PART 41 [Piring Berdarah]

16 1 0
                                    

Mbok Ipah memandang Aryo yang sedang mencuci piring, tapi ia melihat ada cucuran darah dari tangan kanannya. Mbok Ipah menghampirinya. "Tangan kamu kenapa Yo?" tanya mbok Ipah. Ia terkejut melihat darah yang mengalir deras dari pergelangan tangan Aryo. Mbok Ipah memegang tangan Aryo, ia melihat pecahan piring berserakan di tempat cuci piring. "Dalem banget Yo, lukanya....." ujar mbok Ipah. Ia menuangkan air hangat dan mencuci luka di pergelangan tangan Aryo.

Nina datang menghampiri mereka. Ia terkejut melihat tangan Aryo penuh darah. "Tangannya kenapa kak?" tanya Nina khawatir.

"Kena pecahan piring non...." jawab Aryo yang meringis menahan perih.

Seketika itu pula Nina berlari mengambil peralatan P3K, beruntung keluarga ini sangat mengerti dengan hal-hal yang harus dilakukan ketika terjadi kecelakaan-kecelakaan kecil. Orang yang melihat Nina berlari sambil menenteng peralatan P3K, heran.

"Kenapa Nin?" tanya Citra penasaran.

"Kak Aryo, kak....!" kata-kata itu terputus, Nina langsung berlari ke dapur.

Yang ada disana saling menatap. Mereka pun sontak berlari ke dapur, Nadia dari lantai atas yang melihat kejadian itu turun dengan terburu-buru.

"Ada apa?" tanya Nadia.

"Aryo" jawab Roy singkat.

"Jangan-jangan" Nadia berlari mengikuti mereka.

Sementara itu, darah masih saja terus mengalir dari pergelangan tangan Aryo. Mbok Ipah masih mencucinya dengan air hangat, tapi tetap saja darah itu tidak mau berhenti mengalir. Mereka yang memperhatikan bergidik ngeri dengan luka Aryo.

"Kenapa lu Yo?" tanya Nadia khawatir.

"Tuh" jawab Aryo sambil menunjuk ke tempat cuci piring dengan dagunya. Darah terlihat berceceran di pecahan piring tadi.

Nina mengambil kapas, mencelupkannya ke alkohol dan menempelkannya ke luka Aryo. Benar-benar berani gadis satu ini. Aryo sedikit meringis, perih sepertinya. Ia memperhatikan botol alkohol yang dipegang Nina, Alkhohol 80%.

"Pantesan perih" ujar Aryo.

Nina nyengir, yang lain bergidik ngeri. Nina membalutkan perban di luka Aryo. Darahnya sudah tidak terlihat mengalir lagi. Mengobati luka Aryo beres....

"Udah, gw nggak papa koq. Entar kalian pada telat lagi ke kantor" ujar Aryo mengingatkan.

Mengangguk semua.

"Elu mah enak Yo, jadi GM bisa dateng seenaknya" ujar Winda.

"Lu kata jadi GM tuh enak?"

"Emang gak enak yah?" tanya Citra penasaran.

"Enak sih" jawab Aryo nyengir kuda.

"Kampret" tukas Winda.

Tertawa semua. Tak seberapa lama mereka bubar....

“Yo… kita duluan ya" ujar Roy.

Aryo menganggukkan kepalanya dan mengantarkan mereka sampai ke depan gerbang. Mereka berjabat tangan. Bersamaan dengan itu, Adit muncul. Nina berlari, ia mencium pipi Nadia dan Aryo sambil melambaikan tangannya lalu pamit. Nadia geleng-geleng kepala, Aryo tersenyum. Motor mereka semakin lama semakin hilang dari pandangan Aryo dan Nadia.

Tinggal Aryo, Nadia dan mbok Ipah.
Aryo yang masih mengenakan celana jeans pendek dan kaos oblong mulai menghidupkan mesin motor kesayangannya, ia selalu rutin memanaskan mesin motornya sebelum bepergian.

"Yakin lu bisa bawa motor?" tanya Nadia penasaran.

"Yakin dong, lagian luka kayak gini mah nggak seberapa" ujar Aryo yakin.

“Ya udah kalo gitu, gw ke kantor bareng elu ya naek motor" ujar Nadia.

“Kagak pake mobil?”

“Pegel akh, macet juga”

“Apalagi naek motor non, pegel banget. Tapi bisa nyalip-nyalip sih. Kalo si non mau bareng saya, berarti harus ikut dulu ke rumah saya, saya kan belum salin baju”

“Gampang itu mah, lagian kalo telat juga kan bareng boss besarnya” ujar Nadia tersenyum.

“Halah, modus” ledek Aryo.

Mbok Ipah tersenyum, Nadia nyengir lebar dengan tampang begonya. Tapi tetap cantik.
Setelah berpamitan, mereka berangkat. Sesuai dengan ucapan Aryo, ia pulang dulu ke rumahnya yang jaraknya lumayan jauh dari rumah Nadia. Setelah Aryo ganti baju, mereka berangkat menyusuri jalanan ibu kota yang kian hari kualitas udaranya kian memprihatinkan. Terlihat tanaman di pinggir jalan berlambaian merana terkena asap dari kendaraan. Sama seperti manusia, mereka juga berusaha untuk memperpanjang jatah hidupnya masing-masing.

Sepeda motor saling salip-menyalip, mobil-mobil terjebak kemacetan yang semakin hari semakin parah. Pertumbuhan kendaraan di negeri ini tidak didukung oleh perkembangan jalanan yang mesti mereka lalui, jadilah ‘Pamer Susu’, Padat Merayap Susul-susulan.

ʜᴀʀᴀᴘᴀɴ ᴅɪ ᴜᴊᴜɴɢ ꜱᴇɴᴊᴀ ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang