Dilema

11 1 0
                                    

Cinta terlihat menyendiri di ruang teater sekolah, dia memandangi sebuah piano yang biasa dimainkan oleh Fadlan saat pagi-pagi sebelum murid-murid sekolah yang lain datang. Cinta mengingat saat Fadlan memainkan piano untuknya, lalu dia pun mencoba memainkan piano itu, dia mencoba memainkan nada yang sama seperti yang Fadlan mainkan.

"Aku bahkan sampai hafal nada ini, karna sering melihat Fadlan memainkannya." batin Cinta, dia pun memandangi dirinya di cermin yang ada di ruangan teater itu.

"Aku memakai jilbab pun karna Fadlan." batinnya lagi, Cinta lalu terduduk mencoba menarik nafasnya dalam-dalam lalu menghembuskannya lagi, dia memejamkan matanya.

"Fadlan selama ini selalu memberikan yang terbaik, dan aku sebenarnya percaya dengan Fadlan, dia tidak mungkin menjadi pengedar narkoba, tetapi semua bukti telah mengarah padanya. Hhh Fadlan, kenapa kamu membuat hatiku menjadi dilema seperti ini." kata Cinta pelan.

Lalu tiba-tiba handphonenya berdering, dia pun melihat pesan masuk di handphonenya, awalnya Cinta nampak malas membaca pesan-pesan yang masuk, karna biasanya itu dari Ardi, namun ketika dia melihat nama yang ada di layar handphonenya, Cinta langsung tersentak.

"Fadlan" ucapnya pelan, Cinta pun lalu membaca pesan singkat namun cukup membuatnya terkejut.

"Aku tunggu kamu di parkiran!"
Itulah bunyi pesan itu, Cinta pun sempat tak percaya namun akhirnya dia berlari meninggalkan ruang teater menuju ke tempat parkir, sesampainya disana dia tidak melihat siapapun, dia hanya melihat motornya Fadlan sedang terparkir disana.

"Fadlan....." panggil Cinta, namun tidak ada respon, Cinta terlihat bingung.

"Apa aku hanya berhalusinasi?" kata Cinta, namun dia melihat pesan masuk itu lagi.

"Nggak, ini bukan halusinasi, kalau memang bukan Fadlan yang mengirim pesan ini, lalu siapa?" tanya Cinta pelan.

"Kak Cinta."
Terdengar suara dari belakangnya, Cinta pun berbalik ke arah suara itu.

"Fania, kamu?"

Fania pun lalu mendekati Cinta, dengan wajah yang sedikit sedih.

"Ya ini aku, Kak."

"Kamu yang kirim pesan ini pake handphonenya Fadlan?" tanya Cinta, Fania mengangguk.

"Kenapa kamu tahu aku ada disini?" tanya Cinta lagi.

"Aku tahu kalau kak Cinta pasti datang pagi-pagi ke sekolah, sebelum yang lainnya datang, sebab kak Fadlan pernah cerita tentang ini ke aku."

"Ada apa kamu menyuruhku kesini, Fania?"

"Ini tentang kak Fadlan, Kak."

"Kamu mau ngomong apa tentang dia?"

Fania sedikit sedih melihat Cinta yang seperti tak perduli dengan Fadlan, padahal Fania yakin kalau sebenarnya Cinta percaya dengan kakaknya Fadlan.

"Apa kak Cinta benci dengan kak Fadlan?" tanya Fania, namun Cinta hanya diam.

"Aku mau ke kelas dulu." jawab Cinta, namun Fania langsung menahan tangannya ketika Cinta pergi.

"Melihat sikap kakak yang seperti ini, aku yakin kalau kak Cinta sebenarnya percaya kalau kak Fadlan itu gak bersalah, hanya saja kak Cinta bimbang sebab semua bukti mengarah kepada kak Fadlan." kata Fania, Cinta menatap Fania sebentar namun dia tidak dapat berkata apa-apa.

"Kak, kamu harus percaya kalau kak Fadlan itu gak bersalah, dan kak Fadlan itu hanyalah difitnah."

"Bagaimaa kamu bisa bicara seperti itu, Fan, kalau memang ada orang yang mau memfitnah Fadlan, siapa orang itu dan apa tujuannya memfitnah Fadlan."

About Fadlan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang