Bab 5

2K 233 8
                                    

"Mas kita makan diruang makan yuk!" Ali menoleh menatap Ibunya yang menghampiri dirinya yang begitu betah mengurung dirinya di kamar.

"Ali makan di sini aja Mi." Tolaknya halus. Ali tak nyaman berada diluar kamarnya meskipun masih di bawah atap yang sama tapi tetap saja ia merasa tidak nyaman.

Julia menghela nafasnya lalu berjalan menghampiri sang putra yang sedang menatap pemandangan malam melalui jendela balkon kamarnya yang sengaja Ali buka lebar.

"Kenapa Nak? Mami rasanya sudah lama sekali tidak makan bersama anak-anak Mami apalagi kamu." Julia mengusap lembut kepala putra sulungnya. "Mami rindu kalian." Suaranya terdengar serak ketika melanjutkan hingga membuat Ali menoleh dan menatap iba Ibunya.

Ali sadar semenjak kehilangan Ayahnya, Ibunya sudah sangat menderita ditambah dengan kondisi dirinya yang seperti ini jelas Ali tahu betapa banyak luka dan penderitaan yang Ibunya terima.

Tapi apa yang harus ia lakukan? Jika diberi pilihan Ali juga tidak akan mau seperti ini. Ia ingin hidup normal seperti kehidupannya dulu tapi apa yang bisa ia perbuat, Ali tidak mungkin melawan takdirnya.

"Adik kamu juga lagi ngambek sama Mami." Adu Julia yang membuat kening Ali berkerut. "Siapa? Thalia?" Julia mengangguk membenarkan. Ali sendiri sudah hafal sekali dengan tabiat Adik bungsunya itu, Thalia masih sangat kekanak-kanakan meski usianya sudah cukup dewasa.

Mungkin karena selama ini Thalia terlalu dimanja sehingga besarnya kelakuan Adiknya itu terlalu banyak minusnya. Ali bukan tidak sayang hanya saja terkadang ia tidak suka dengan perangai Adiknya itu.

"Biarin aja Mi nanti juga baik sendiri dia."

"Mami nampar Thalia tadi."

Mata Ali sontak melebar saat mendengar perkataan Ibunya. Julia menghela nafasnya lalu kembali berujar menjelaskan kronologi kejadian sampai ia menampar putrinya itu.

"Mami paling nggak suka anak-anak Mami berlaku kasar apalagi sampai menghina orang lain. Kalaupun posisi dibalik Mami yang menjadi pekerja itu Mami tetap akan melakukan hal yang sama ketika ada orang asing yang menghina Ibu Mami." Julia tidak menyesal atau menyalahkan pekerja supermarket yang menampar putrinya.

"Oh ya ngomong-ngomong pekerja itu cantik banget loh orangnya keliatan baik juga sih." Ali menaikkan sebelah alisnya ketika sang Ibu tiba-tiba membahas pekerja yang tidak ia kenal itu.

Memangnya kenapa kalau wanita itu cantik? Urusannya dengan Ali apa?

"Ali tidak tertarik!" Jawabnya cepat sebelum Ibunya semakin melantur kemana-mana.

"Kamu nggak mau coba kenalan dulu? Mami bisa loh usahain kalian untuk kenalan siapa tahu cocok ya kan?" Julia tidak langsung menyerah, ia terus berusaha membujuk putranya supaya mau membuka hatinya kembali.

"Nggak Mi. Cukup Mami jangan lagi bahas-bahas masalah ginian sama Ali. Ali nggak tertarik nggak berminat sama sekali." Putusnya yang membuat Julia sontak mencibir.

"Mami yakin kamu akan nyesel pernah ngomong gini kalau kamu liat sendiri gadis itu. Cantiknya benar-benar dari hati banget." Julia masih memprovokasi putranya yang tanpa ia sadari Ali justru membayangkan bagaimana cantiknya wanita yang dipuji oleh Ibunya ini, cantik sekali kah?

***

"Makan malam sudah siap!" Prilly sedikit mengeraskan suaranya. Senyumannya terbit ketika melihat hasil masakannya yang sudah ia tata di atas meja makan.

Tak berapa lama Lisa dan Amel datang dan langsung menempati kursi meja makan. Prilly juga melakukan hal yang sama namun begitu dirinya ingin menempati kursi yang ia tarik suara Lisa terlebih dahulu terdengar.

Manisnya LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang