Bab 22

2.1K 315 15
                                    


"Apa kalian tidak tahu cara memilih baju yang sesuai untuk calon istri saya hah?!"

Prilly memejamkan matanya ini  sudah kesekian kalinya Ali berteriak memarahi pelayan toko yang sejak tadi berusaha memberikan yang terbaik untuk Prilly namun tidak ada yang cocok dimata laki-laki tampan bernama Ali itu.

"Kalau begini cara kerja kalian saya akan meminta Mami saya untuk memecat kalian semua! Paham?!"

"Maaf Tuan, kami akan berusaha lebih keras lagi untuk memberikan pelayanan yang terbaik untuk Tuan dan Nyonya." Salah seorang wanita bernama Alina yang menjabat sebagai manager di butik milik Nyonya Julia itu terlihat bergetar ketika menghadapi sosok putra sulung Bosnya.

"Pakaian gembel begini kok dipajang di toko! Bisa-bisa bangkrut Mami saya gara-gara kalian yang tidak becus bekerja ini." Kembali Ali mengeluarkan omelannya yang membuat seluruh karyawan yang ada disana bergetar karena takut.

"Kamu juga!" Prilly menaikkan sebelah alisnya ketika Ali berbalik mengomeli dirinya. "Kenapa? Salah gue apa coba?" Tanya Prilly lebih kepada dirinya sendiri.

"Baju kurang bahan begini mau-mau aja kamu pakek! Kamu nggak tahu kita bakalan hadirin acara keluarga besar saya--"

"Mana saya tahu kan Tuan Ali nggak ngasih tahu saya." Sela Prilly sengaja memanggil Ali dengan menyematkan kata Tuan yang membuat laki-laki itu semakin berang.

Ali menghembuskan nafasnya ia harus menenangkan dirinya ia tidak boleh terpancing emosi.

"Sekarang berikan pakaian yang cocok untuk calon istri saya awas saja jika kalian masih menyodorkan pakaian kurang-kurang bahan seperti ini! Akan saya bakar butik ini." Ancam Ali yang sontak membuat para karyawan berlarian mencari pakaian yang sesuai dengan permintaan putra Bos mereka.

Prilly hanya bisa menghela nafas panjang melihat bagaimana kejamnya sang calon suami. Keenan sendiri tak banyak berkomentar selain bukan kapasitasnya ia juga takut jika Ali kembali menyinggung perihal Thalia.

Mengingat gadis itu entah kenapa tiba-tiba Keenan merasa bersalah karena berbicara tegas seperti tadi malam pada gadis manja itu.

Tidak Keenan ini yang terbaik jangan merasa bersalah! Lo nggak salah niat lo baik tenang saja!

"Kee??"

"Ah iya Nyo--"

"Prilly panggil saja Prilly jangan pakai embel-embel Nyonya saya belum setua itu!" Protes Prilly yang membuat Keenan tersenyum kecil. Ia menyukai pembawaan diri Prilly yang sederhana jika berbicara dengan Prilly Keenan merasa tak ada kasta yang membentang di antara mereka berbeda jika dengan Thalia.

Ali yang baru saja selesai menerima telepon dari Ibunya mendekat kearah Keenan dan Prilly. "Apa yang kalian bicarakan?" Tanyanya dengan pandangan menyelidik.

Prilly dan Keenan sontak menatap kearah Ali yang terlihat mengerutkan keningnya menatap mereka. "Bukan apa-apa. Bagaimana sudah ada pakaian yang kamu rasa cocok untukku Tuan Ali?"

"Berhenti memanggilku Tuan kamu calon istriku bukan pembantu!" Protes Ali yang membuat Prilly kebingungan. Pria ini sebenarnya kenapa sih? Terkadang Ali begitu kentara mengakui dirinya sebagai calon istri tapi terkadang sikap pria itu jauh lebih cocok disebut majikan alih-alih calon suami.

"Kita tidak jadi ke sana kata Mami nanti saja setelah akad dan pesta." Prilly mengangguk saja, ia sedang malas berdebat. "Jadi setelah kamu mencoba pakaian disini kita akan ke kantor dan membahas perihal perjanjian pernikahan." Putus Ali yang lagi-lagi dijawab anggukan kepala oleh Prilly.

Terserah pria ini mau melakukan apa toh sejak kemarin malam Prilly sudah menjadi bonekanya bukan?

"Maaf Tuan Nyonya kami rasa kami sudah menemukan pakaian yang cocok untuk Nyonya Prilly."

"Baiklah. Awas saja jika pakaian yang kalian pilihkan tidak sesuai dengan keinginan saya, saya benar-benar akan membakar butik ini!" Ancam Ali lagi.

Prilly menatap sekilas calon suaminya pria paling egois yang pernah ia temui.

"Kenapa kamu?"

"Nggak! Ayok Mbak kita pergi sebelum induk semang kembali murka!" Ajaknya pada karyawan butik yang sekuat tenaga menahan tawanya. Ia bisa dipecat jika kelepasan menertawakan putra dari Nyonya Julia.

"Gadis itu awas saja nanti!"

***

Ali terlihat puas dengan pakaian yang kini melekat pada tubuh mungil calon istrinya. Prilly terlihat manis dengan terusan warna nude yang panjangnya hanya sebatas lutut.

Prilly juga sudah didandani serta rambutnya yang hitam lurus kini berubah pirang dengan gelombang-gelombang kecil yang semakin mempercantik tampilannya.

"Bagaimana Anda puas Tuan Ali?" Tanya Prilly sambil memutar beberapa kali di hadapan Ali yang sebenarnya cukup terkesima dengan penampilan baru calon istrinya namun karena egonya yang setinggi langit itu jelas tidak akan membiarkan Prilly mengetahui hal itu.

"Biasa saja setidaknya mata saya tidak lagi sakit melihat penampilan gembelmu seperti tadi." ketusnya sebelum meminta Keenan mendorong kursi rodanya menuju mobil mereka.

Prilly hanya mendengus pelan sebelum kakinya mengikuti Ali dan Keenan. Prilly tiba-tiba merasa jika kehidupan yang akan ia jalani bersama pria sombong ini sepertinya tidak terlalu menakutkan mungkin bersama pria ini ia akan jauh lebih bahagia daripada tinggal di rumahnya sendiri.

"Kamu bisa cepat nggak sih jalannya! Lelet banget heran!" Prilly mencebikkan bibirnya saat mendengar omelan sang calon suami yang kini sudah duduk nyaman didalam mobil.

"Sabar dikit kenapa sih!" Balas Prilly saat dirinya sudah memasuki mobil Ali. "Heran jadi orang kagak sabaran banget!" Omelnya lagi yang kali ini giliran Ali yang mendengus.

"Jalan sekarang kita ke kantor!" Perintah Ali pada Keenan yang segera melajukan mobilnya.

Sepanjang perjalanan terisi dengan keheningan semuanya terlihat larut salam pemikiran masing-masing sampai akhirnya Ali dikejutkan dengan bahu kirinya yang tiba-tiba tertimpa kepala Prilly.

Ternyata yang sibuk dengan pikirannya adalah Ali sedangkan Prilly tertidur pulas.

Ali ingin mendorong kepala wanita yang sebentar lagi akan menjadi istrinya namun ia urungkan ketika tanpa sadar Prilly justru semakin mendekatkan dirinya pada Ali bahkan kini kedua lengannya sudah memeluk tubuh Ali yang sudah berubah kaku.

Semenjak Amara meninggalkan dirinya, Ali belum pernah lagi terlibat kedekatan dalam bentuk apapun dengan wanita lain selain Ibu dan Adiknya sehingga ketika Prilly tiba-tiba memeluk tubuhnya seperti ini entah kenapa perasaan Ali terasa berbeda.

Ia tidak menyukainya namun ia juga tidak kuasa untuk mendorong tubuh Prilly hingga pelukan mereka terlepas. Sebenarnya ada apa dengan dirinya?

"Tolong susunin dus ini dong!"

Ali seketika menoleh saat mendengar igaun Prilly. Tanpa sadar kedua sudut bibirnya tertarik apalagi saat Prilly menggerakkan tangannya seolah-olah dirinya sedang menyusun sesuatu.

Ali meraih tangan Prilly yang begerak-gerak lalu menggenggamnya hangat. Ia tak lagi merasa risih dengan kedekatan mereka bahkan Ali sampai merilekskan tubuhnya supaya tidur Prilly semakin nyenyak.

Dan tanpa Ali sadari setiap perlakuannya pada Prilly tak lepas dari pengamatan Ibunya yang ternyata sedang menerima laporan dari Keenan.

Benar, Keenan secara diam-diam menghubungi Julia guna memperlihatkan bagaimana interaksi antara Ali dan Prilly. Dan Julia benar-benar tidak menyangka jika putranya akan secepat ini dekat dengan Prilly.

Julia memutuskan sambungan video call nya sebelum Ali sadar jika dirinya di pantau secara diam-diam.

"Ternyata pilihan Mami tidak salah Nak. Semoga kamu benar-benar bahagia dengan Prilly ya Sayang. Mami sangat mengharapkan kebahagiaan untuk kalian." Ujar Julia sambil menatap bingkai foto Ali yang sengaja ia letakkan di atas meja kerjanya. Tidak hanya foto Ali tapi semua foto anak-anaknya ia letakkan di sana.

Julia sangat mencintai anak-anaknya.

*****

Manisnya LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang