PART 34 [Tarikan Gas Yang Memancing Emosi]

33 4 0
                                    


A

ryo berdiri bengong di depan lift, ia kembali lagi keluar menuju jalan raya. Ia mengedarkan pandangannya. Pak Freddy yang seorang kepala security di kantor tersebut menghampiri Aryo. "Nyari siapa pak boss?" tanya pak Freddy.

"Pak Freddy liat tukang siomay di pinggir jalan ini nggak?" tanya Aryo penasaran.

"Udah pergi dari tadi pak boss" jawab pak Freddy.

Aryo menepuk jidatnya sendiri.

"Pak boss lupa bayar ya?" tanya pak Freddy sambil tersenyum.

"Lha koq pak Freddy tau?" Aryo balik bertanya.

"Ya tau lah, orang tukang siomay-nya tadi kesini, nagih" jelas pak Freddy sambil tertawa.

"Hah, terus?" mata Aryo mendelik.

"Ya saya bayarin, karena saya tau pak boss yang makan siomay di seberang jalan sana" jawab pak Freddy.

"Waduuh makasih ya pak, jadi ngerepotin" ucap Aryo sambil mengeluarkan dompetnya dan mencabut uang seratus ribu. Uang itu diserahkannya kepada pak Freddy.

"Lha ini buat apaan pak boss?" tanya pak Freddy penasaran.

"Buat ganti bayar siomay tadi!" jawab Aryo.

"Nggak usah pak boss, cuma sepuluh ribu ini" pak Freddy menolaknya dengan halus.

"Ambil aja pak, makasih ya" ucap Aryo sambil negeloyor pergi meninggalkan pak Freddy.

"Makasih nih pak boss" ujar pak Freddy sedikit berteriak.

Aryo mengangkat jempol tangannya.
Baru beberapa langkah meninggalkan pak Freddy, HP Aryo berdering, Vina menelepon. Mereka bercakap-cakap di telpon. Kemudian Aryo melirik jam tangannya, pukul setengah lima, ia masuk ke dalam gedung kantor sambil masih bercakap-cakap dengan Vina di telepon. Klik… panggilan diputus. Terlihat karyawan-karyawan yang lain sudah beranjak dari meja kerja mereka masing-masing, ngobrol-ngobrol sebentar lalu pulang. Memang jam kerja di kantor tersebut hanya sampai pukul setengah lima.

“Yo, mau bareng lagi nggak?” tanya Nadia.

“Non Nadia duluan aja, saya ada perlu, dikit” jawab Aryo sambil membereskan meja kerjanya.

“Udah gw bilang jangan panggil gw dengan sebutan non, gw kan udah bukan majikan lu lagi" ucap Nadia. “Malahan sekarang lu yang jadi atasan gw”

“Hehe, sebutan itu udah nempel di lidah saya sih non, susah mau ngelepasinnya”

“Haah, terserah lu deh Yo” ujar Nadia. "Lha terus lu pulang pake apaan?" tanya Nadia penasaran.

"Motor saya kan kemaren nginep di sini non" jawab Aryo.

"O iya lupa gw. Rindu banget tuh kayaknya motor sama majikannya" ujar Nadia nyengir.

Aryo tersenyum. "Tadi aja berbisik non itu motor, katanya dia cemburu pas kemaren saya jalan sama si non" canda Aryo.

Mereka tertawa-tawa.

"Ya udah ya, gw balik duluan, daaaah...." ujar Nadia sambil melambaikan tangannya. Ia berlalu cepat dari kantor itu.

Aryo masih membereskan meja kerjanya.

BRUUUKK......
Pintu ruangan Aryo menutup sendiri. Aryo membuka pintu itu dan menengok keluar, tidak ada orang. "Ah paling angin...."gumam Aryo sambil kembali ke meja kerjanya. Ia memakai jaket dan menyelempangkan tas kecilnya, kemudian beranjak dari ruangan itu. Baru beberapa langkah berjalan, ia merasakan tengkuknya panas dan bulu kuduknya berdiri. Badannya mulai bergidik. Aryo meneruskan langkahnya, tiba-tiba berkelebat sesosok bayangan putih di depan matanya. "Kampret ganggu orang aja...." gumam Aryo sambil keluar dari ruangan itu, ia masuk lift dan turun ke bawah. Aryo menuju parkiran, memanaskan sebentar mesin motornya lalu melesat pergi dari kantor itu menuju Rumah Sakit untuk menjemput sahabat lamanya, Vina.

Di perjalanan ia menjumpai berbagai macam gaya berkendara orang-orang yang membuat dirinya mengelus dada. Sebuah sepeda motor menggeber-geber gasnya di depan Aryo, seperti orang yang sedang menantang balapan. Aryo tersenyum. Ketika Aryo memelankan laju motornya, orang itu ikut memelankan laju motornya juga. Begitu pula ketika Aryo menambah kecepatan, orang itu terus mengikuti Aryo. "Wah ini orang ngajak balapan...." gumam Aryo dalam hati.

Aryo memelankan laju kendaraannya, lalu mengambil lajur kanan. Sedangkan orang itu berada di sisi kiri, Aryo terus memperhatikannya, ia memepet sepeda motor itu dan tidak memberikannya ruang sama sekali. Tanpa disangka, Aryo menendang sepeda motor itu hingga terjatuh ke trotoar jalan. Orang-orang memperhatikan aksi Aryo yang menendang sepeda motor itu. Orang-orang berkumpul. Aryo menghentikan sepeda motornya di pinggir jalan, lalu menghampiri orang yang sepeda motornya ia tendang. Orang itu meringis kesakitan, sepertinya umurnya tidak jauh beda dengan Aryo.

Aryo tersenyum sinis. "Mau ngajak balap lu? Ayo kalo lu mau balap, kita ke sirkuit" ujar Aryo sambil berjongkok memperhatikan orang itu yang sedang berbaring meringis kesakitan.

Orang itu diam, tidak berani berkata-kata.

"Nih, buat pengobatan lu" ujar Aryo sambil melemparkan uang 300 ribu ke arah orang itu. Yang lain melongo. Aryo beranjak dari kerumunan orang-orang. Ia memakai helm dan menaiki motornya.

"Mas, tungguuuu..." teriak salah seorang yang berkerumun.

Aryo tidak mendengar, ia melesat cepat meninggalkan TKP.

ʜᴀʀᴀᴘᴀɴ ᴅɪ ᴜᴊᴜɴɢ ꜱᴇɴᴊᴀ ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang