Bab 1

6.8K 393 92
                                    

"Cepatan woi! Gue lapar!"

Prilly menoleh menatap adik tirinya yang sedang memukuli meja makan. "Sebentar!" Prilly mulai lelah dengan kehidupan yang dia jalani.

Bertahun-tahun ia menghabiskan waktunya dalam penderitaan sejak Ibunya meninggal dunia. Prilly kehilangan Ibunya sejak berumur 10 tahun dan sejak itu pula ia kehilangan semuanya termasuk kasih sayang dari Ayahnya.

Ayahnya Sapto merupakan seorang mandor yang pendapatannya lumayan namun sayangnya semua pendapatan sang Ayah di kelola oleh sang Ibu tiri Lisa.

Prilly harus pontang-panting bekerja demi mendapatkan uang untuk membiayai hidupnya. Ia perlu uang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya karena sudah sejak lama Ibu tirinya tidak lagi memberikannya uang.

Semua perhatian dan kasih sayang hanya tertuju pada Amel.

"Eh babu lo bisa cepatan nggak sih? Gue lapar!" Teriak Amel dari arah ruang makan namun suaranya yang keras mampu menembus telinga Prilly yang sedang menyiapkan makan siang untuk sang Adik tiri yang sejak kecil sudah bertingkah layaknya Ratu yang serba harus dilayani.

Prilly memilih diam membawa nampan berisi beberapa macam makanan hasil olahan tangannya untuk sang adik tiri.

"Bego masak aja lama banget!" Maki Amel Yang membuat Prilly menghela nafasnya.

Ia sedang tidak ingin bertengkar lebih baik ia diam saja karena ujung-ujungnya nanti ia juga yang akan disalahkan. Ayahnya akan mati-matian membela sang putri tiri dengan menindas putri kandungnya sendiri.

Setelah meletakkan semua makanan yang ia olah dengan tangannya sendiri di atas meja Prilly berbalik menuju kamarnya, ia harus bersiap-siap untuk bekerja. Prilly bekerja disalah satu supermarket yang letaknya lumayan jauh dari rumahnya.

Tapi di sana Prilly menemukan kebahagiaan bersama Laura sahabat karibnya. Mereka sama-sama melamar pekerjaan di sana sebenarnya hanya Prilly yang membutuhkan pekerjaan sedangkan Laura hanya ingin menghabiskan waktunya saja di sana hitung-hitung menemani Prilly katanya.

Dua puluh menit kemudian Prilly sudah siap dengan stelan kerjanya ia hanya mengenakan rajut tipis diatasnya untuk menutupi pakaian kerjanya.

Amel melirik sinis sang Kakak tiri yang harus pontang-panting bekerja sedangkan dirinya hanya perlu membuka mulutnya lalu apa yang ia inginkan akan segera tiba dihadapannya.

Amel memang seberuntung itu.

"Lo tahu sebentar lagi gue bakalan ikut tes."

Langkah Prilly terhenti, ia memang tahu jika Amel menginginkan gelar Dokter tersemat didepan namanya namun sayangnya orang tua mereka tidak mungkin mampu menyekolahkan Amel di perguruan tinggi khusus kedokteran seperti yang diinginkan oleh Amel.

Prilly bahkan harus rela mengorbankan cita-citanya demi Amel dan semua itu atas permintaan sang Ayah. Prilly merasa miris sendiri dengan perlakuan Ayahnya yang begitu timpang dalam memperlakukan  dirinya dan Amel.

"Oh ya selamat." kata Prilly cuek sambil mengikat tali sepatunya.

Amel terlihat mengepalkan kedua tangannya ketika melihat respon dingin dari saudara tirinya itu.

"Sialan!" Makinya yang sama sekali tidak dihiraukan oleh Prilly.

"Gue berangkat." Kata Prilly sebelum benar-benar keluar dari rumah yang selama ini justru terasa seperti neraka untuk Prilly.

Prilly tidak lagi memiliki rumah untuk ia berpulang.

Senyum mirisnya seketika terbit saat mengingat bagaimana kehidupan yang ia jalani sekarang. Seharusnya tahun ini ia sudah melewati 4 semester kuliahnya namun sayangnya ia harus menelan pil pahit ketika ia dinyatakan lulus disalah satu perguruan tinggi namun Ayahnya justru melarang dirinya melanjutkan pendidikan alasannya karena Ayahnya hanya ingin fokus pada Amel yang sudah tahun kedua melakukan tes tapi tetap saja tidak lolos.

Manisnya LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang