Bab 23

2K 308 8
                                    


Prilly terlihat begitu fokus membaca deretan kata yang terangkai dalam bentuk kalimat yang lumayan panjang dan mampu membuat kepala Prilly berdenyut pusing.

"Ini surat perjanjiannya kenapa kayak kontrak beneran sih?" Dumel Prilly sebelum kembali menekuni deretan kalimat yang isinya menurut Prilly nyaris sama. Disana dituangkan bahkan berulangkali di ulang jika pernikahan yang akan ia jalani bukanlah pernikahan dalam arti sebenarnya.

Di sana tercantum apa saja yang boleh dan tidak boleh ia lakukan misalnya mencampuri urusan pihak pertama yang tak lain adalah suaminya sendiri.

Prilly mengedikkan bahunya acuh ia tidak keberatan dengan bunyi pasal itu toh ia sendiri tidak berminat sama sekali dengan urusan pria sombong yang sedang duduk tenang dihadapannya oh jangan lupakan tatapan angkuh yang pria itu berikan jika tidak mengingat Ayahnya mungkin sudah sejak tadi Prilly mencolok mata tajam itu menggunakan pulpen ditangannya.

"Pusing gue banyak banget pasal-pasalnya. Ribet bener yaelah!" Akhirnya Prilly melemparkan berkas perjanjian itu keatas meja yang sontak membuat Ali membelalakkan matanya melihat kelakuan wanita dihadapannya ini.

"Yang sopan bisa nggak sih!" Kembali pria itu meraung namun Prilly sama sekali tidak memperdulikannya.

Gadis itu terlihat merebahkan kepalanya bersandar pada sofa yang tingkat keempukannya mengalahi kasur kesayangannya.

"Cepat baca dan tanda tangan!" Ali kembali bersuara yang membuat Prilly kembali menegakkan tubuhnya. "Aku bakalan tanda tangan tapi dengan satu syarat." Kata Prilly yang membuat alis Ali menukik tajam. "Kamu tidak dalam posisi yang bisa seenaknya mengajukan permintaan disini!" Ujar Ali dingin yang membuat Prilly berdecak kesal.

"Nggak adil banget sih! Mas bisa cantumin belasan pasal masak satu keinginanku saja Mas tolak!" Entah sadar atau tidak Ali terlihat terpaku pada rengekan Prilly yang begitu menggemaskan dimatanya.

Ali buru-buru berdehem berusaha menghilangkan kekacauan yang ada di otaknya. "Apa?!" Tanyanya dengan berat hati namun mampu membuat senyum Prilly terulas manis.

Manis? Jelek! Wanita miskin ini tidak ada manis-manisnya catat itu!

"Aku bakalan menjalani pernikahan ini dengan sebenar-benarnya Mas tanpa ada niatan untuk mempermainkan ikatan sakral dimana kamu akan berjanji dihadapan Tuhan." Ali tidak menyangka jika gadis menyebalkan ini akan berbicara seserius ini.

"Jika kamu menganggap pernikahan kita adalah sebuah permainan itu terserah kamu toh nanti yang akan dikutuk oleh Tuhan kamu sendiri."

Ini kenapa pembahasannya jadi kutuk mengutuk sih! Bikin takut aja!

"Tapi yang pasti aku ikhlas dan bersungguh-sungguh dalam menjalani ibadah terpanjang ini bersama kamu Mas." Lanjut Prilly dengan senyuman manisnya yang lagi-lagi membuat Ali terpaku. "Dan sebagai istri pada umumnya aku menolak keras yang namanya pengkhianatan Mas dalam bentuk apapun aku tidak akan mentolerir segala sesuatu yang berbau pengkhianatan atau perselingkuhan." Tegas Prilly dengan kedua matanya membalas tatapan tajam Ali dengan penuh keberanian.

"Jadi intinya kamu akan memilih perceraian jika aku berselingkuh?" Ali bertanya setelah beberapa detik terdiam untuk meresapi setiap kata yang keluar dari mulut calon istrinya.

Prilly mendengus pelan lalu bersidekap. "Perceraian adalah hukuman termudah untuk seorang pengkhianat Mas dan jelas aku tidak akan memberikan kemudahan setelah kamu mengkhianati ku." Sahut Prilly dengan seringaian yang justru terlihat cantik di mata Ali.

"Lalu?!"

"Aku akan membuatmu dan perempuan yang menjadi selingkuhan mu itu menderita seumur hidup kalian." Ali justru tertawa setelah mendengar ancaman Prilly yang terdengar seperti lelucon di telinganya.

"Kamu berkata seperti itu seolah-olah kamu sudah mengalami penderitaan hebat saja. Dasar gadis miskin!" Ejek Ali yang membuat Prilly tertawa terbahak-bahak tawanya justru terdengar lebih renyah dari tawa Ali tadi yang sontak membuat mata pria itu mendelik tajam.

Sialan! Kenapa tawanya terlihat lebih bahagia dari tawaku tadi?

"Owalah Pak! Pak! Anda belum tahu saja penderitaan seperti apa saja yang telah saya lalui. Saya takut Anda akan menangis tersedu-sedu jika mendengar cerita hidup saya." Ujar Prilly disela tawanya yang kembali mendapat dengusan sinis dari Ali.

"Naon wae! Sekarang cepat tanda tangan!" Perintah Ali yang jelas tidak akan dituruti oleh Prilly sebelum pria itu menyetujui syarat darinya dan dengan sangat terpaksa Ali menganggukkan kepalanya yang sontak membuat Prilly memekik bahagia.

Dan hari itu secara tidak langsung Ali dan Prilly justru membuat sebuah jebakan yang mungkin akan membuat mereka terjebak selamanya.

***

Setelah seharian menghabiskan waktu bersama calon suaminya akhirnya Prilly ke rumahnya tepat sebelum jam makan malam. Jangan tanya kenapa Prilly kembali sebelum makan malam! Bisa-bisanya laki-laki kaya itu mengantarnya pulang tanpa menawarinya makan malam.

Dasar pelit!

"Udah pulang kamu Nak?"

Sontak segala kedongkolan Prilly menghilang saat mendengar suara lembut Ayahnya.

"Udah Yah." Jawab Prilly sedikit canggung pasalnya sudah lama sekali ia tidak pernah berbicara sedekat ini dengan Ayahnya. Biasanya Ayahnya hanya sibuk dengan Lisa dan Amelia saja.

Sapto tersenyum kecil saat melihat tampilan putrinya. "Kamu cantik persis seperti almarhumah Ibu kamu." Ujarnya yang membuat Prilly menoleh menatap penampilan dirinya sendiri. Ia lupa mengganti pakaiannya tapi bagaimana ia bisa mengganti pakaiannya sedangkan semua yang melekat pada tubuhnya tadi sudah dibuang oleh calon suaminya katanya pakaian yang ia kenakan banyak kumannya tidak steril.

Untung saja Prilly sedang dalam mood baik jika tidak sudah ia rontokan gigi pria itu.

Kembali pada Ayahnya yang masih menatapnya dengan tatapan teduh namun Prilly tidak bisa berbohong tatapan teduh itu tak mampu menyembuhkan luka dihatinya. Prilly sudah terlalu lama menderita sehingga sedikit kelembutan tidak akan berpengaruh padanya.

"Secantik apapun almarhumah Ibu tetap saja tidak mampu membuat Ayah setia bukan?" Sindir Prilly dengan senyuman kecilnya. Bukan senyuman ejekan melainkan keprihatinan, ia prihatin pada Ibunya yang bisa-bisanya mencintai sosok pria yang bahkan tega berselingkuh di belakangnya sampai akhir hayat.

Sapto terhenyak kaget ia tidak menyangka jika Prilly akan berbicara seperti itu dengannya. "Prilly apa yang sedang kamu bicarakan? Ayah tidak mengerti."

Prilly tersenyum sedih Ayahnya masih mengelak dan tidak mengakuinya. "Prilly memang masih belum mengerti apa-apa saat itu tapi mengingat Ayah membawa Lisa dan putrinya dalam hitungan hari setelah kematian Ibu jelas hubungan antara Ayah dan istri tercinta Ayah itu sudah terjalin dalam rentang waktu yang cukup lama. Intinya Ayah mengkhianati Ibu dan juga aku." Ujar Prilly sebelum beranjak meninggal Ayahnya yang terpaku.

Prilly menghentikan langkahnya lalu kembali berucap. "Ayah tidak perlu bersikap baik padaku hanya karena merasa aku mengorbankan diriku demi menyelamatkan pekerjaan Ayah." Jeda sejenak Prilly kembali berbicara dengan lantang. "Aku melakukan ini demi hidupku! Aku ingin segera keluar dari neraka ini." meskipun setelahnya aku akan memasuki neraka yang lain. Sambung Prilly di dalam hati.

Prilly mengepalkan kedua tangannya, berusaha menegarkan hatinya bahwa apa yang ia lakukan memang seharusnya ia lakukan. Prilly tidak ingin Ayahnya menghabiskan sisa hidupnya dengan diliputi rasa bersalah padanya.

Tidak apa-apa biarkan Prilly yang berkorban untuk Ayahnya. Tidak mengapa ia mengorbankan masa depannya demi cinta pertamanya.

"Jadi silahkan nikmati kebahagiaan Ayah bersama Mama dan juga Amelia." Tutupnya sebelum melangkah meninggalkan sang Ayah yang menatap kepergian putrinya dengan penuh penyesalan.

"Maafkan Ayah Nak! Maaf.."

*****

Manisnya LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang