[2] Murid baru

1.7K 151 8
                                    

HAPPY READING (• ▽ •;)

Seluruh keluarga mulai belajar menerima kelebihan yang di miliki Salbira, meski terkadang mereka merasa takut dengan apa yang di ucapan gadis remaja yang kini
sudah berumur empat belas tahun.

"Pak Toni itu di pundak bapak ada anak kecil kepalanya botak, kayaknya tuyul deh."tunjuk Bira sembari melahap roti selai dengan santainya.

Pak Toni yang mendengarnya terperanjat kaget, melihat ke belakang ia sama sekali tidak melihat apapun. Pantas saja dari kemarin punggungnya terasa pegal.

"No-non ngusir nya gimana?"Tanya pak Toni terbata. Badannya mulai bergetar ketakutan. Bira memasukan sisa roti langsung ke dalam mulutnya lalu berjalan mendekati pak Toni yang tak lain supir pribadinya beberapa tahun belakangan ini.

Sekarang Bira sudah berdiri di belakang pak Toni. Gadis itu mengeluarkan sebungkus permen.

"Dek, jangan gangguin pak Toni."

Makhluk botak itu menggeleng. "Nih permen mau gak? Permen edisi terbaru."

"Itu makanan manusia, aku tidak memakannya."Ujar makhluk itu. Makhluk halus yang sering di sebut tuyul itu berbeda dari tuyul tuyul yang lainnya. ia memiliki dua gigi, satu gigi di atas, satu lagi di bawah.

"Bwahahaha—"Bira tertawa terbahak-bahak melihat gigi
si tuyul, baginya itu lucu.

"Gigi kamu ompong?"Bira memekik sembari tidak berhenti tertawa.

"Kok ada tuyul kayak gini si hahaha—"Bagi si tuyul perkataan Bira barusan sangat mengejek dirinya. Tuyul akui ia hanya makhluk kecil yang tidak sempurna.

"Ternyata mulut manusia lebih pedas di banding bisikan setan."Celetuknya.

Tadinya ucapan si tuyul bermaksud menyindir, namun tanggapan Bira malah tawaan meledak-ledak, gadis itu memukul-mukul lengan Aril yang menghampirinya karena merasa aneh melihat kembarannya itu mengobrol
dengan punggung pak Toni.

"Heh, sakit!"Segera Aril mencekal tangan Bira supaya berhenti memukulinya.

"Ngapain ngobrol sama punggung pak Toni? Kalo mau ngobrol sama pak Toni itu ngadep ke depan, ke depan mukanya, bukan malah ke belakang." Oceh Aril seakan dia lupa dengan kemampuan kembarannya itu.

"Bira lagi berbincang sama tuyul."Tanpa rasa beban Bira mengatakannya.

Gleg!

"Tu-tuyul?"Netra mata Aril mulai mengedar, tangannya bergetar, mendengar nama salah satu hantu pun Aril sudah ketakutan apalagi
bisa melihatnya secara langsung.

"Aril pergi sekolah duluan."Aril berjalan tergesa-gesa, Bira menatap kepergian Aril dengan tatapan mengejek.

"Cowo kok penakut."

"Memang kamu tidak takut dengan ku?"Sela tuyul mulai bertanya.

"Enggak. Kamu belum cukup menyeramkan untuk menakuti Nona Bira yang cantik jelita ini."Bira menyibakkan rambut di depannya.

"Non, ini tuyul nya udah pergi belum?"Tanya pak Toni yang masih berdiri gemetaran.

Bira menggeleng. "Belum, pak."

"Sekali lagi duhai tuyul yang imut tapi boong, tolong ya turun dari punggung pak Toni?"Pinta Bira kembali dengan rayuan.

"Emang kamu mau Bira telat pergi ke sekolah cuma gara-gara pak Toni kesulitan nyetir mobil? Gak kasihan sama Bira?"

"Enggak. Lagi pula untuk apa kasihan kepada kaum manusia? Manusia saja sering memanfaatkan kami demi keuntungannya semata."Cetus tuyul itu memeluk erat leher pak Toni sampai pria itu kesulitan bernafas.

SALBIRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang