✒ [ Chapter 34 ]

2.2K 101 0
                                    

Kita melupakan sesuatu, yang kita butuhkan bukan hanya restu orang tua melainkan restu semesta, bahkan restu tuhan.
-1505

Arsya dan keluarga besarnya sudah berada di pemakaman di batu nisan yang bertuliskan ardi gandra bin andri wijaya & sarah sri wigandi binti agas wigandi.

Arsya menaburkan bunga di atas makam kedua orang tuanya, air matanya sudah kering, telinganya sudah kebas, tangisan keluarganya hanya remang-remang di pikiran arsya, matanya pun sudah sembab kelelahan menangis, arsya berdiri melihat adik kecilnya yang terus menangis.

"Bagaimana dengan arsyan? dia masih kecil mih, pih" batin arsya.

Arsya menggendong tubuh kecil adiknya yang baru menginjak 4 bulan, memeluk erat tubuh arsyan di depan makam kedua orang tuanya.

"Biar arsyan aku yang gendong" ucap rasyel

Ia mengambil alih arsyan untuk ia gendong, bayi kecil itu terus tertidur kelelahan karena terus menangis.

"Bahkan mereka tidak mengatakan perpisahan terlebih dahulu syel"

Tangan kanan rasyel menggenggam tangan arsya, melihat ke sekeliling yang begitu ramai mengantar kepergian sarah dan ardi.

Para awak media mengelilingi semua pemakaman, menyaksikan teriakan, tangisan keluarga yang di tinggalkan oleh ardi dan sarah.

Hingga acara pemakaman sudah selesai mengantarkan dua jenazah itu di rumah barunya, para ajudan memperketat penjagaannya dari awak media yang terus melontarkan banyak pertanyaan kepada arsya.

Semua sudah usai, arsya dan keluarganya sudah ada di rumah megah yang di datangi banyak kerabat, tetangga, dan pebisnis lainnya, namun bagi arsya tetap saja sepi, tidak ada kedua orang tuanya.

"Istirahat sayang" ucap wida.

"Kenapa mamih papih gak pamit?"

"Sudahlah sya, ikhlaskan kepergian mereka, mereka sudah tenang disana"

"Tapi bagaimana dengan arsyan? dia masih butuh sosok mamih dan papih, nek"

"Mulai sekarang arsyan hanya punya kita, kita yang akan gantikan sosok kedua orang tua mu itu"

Arsya terus menatap foto pernikahan kedua orang tuanya yang terpampang jelas di dinding.

"Istirahat, ini sudah malam, masih banyak hari yang harus kamu lewati"

Wida benar, masih banyak hari yang harus ia lewati, ia mengangguk dan berjalan menuju kamarnya, disana ia melihat rasyel yang tengah duduk di ranjang menggendong adiknya.

"Apa kamu lapar? kamu belum makan dari pagi"

Arsya menjawabnya dengan gelengan kepala, ia berjalan duduk di sofa yang menghadap ke jendela luar.

Rasyel menidurkan arsyan di ranjang, menyelimutinya dengan hangat, mencium kening bayi kecil di hadapannya.

Kini matanya tertuju pada arsya, ia tersenyum menghela nafas dan menghampiri kekasihnya itu.

"Aku capek" lirih arsya.

Arsya menyenderkan kepalanya di bahu rasyel saat gadis itu duduk di sampingnya.

"Istirahat, kamu sudah banyak mengeluarkan tenaga hari ini"

Rasyel mengelus pipi arsya, ia bisa merasakan lelahnya arsya dari deru nafasnya yang berat.

"Jangan tinggalin aku"

Arsya menggenggam tangan rasyel yang sedang mengelus pipinya, ia alihkan tangan itu untuk ia kecup.

"Aku gak bakalan ninggalin kamu"

Hingga bermenit-menit berlalu, arsya sedang duduk di balkon kamarnya, menatap sekeliling rumah yang ramai oleh keluarganya bahkan masih ada awak media.

Arsya memandangi adiknya yang tertidur lelap di pangkuannya, ia meronggoh ponsel yang menampilkan berita kematian orang tuanya, bahkan berita tentang dirinya setelah 5 tahun tidak terlihat media.

Semenjak kejadian pembunuhan kakeknya, arsya merubah penampilannya menjadi pria, bahkan ia meminta keluarganya untuk merahasiakan identitasnya.

Selama 5 tahun itu pula arsya hidup di luar dengan nama arsya tanpa marga ardigandra, traumanya sudah menyelimuti hidupnya.

Kini media sudah kembali menampakan sosok arsya ardigandra bahkan arsyan putra ardigandra pun sudah mereka publiskan.

Hidup arsya kembali seperti dulu, hidup dengan media yang terus membuntuti langkahnya.

"Makan dulu, aku udah masak makanan kesukaan kamu" ucap rasyel yang tiba-tiba datang membawa nampan yang di atasnya ada mangkuk berisikan sayur sop sapi dan buah-buahan.

"Aku gak laper syel"

"Kamu emang gak laper tapi lambung kamu harus di isi"

"Aku gak nafsu makan"

Rasyel menyimpan senampan makanan itu di meja, ia mengambil alih arsyan untuk di gendong oleh dirinya.

"Makan!!! Jangan ngebantah"

Tanpa melawan arsya mengambil semangkuk sayur kesukaannya, ia memakannya dengan perlahan sambil menikmati sejuk angin sore.

"Gimana enak gak?" tanya rasyel.

"Asin"

"Masa sih"

Tangan kanan rasyel mengambil sendok makan arsya untuk mencicipi sayurnya.

"Nggak iih"

"Becanda ay, makanan kamu enak kok terkecuali telor dadar waktu itu"

"Itu kan sengaja"

Arsya menyimpan mangkuknya di meja, meminum segelas air putih, ia menatap arsyan yang masih tertidur.

"Sekarang kamu cuman punya kakak syan"

"Dia punya kita" ucap rasyel.

Mata mereka saling beradu, saling menatap penuh perasaan, rasyel bisa melihat jika arsya masih tidak baik-baik saja.

Tangan kirinya mengelus pipi rasyel dengan lembut, hatinya selalu tenang dengan hanya menatap wajah teduh rasyel.

"Jangan pergi syel"

"Itu gak bakalan terjadi"

"Kalo kamu capek sama hubungan kita ini, bicara langsung sama aku, biar aku yang melepas kamu"

"Aku akan bertahan"

Arsya memeluk rasyel, kepalanya ia sandarkan di bahu rasyel, tangan kanannya terus bermain dengan tangan kecil arsyan.

"Jika semesta tidak mengijinkan kita bersama, biarkan aku membuat kenangan dengannya, setidaknya biarkan dia yang pergi dengan kehidupan layaknya dan biarkan aku yang terluka, jangan membuat dia terluka lagi" batin arsya.

"Keinginan ku hanya memiliki dia, tapi aku sudah cukup egois untuk menentang tuhan ku, biarkan semua ini berjalan semestinya, jika harus karam di persimpangan maka hancurkan saja aku"

Sore yang sejuk namun hati arsya sedang bergemuruh riuh seperti isi kepalanya, ia beruntung di pertemukan dengan rasyel yang bisa memahami dirinya, menemani dirinya saat ia ada di titik lelah dalam hidup.

RASYA GxG [ TAMAT🏳️ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang