokk

Makasih buat reader kiyowok yang udah mampir di cerita ini, sehat selalu klen ya

RASYA GxG [ TAMAT🏳️ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang