Bab 4

2K 247 9
                                    

"Kamu lamar aku Mas?"

Ali tersenyum lebar lalu menekuk sebelah lututnya di hadapan sang pujian hati. Hari ini tepat hari perayaan hubungan mereka dan Ali benar-benar menyiapkan semuanya dimulai dari tempat yang ia dekor sedemikian rupa juga puluhan bunga serta satu cincin bertahta berlian yang akan ia sematkan di jari manis pujaan kekasihnya.

"Iya Sayang. Maukah kamu menikah dengan Mas? Menjadi Ibu dari anak-anak Mas di masa depan." Ujar Ali dengan begitu lembut dan penuh cinta.

Air mata sang kekasih sontak berlinang, ia benar-benar terharu dengan lamaran romantis yang disiapkan calon suaminya. Tanpa menunggu lama ia segera menganggukkan kepalanya lalu berujar lantang.

"Iya aku mau Mas!"

Senyuman diwajah Ali mengembang lebar setelah ia sematkan cincin dijari manis sang kekasih segera ia bawa tubuh langsing calon istrinya ke dalam dekapannya.

"Terima kasih Sayang. Terima kasih.."

"Iya Mas sama-sama. Aku janji akan mencintai kamu seumur hidupku dan menemani kamu disaat-saat kamu terpuruk." Ucap sang kekasih dengan penuh keyakinan yang membuat senyuman Ali mengembang begitu lebar.

Ali begitu bahagia dan berjanji akan memberikan segalanya untuk sang pujaan hati namun sayang ketika musibah datang menghampiri sang pujaan hati justru memilih pergi meninggalkan dirinya alih-alih menemani dirinya yang terpuruk seperti yang pernah wanita itu janjikan.

Prang!!

Dengan nafas memburu Ali melemparkan gelas di tangannya hingga membuat pecahan gelas itu bertebaran di lantai kamarnya.

Sejak dinyatakan lumpuh, ia tak pernah keluar dari kamarnya kecuali ketika malam hari. Ali juga tidak pernah lagi bersedia menghabiskan waktunya bersama keluarganya. Pria itu benar-benar menutupi dirinya dari siapapun.

Ali lebih memilih menghabiskan waktunya dengan meratapi nasibnya yang berubah menjadi buruk semenjak kecelakaan itu terjadi.

"Brengsek! Sialan!" Ali berteriak kencang hingga membuat Julia yang baru saja ingin menyambangi kamar putranya mendengar teriakan keras sang putra.

Buru-buru Julia membuka pintu kamar Ali. "Kamu kenapa Nak?" Wanita paruh baya yang masih memiliki kecantikan yang paripurna itu berjalan cepat menghampiri putranya.

"Ada yang sakit? Kasih tahu Mami! Kita ke rumah sakit sekarang." Julia mencari-cari luka ditubuh putranya, melihat pecahan kaca di lantai kamar tepatnya disudut kamar putranya ia langsung berpikir jika Ali melukai dirinya lagi.

Julia pernah melihat bagaimana Ali putra kesayangannya nyaris merenggang nyawa setelah menggores nadinya. Ali benar-benar terpuruk kala itu meskipun sampai detik ini Ali belum sepenuhnya menerima keadaannya namun akhir-akhir ini sikap putranya lebih tenang.

"Aku tidak apa-apa Mi." Suara berat Ali menghentikan gerakan Julia memeriksa tubuh putranya. "Fisikku tidak apa-apa tapi hatiku.." Ali tidak melanjutkan lagi perkataannya karena rasa sakit dan sesak di dadanya tiba-tiba terasa.

Julia memeluk erat tubuh lemah putranya, air matanya tak lagi dapat ia bendung. Julia lebih memilih Ali meluapkan emosinya dengan menghancurkan apapun, ia tidak pernah marah ketika Ali membentak adik-adiknya karena ia tahu marahnya Ali hanyalah kedok untuk menutupi kehancuran dirinya.

Julia ikut merasakan kesakitan sang putra terlebih ketika Ali merintih di dalam pelukannya seperti saat ini. "Sayang dengerin Mami! Lupakan Amara Nak! Lupakan perempuan jahat itu!"

Ali menggelengkan kepalanya. "Ali mencintai Amara Mi! Ali sangat mencintai Amara!" Lirih Ali dengan satu persatu tetesan air matanya yang mulai jatuh membasahi pipi tirusnya.

Manisnya LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang