Mereka berhamburan keluar mendengar ledakan yang terdengar lumayan keras. Aryo mencari-cari sumber suara itu. Ah, ternyata hanya suara ban mobil yang pecah. Mereka masuk lagi ke dalam rumah. Aryo duduk di kursi dekat pintu keluar sedangkan Nadia masih senang bermain dengan anak-anak balita disana.
"Nah gimana mau cerita apa nggak? Kalo kalian cerita, mungkin kakak bisa ngasih solusi sama masalah yang sedang kalian hadapi" ucap Aryo.
Arin menghela nafas panjang. Linda masih menunduk. “Kita dibully terus kak sama temen-temen kelas” akhirnya Arin berbicara.
Nadia dan bu Dewi memandang mereka bertiga.
“Jadi kita nggak konsen kak kalo lagi belajar. Bahkan ada saja temen-temen yang sengaja menyabotase tugas kita” Linda menambahkan. Suaranya mulai bergetar parau.
Aryo mengusap-ngusap dagunya. “Kalian mau pindah?” tanyanya layaknya kakak kandung mereka sendiri.
“Nggak kak, kita udah sepakat mau ngadepin semuanya, kita ingin kuat dan tangguh seperti kak Aryo” jawab Linda dengan wajah penuh semangat, Arin mengangguk. “Kita mau buktiin kak, kalau kita juga bisa sukses” tambah Arin.
Sepertinya bu Dewi telah menceritakan kehidupan masa lalu Aryo kepada para penghuni panti asuhan.
Aryo tersenyum. “Nah, gitu dong. Ini baru bidadari-bidadari kakak”
Arin dan Linda menubruk memeluk Aryo. Air mata mereka mulai merembes keluar, terharu dengan perjuangan hidup Aryo sepertinya. Bu Dewi tersenyum. Sementara itu Nadia menundukkan kepalanya teringat masa-masa di SMA mungkin. Bagaimanapun, dulu ia pernah menjahati Aryo. Mengejek Aryo dengan kata-kata yang lumayan tidak enak didengar. Dia benar-benar menyesali apa yang telah diperbuatnya dulu kepada Aryo. Dan sekarang ia bertekad untuk merubah dan memperbaiki hubungannya dengan Aryo.
“Kita balik jaga toko ama warnet dulu ya kak” ucap Arin sambil melepaskan pelukannya dari Aryo.
“Udah pada makan belum?” tanya Aryo.
“Udah” jawab mereka serentak.
“Belajar yang rajin ya, pinter itu nggak penting, yang penting mah bisa paham sama apa yang dipelajari” Aryo menasihati sambil mengacak-ngacak rambut mereka berdua.
Arin dan Linda mengangguk seraya tersenyum dan beranjak untuk kembali menjaga toko dan warnet.
"Non, pulang nggak?" tanya Aryo.
Nadia terdiam menundukkan kepala.
Aryo heran. Ia menghampiri Nadia. "Non..."
Nadia mengangkat kepalanya, kaget. "Eh, kenapa Yo?"
"Yeee malah ngelamun lagi. Pulang nggak?" Aryo mengulang pertanyaannya.
Nadia nyengir. "Ya udah yuk. Udah ngantuk juga"
Bu Dewi memperhatikan. Ia tersenyum melihat keakraban mereka berdua. "Kalo jadi suami-istri, benar-benar cocok mereka...." gumamnya dalam hati.
Selepas itu, Aryo dan Nadia pamit pulang. Mereka melesat pergi dari panti asuhan tersebut.
Di perjalanan, Nadia banyak diam. Aryo heran dengan sikap Nadia, yang biasanya cerewet yang biasanya banyak omong yang biasanya suka memukul kepala dan yang sudah menjadi kebiasaannya. Dan entah kenapa bisa begitu.“Yo, maafin gw ya” akhirnya Nadia membuka omongan.
“Tentang apa?” tanya Aryo heran.
“Liat Linda sama Arin tadi, gw jadi inget perbuatan gw ke elu pas lagi SMA. Gw bener-bener minta maaf” ucap Nadia.
Aryo memelankan kecepatan kuda besinya. Ia diam tak berkata-kata, mungkin masih menyimpan sedikit rasa dendam dalam hatinya.
"Yo, maafin gw"
Aryo masih diam. Nadia memeluk Aryo dengan eratnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ʜᴀʀᴀᴘᴀɴ ᴅɪ ᴜᴊᴜɴɢ ꜱᴇɴᴊᴀ ✓
ChickLitAryo tersenyum, dia mengangkat tangan kanannya semacam orang yang menerima ajakan dari seseorang, lalu memandang langit-langit ruangan itu sambil terus tersenyum. "Yank, aku pulang duluan" ujar Aryo mantap. Matanya mengatup, tangannya terkulai lemas...