Bab 33

2.7K 375 75
                                    


Ali kembali ke kamarnya setelah membereskan beberapa berkas yang diletakkan di atas meja kerjanya. Ibunya memang mengambil alih perusahaan sementara waktu namun kedudukan tertinggi di perusahaan itu tetap ada di tangan Ali selaku putra pertama Sadewa.

Abimanyu hanya turut serta membantu karena kasihan melihat Ibunya bekerja sendirian padahal sebelum-sebelumnya ia lebih fokus pada perusahaan otomotif yang ia bangun bersama teman-temannya.

Julia tidak pernah memaksa anak-anaknya untuk berprofesi seperti apa, ia membebaskan anak-anak menjalani hidupnya di bidang kesukaan mereka masing-masing terlebih setelah Ali bersedia mengambil alih perusahaan setelah ditinggal pergi oleh Ayah mereka.

Ali menekan tombol kursi rodanya dan berhenti di sudut kamar lalu kembali laki-laki tampan itu menurunkan kedua kakinya lalu berdiri secara perlahan meninggalkan kursi rodanya.

Ali masih merasakan sakit yang lumayan menyengat di kedua kakinya namun pria itu tetap berusaha untuk berjalan. Ali harus terbiasa dengan rasa sakitnya supaya ia bisa lebih cepat sembuh dan berjalan normal kembali.

Ali tidak tahu kenapa semenjak kehadiran Prilly di hidupnya ia mulai termotivasi untuk sembuh entah karena memang sudah waktunya atau karena taruhan mereka.

Ali akan mendapatkan haknya jika ia benar-benar bisa berjalan seperti sedia kala itu kata istrinya dan Ali sedang mengusahakan hal itu.

Ali melangkah secara perlahan menuju ranjang dimana istrinya sedang terlelap. Ali mulai tersenyum lega saat dirinya berhasil mencapai pinggiran ranjang dengan mulus meskipun langkahnya begitu pelan. Setidaknya Ali sudah berusaha.

Kini laki-laki berparas tampan itu mulai memfokuskan tatapannya pada gadis manis yang sedang terlelap dengan mulutnya sedikit terbuka. "Nggak elit banget tidurnya kamu." Kata Ali sambil menekan dagu Prilly supaya mulut gadis itu terkatup.

Ali terkekeh pelan saat melihat mulut istrinya kembali terbuka saat ia menjauhkan tangannya dari dagu kecil itu.

Ali menatap intens wanita yang sudah resmi menyandang nama belakangnya ini, wanita yang akan menemani dirinya sampai akhir nanti. Ali memang pernah berkata dengan angkuhnya jika dirinya akan menjadikan pernikahan ini sebagai neraka untuk istrinya namun setelah melihat bagaimana istrinya ditindas oleh keluarganya sendiri entah kenapa Ali merasa iba bahkan ia mulai menyesali perkataannya itu.

"Kamu pasti memiliki ilmu sihir sampai-sampai saya bisa secepat ini merasa nyaman dekat dengan kamu." Ucap Ali lirih sambil mengusap lembut pipi kenyal istrinya.

Prilly melenguh sebelum kembali terlelap dan mulutnya semakin terbuka lebar bahkan disudut bibirnya terlihat air liurnya yang mengumpul nyaris menetes.

Ali kembali memperdengarkan tawanya, tawa yang sangat langka karena tak sembarang orang bisa membuat laki-laki itu tertawa seperti ini.

Perlahan Ali merebahkan tubuhnya di samping istrinya dan secara perlahan pula ia gerakkan sedikit kepala Prilly supaya ia bisa menyelipkan lengannya sebagai bantalan Prilly.

Jika ada yang melihat bagaimana lembutnya Ali memperlakukan istrinya tidak akan ada yang percaya jika Ali adalah laki-laki yang sama dengan tempo hari ketika menghardik Prilly karena menolak perjodohan ini.

Senyum Ali semakin mengembang lebar saat tanpa sadar Prilly justru semakin merapatkan tubuhnya pada dada bidang Ali bahkan kini kepala gadis itu sudah bersandar nyaman di dada sang suami.

Perlahan Ali turut memejamkan matanya dan tak lama hanya deru nafas tenang keduanya yang terdengar. Ali dan Prilly terlelap dengan posisi saling berpelukan satu sama lain.

Ah, bahagianya...

***

Keenan kembali mendatangi kediaman keluarga Nyonya besarnya sesuai dengan perintah sang Tuan. Pria bertubuh tegap itu terlihat gagah ketika berjalan memasuki pekarangan rumah mungil dihadapannya dengan menentang sebuah koper besar.

Tok!

Tok!

"Siapa?!"

Keenan tak menghiraukan suara keras dari dalam rumah laki-laki itu terus mengetuk pintu yang semakin lama semakin brutal. Ia membayangkan jika yang ia ketuk sekarang adalah wajah pemuda bernama Lele yang bercanda tawa dengan Thalia sehingga membuat dadanya panas hingga mau meledak.

Tok!

Tok

Tuk!

"Aduh jidat gue!" Keenan menarik tangannya cepat saat kepalan tangannya bukan lagi mengetuk pintu melainkan jidat Adik tiri Prilly.

"LO APA-- nyari siapa ya Mas?" Amelia sontak merubah ekspresi wajahnya saat menyadari jika yang mengetuk brutal pintu rumahnya adalah laki-laki tampan. "Tunggu dulu kayaknya gue pernah liat lo deh."

"Saya Keenan asisten Nyonya Julia." Keenan memperkenalkan dirinya bukan karena apa-apa ia hanya ingin cepat menyelesaikan tugasnya lalu kembali ke apartemen miliknya dan mencari informasi tentang Lele sialan itu.

"Oh ya kamu cowok yang di tempelin terus sama cewek gila itu kan?" Kening Keenan tampak berkerut tanda tak mengerti maksud wanita muda dihadapannya ini.

"Itu loh wanita gila yang menyiram wajah cantikku dengan kuah kari." Jelas Amelia lagi dengan wajah kesalnya karena ia kembali mengingat bagaimana perih dan malunya ia malam itu.

Wajah Keenan yang sudah datar kini semakin datar dan tak terbaca sorot matanya tak lagi bersahabat menatap tajam Amelia yang tiba-tiba merasakan perubahan aura disekitarnya.

"Jangan berani-beraninya Anda menyebut gadisku gila karena sesungguhnya yang gila dan tidak tahu diri itu Anda!" Tekan Keenan dengan sorot mata semakin mengintimidasi dan hal itu sontak membuat Amelia berteriak dan berlari memanggil Ibunya.

Keenan menghela nafasnya sebelum kembali menormalkan ekspresi wajahnya. Jika saja tidak mengingat ia datang sebagai orang kepercayaan Bosnya mungkin sudah ia patahkan leher gadis tidak tahu diri itu.

"SIAPA YANG BERANI-BERANINYA MENGATAI PUTRIKU GIL-- Pak Keenan?" Wajah bringas Lisa sontak berubah kecut saat melihat sosok pria yang merupakan orang kepercayaan Nyonya Julia sedang berdiri sambil menenteng tas besar di depan pintu rumahnya.

"Ayok masuk Pak! Kita bicara di dalam maaf saya teriak-teriak tadi saya tidak tahu kalau yang datang Pak Keenan." Lisa terlihat begitu ramah namun sorot pandangan matanya tertuju pada tas yang dibawa Keenan.

"Tolong panggilkan Pak Sapto saya ingin menyampaikan sesuatu." Lisa segera berlari menuju ke kamarnya untuk membangunkan suaminya.

Tak lama Sapto dan Lisa serta putrinya berjalan menuju ruang tamu di mana Keenan terlihat menunggu kedatangan mereka.

"Saya tidak akan berbasa-basi dengan kalian ini uang cash 10 milyar dan ini cek berisi 10 milyar. Semua uang ini akan menjadi milik kalian dengan syarat--"

"Apapun syaratnya akan saya lakukan!" Potong Sapto yang terlihat berbinar-binar menatap tumpukan uang di hadapannya.

Lisa dan Amelia bahkan sudah menjerit kesenangan, kini hidup mereka benar-benar akan sejahtera dengan uang sebanyak ini.

Keenan terseyum miring. "Kalian harus meninggalkan kota ini dan Anda sendiri akan kehilangan putri Anda." Ujar Keenan menyelesaikan tugasnya kali ini.

Sapto terlihat termenung namun melihat kebahagiaan istri dan anak tirinya ia merasa keputusannya tidak salah.

"Baik. Saya dengan ikhlas dan rela meninggalkan Prilly demi uang ini dan kebahagiaan anak istri saya." Tegas Sapto diikuti bunyi klik yang terdengar membuat kening pria tua itu mengerut.

Keenan tersenyum kecil lalu beranjak dari sana. "Kalau begitu saya kembali dan selamat bersenang-senang untuk kalian semua!" Keenan pergi meninggalkan Sapto dan keluarga kecilnya yang larut dalam kebahagiaan.

Keenan benar-benar tak habis pikir dengan jalan pria tua itu bagaimana mungkin uang jauh lebih berharga daripada anak kandungnya sendiri. Benar-benar edan!

Keenan memasuki mobilnya lalu mengirimkan bukti rekaman kata terakhir Sapto untuk Bosnya.

"Misi selesai!" Katanya sebelum melajukan mobilnya untuk menyelesaikan misi yang lain.

*****

Komenan mulai berkurang yaaa.. Eumm kayaknya cerita ini mulai ngebosenin apa kita pending dulu?

Manisnya LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang