Tinggal empat orang karyawan laki-laki yang ada di ruangan itu bersama Aryo yang sedang tergeletak.
"Koq si boss nggak bangun-bangun yah?" tanya salah satu karyawan sedikit khawatir.
"Haha,.... elo kayak yang nggak tau aja. Si boss kan actingnya hebat banget. Kayak pemain felm Hollywood...."
"Hahaha....." mereka tertawa bersama.
"Eh, liat nih" ucap salah seorang karyawan setelah tawanya reda.
Mereka mendekati Aryo yang masih tergeletak di lantai. Mereka berjongkok.
========================================================
"Koq aer nya merah ya? Bau amis lagi!" ucap salah satu karyawan.
"Kayak gituan lu bilang aer. Itu darah, bego"
Tertawa semua.
"Gw tau itu darah. Gw pengen nge-test lu aja, kali aja ada yang belum pernah ngeliat darah!" ujarnya.
Tertawa lagi.
Mereka beranjak meninggalkan Aryo. Baru beberapa meter berjalan, langkah mereka terhenti. Mereka saling berpandangan."Darah....?"
Mereka berlari kembali menghampiri Aryo yang masih tergeletak tak berdaya di lantai.
"Boss...." ucap salah satu karyawan, khawatir. Ia menggoyang-goyangkan tubuh Aryo, tidak ada respon sama sekali.
Yang lain membalikkan tubuh Aryo. Begitu terkejutnya ketika melihat darah segar yang masih mengalir dari hidung Aryo dan melumuri sebagian wajahnya. Wajah pucatnya penuh dengan darah.
"Ayo angkat"
Mereka mengangkat Aryo dengan hati-hati. Ternyata ringan juga tubuh Aryo ini, satu orang saja sudah bisa mengangkat tubuhnya. Mereka mengangkat Aryo sambil berlari menuju ke klinik.
"Minggir.... minggir....." teriak salah seorang karyawan yang membantu mengangkat tubuh Aryo.
Karyawan yang tadi berhamburan keluar, menoleh ke arah suara itu. Langkah mereka terhenti ketika melihat bossnya dibopong oleh empat orang.
"Si boss kenapa?" tanya salah seorang karyawan wanita.
"Dia pingsan beneran tadi" jawab karyawan yang membopong Aryo sedikit membentak. Kecewa dia dengan perlakuan teman-temannya terhadap boss yang sudah merubah suasana di kantor itu.
Mereka yang membopong Aryo terus berlari tanpa menghiraukan pertanyaan-pertanyaan dari temannya. Benar-benar kecewa mereka. Darah masih mengalir dari hidung Aryo, tanpa dapat ditahan. Mukanya kini benar-benar pucat. Yang lain mengikuti mereka dari belakang, ikut-ikutan khawatir juga. Menyesal juga telah meninggalkan bossnya begitu saja. Hingga akhirnya orang yang membopong Aryo sampai dihadapan Nadia yang sedang bercanda dengan Putri, Risa dan Rini.
Nadia memperhatikan tubuh Aryo yang sedang dibopong, lengkap dengan darah yang menghiasi wajahnya. "Aryo kenapa?" tanya Nadia khawatir.
Yang membopong Aryo menatap tajam Nadia, mereka tidak menjawab. Mereka terus berlari membawa tubuh Aryo. Mata Nadia mulai berkaca-kaca, ia mengejar empat orang tadi. Ia tersadar kalau Aryo pingsan betulan. Menangislah dia. Rini, Putri dan Risa ikutan mengejar. Nadia memegang tangan Aryo yang lemas sambil menangis. Teman-temannya mencoba menenangkan, tapi tidak berhasil. Mereka sampai di klinik. Beruntung klinik itu mempunyai peralatan yang lengkap, sama seperti di rumah sakit. Begitupun dengan petugasnya, Aryo sengaja merekrut petugas klinik yang benar-benar berkompetensi dan menguasai keahlian di bidang kedokteran. Bahkan klinik itu bisa menampung dua puluh pasien sekaligus.
"Si boss kenapa?" tanya bu Indah, khawatir.
"Tadi pingsan beneran bu"
"Ya Allah. Ya udah, tidurin dulu" ujar bu Indah sambil mempersiapkan peralatan untuk merawat Aryo.
Mereka pun meletakkan tubuh Aryo di tempat tidur. Darah yang terus mengalir, segera membasahi seprai dan bantal disana. Nadia mengambil tissue. Darah yang belepotan di wajah Aryo disusutnya. Sekalian juga menyusut darah yang terus mengalir dari hidung. Benar-benar memprihatinkan kondisi Aryo ini.
Nadia terisak. "Yo, maafin gw" ucapnya lirih.
Rini mencoba menenangkan Nadia.
"Nad, si boss-nya ibu periksa dulu ya!" ujar bu Indah.
Nadia mengangguk.
Bu Indah mulai mengerjakan tugasnya. Ia memeriksa Aryo secara seksama. "Ta, ambilin cairan infus sama kantong darah!" seru bu Indah kepada assistennya yang bernama Dita.
Dita segera mengambilkan cairan infus dan darah. Beruntung golongan darah Aryo adalah O, jadi tidak susah untuk mendapatkan kantong darah untuknya. Tak seberapa lama, Dita datang dengan membawa beberapa kantong cairan infus dan darah. Ia mulai memasangkan selang ke tangan Aryo. Petugas yang lain mempersiapkan peralatan untuk perawatan Aryo.
"Mohon untuk yang lain keluar dulu" pinta bu Indah.
Karyawan yang lain pun menuruti perintah bu Indah. Ada yang menunggu diluar dan ada juga yang kembali ke aktifitasnya masing-masing. Disana tinggal bu Indah beserta petugas klinik, Nadia, Putri, Rini dan Risa yang setia menunggu Aryo tersadar dari pingsannya. Dan ada juga security yang tadi mengadu nyali dan kekuatan dengan Aryo. Ya, security itu masih tertidur setelah kepalanya ditendang Aryo.
Nadia masih terisak melihat kondisi Aryo yang begitu memprihatinkan. Ia terus memegang tangan Aryo dan berkali-kali pula ia meminta maaf kepada Aryo. Sahabatnya terus mencoba menenangkan Nadia.
"Udah Nad, tenang aja. Si boss cuma kehilangan darah aja, sekarang kondisinya sudah agak mulai membaik" ujar bu Indah setelah memeriksa kondisi Aryo.
Nadia menganggukkan kepalanya. Memang, muka Aryo kini tidak sepucat tadi. Mereka masih menunggu perkembangan dari kondisi Aryo. Ada juga karyawan yang bergantian menengok Aryo di klinik. Mereka sama-sama khawatir.
KAMU SEDANG MEMBACA
ʜᴀʀᴀᴘᴀɴ ᴅɪ ᴜᴊᴜɴɢ ꜱᴇɴᴊᴀ ✓
ChickLitAryo tersenyum, dia mengangkat tangan kanannya semacam orang yang menerima ajakan dari seseorang, lalu memandang langit-langit ruangan itu sambil terus tersenyum. "Yank, aku pulang duluan" ujar Aryo mantap. Matanya mengatup, tangannya terkulai lemas...