[15] Mama Savana

594 75 6
                                    

"K-kamu mama nya Savana?"Tanya Bira terbata melihat sosok wanita cantik berwajah pucat yang sering berada di samping Savana duduk di sisi ranjangnya sambil tersenyum.

"Kamu memang spesial."Katanya.

Bira diam sesaat. Gadis itu memposisikan dirinya duduk.

"Tante butuh bantuan Bira?"

Wanita itu mengangguk. "Waktu saya sudah tidak lama lagi. Tolong jaga Vana, ya. saya yakin kamu bisa menjaganya."Pintanya kemudian.

"Vana paling takut kegelapan."

Vana? Apakah nama itu panggilan kesayangan Savana dari mama nya?

"Bilang sama Vana, saya sangat menyayangi nya. Meski sekarang saya sudah tiada, kasih sayang saya kepadanya tidak akan sirna."

"Dan satu lagi, tolong berikan gelang ini pada Vana. "Gelang hitam yang memiliki lonceng kecil Bira terima

Raut wajah wanita itu terlihat sedih. Jika saja saat ini Savana berada disini dan melihat mama nya, Bira tidak
tau bagaimana reaksi cowok itu.

"Iya Tante Bira akan jaga Vana."Entah sadar atau tidak Bira mengatakannya.

"Terimakasih."Wanita itu memeluk Bira sesaat. Pelukannya begitu terasa nyaman, nyaman sama seperti Bira ketika memeluk bundanya, Salbia.

°°°•••

"Luna, kenapa kita ke sini?"Tanya Aril melihat sekeliling taman yang tampak sepi. Aril bingung kenapa Luna membawanya ke tempat ini.

"Hiks hiks"

Aril menoleh, melihat Luna
yang duduk sambil menangis.

Kepala Luna menengadah menatap Aril. "Salah aku apa, Ril?"Tanya Luna dengan kedua mata berkaca-kaca.

"Kamu nggak salah apa-apa. Jangan nangis."Meski kebingungan, kedua ibu jari Aril mengusap pipi Luna.

"Tapi, aku anak yang bodoh, kekurangan aku banyak."Entah karena apa Luna tiba-tiba mengatakannya.

Aril memeluk gadis didepannya. Aril tidak senang melihat Luna menangis.

Melepas pelukan lalu kedua mata Aril menangkap memar kebiruan di lengan Luna. "Memar? Kenapa?"

Luna membalikkan badannya, tidak mau menatap Aril."A-a-aku jatuh."

"Mana mungkin hanya karena jatuh memar di lengan kamu biru seperti itu?"Tanya Aril tak percaya.

"Apa lebih baik aku mati aja?"Tawa hambar Aril dengar dari gadis pujaan hatinya. Percayalah keadaannya sekarang sedang tidak baik-baik saja.

Aril menggeleng kuat. "Maksud kamu apa bilang kayak gitu, hah?!" Dengan kasar Aril membalikkan badan Luna.

Cowok itu memegang kedua bahu Luna."Kamu kenapa?"Tanyanya lembut. Tangis Luna kembali pecah.

"Cerita sama aku. Kamu kenapa?"

"A-aku nggak kuat."

"Rasanya sakit."

"Apa yang selama ini aku anggap
baik, tidak selalu benar. Dia jahat."

"Dia siapa?"Tanya Aril bingung.

SALBIRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang