Bab 14

1.9K 272 16
                                    


Acara makan malam yang digelar oleh perusahaan Julia terlaksana dengan begitu meriah. Banyak orang-orang penting terutama yang ikut berpartisipasi dalam pembangunan proyek yang melihat Ayah Prilly di dalamnya tampak hadir dan bergembira bersama.

Abi dan Thalia juga terlihat di sana menemani sang Ibu berjalan kesana kemari menyapa rekan bisnisnya. Thalia terlihat bosan namun ia terpaksa harus berada disini karena ancaman Ibunya yang tidak main-main.

Julia memang sosok ibu yang penuh kasih sayang namun ia bisa bersikap sangat tegas jika anak-anaknya mulai membangkang perintahnya.

"Baik jangan hadiri acara nanti malam tapi jangan salahkan Mami kalau mulai besok semua fasilitas kamu Mami tarik kembali."

"Mami nggak bisa gitu dong! Aku nggak merasa ada kepentingan disana jadi untuk apa aku hadir?"

"Kamu jelas memiliki kepentingan Thalia! Kamu pikir fasilitas mewah yang kamu nikmati dari dulu itu hasil dari mana ha?!" Julia benar-benar naik pitam dengan sikap putrinya yang semakin hari semakin menjadi-jadi saja.

"Mami nggak mau tahu pokoknya nanti malam kamu harus hadir setidaknya kamu hargai mereka-mereka yang bekerja keras demi kelangsungan perusahaan kita. Paham kamu?!"

Dan di sinilah Thalia berada bersama Abi yang memang sudah memiliki keharusan hadir karena Abi merupakan bagian dari perusahaan.

"Jangan cemberut gitu muka lo nanti keriput kayak Mas Ali." Thalia menatap kesal Kakak keduanya. "Mas Ali keriputpun tetap ganteng nggak kayak Mas Abi." Balasnya yang membuat Abi sontak mencebik. "Begini aja lo belain Mas Ali giliran dijudesin lo ngadu sama gue." Ucap Abi yang membuat tawa geli Thalia terdengar.

"Kalau bukan karena judesnya mungkin gue nggak disini sama lo." Ejek Thalia yang membuat dengusan Abi terdengar.

"Selamat malam Pak Sapto." Julia menyapa ramah pria paruh baya yang tiba-tiba menghampiri Bosnya.

Thalia dan Abi serempak menoleh, Thalia masih belum yakin perihal perjodohan Kakaknya sehingga ia begitu acuh pada Sapto berbeda dengan Abi, pemuda itu ikut menyapa ramah pria yang sebentar lagi akan menjadi calon mertua Kakaknya.

"Dek sapa dulu dong calon mertuanya Mas Ali nih!" Bisik Abi yang dibalas dengusan oleh Thalia. "Mas Ali pasti nolak perjodohan ini. Mana mungkin mas Ali mau nerima calon istri dari kalangan rendahan kayak si jal--"

"Tutup mulut lo Thalia! Lo mau mancing kemarahan Mami lagi disini iya? Stop cari gara-gara!" Bisik Abi tajam yang membuat Thalia sontak menutup mulutnya.

Walaupun petakilan sosok Abi jika sudah dalam mode serius tentu tidak bisa dianggap main-main, bisa-bisa Thalia di benamkan ke kolam renang oleh Abangnya ini.

Jadi daripada panjang urusan Thalia memilih diam sampai matanya tanpa sengaja bertemu dengan mata tajam laki-laki yang selama ini memenuhi hati dan pikirannya.

"Gue ke sana dulu!" Pamitnya tanpa mendengar jawaban Kakaknya, Thalia sudah menghilang dari sana meninggalkan Abi yang hanya bisa mendengus melihat kelakuan Adiknya.

Abi menatap kepergian sang Adik yang menghilang ke sudut ruangan, Abi yakin ia tak salah melihat Adiknya sedang berjalan menghampiri seseorang.

Dan orang itu adalah Keenan.

***

"Kak!"

Tubuh Keenan menegang sejenak sebelum terlihat rileks kembali. Dengan penuh kesopanan Keenan membalikkan tubuhnya lalu membungkuk menyapa sosok gadis cantik yang tidak lain adalah putri bungsu Bosnya.

"Selamat malam Nona Thalia." Sapanya sopan layaknya bawahan dengan putri atasannya.

Thalia menatap Keenan jengah. "Sampai kapan Kakak akan bersikap seperti ini padaku hm?" Thalia berusaha sekuat tenaga untuk tidak menerjang laki-laki yang ia rindui setengah mati ini.

Manisnya LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang