PART 66 [Asal Terawang]

9 1 0
                                    

Doni menganggukkan kepalanya, ia tidak berani berbicara lagi karena ia tahu bagaimana perasaan Aryo terhadap Vina waktu itu. Ia juga dapat cerita itu dari Vina sendiri. Memang, Vina itu orangnya sangat terbuka persis dengan Widi, Jessica dan Nadia.

=====================================================

“Emang hubungan antara kak Aryo sama Vina itu apa kak?” tanya Nina.

“Mereka temenan, cuma ikatan emosinya sudah terjalin kuat. Maklum dari kecil sampe SMA mereka terus bersama, maen bareng, makan bareng” jawab Widi.

“Kalo mandi bareng nggak, cuma sampe sekarang masih berharap sih bisa mandi bareng sama dia” jawab Aryo yang tiba-tiba muncul.

Orang-orang di ruangan itu menolehkan pandangannya kearah Aryo.

“Ini dia si omes" seru Indra lantang sambil menyambut Aryo.

Mereka tertawa.
Nadia tersenyum, sepertinya benar apa yang dikatakan Widi, sikap Aryo memang begitu, sering berubah drastis. Ia lega, ketika melihat Aryo baik-baik saja. Aryo disambut hangat oleh sahabat-sahabatnya. Memang, keadaannya terbalik, seharusnya Aryo yang menyambut sahabat-sahabatnya ini. Mereka sejenak mengobrol.

Aryo menghampiri Doni dan menempelkan kepalanya ke perut Doni. “Wah kak, kayaknya anaknya…”

Doni menjitak kepala Aryo. “Itu perut gw woei, maen tempel-tempelin aja lu. Mentang-mentang perut gw sekarang gendut” ujarnya sambil mengusap perutnya.

“O iya ya”

Tertawa semua.
Aryo berpindah posisi, menempelkan kepalanya ke perut Widi. Ia tersenyum.

“Gimana Yo?” tanya Doni penasaran.

“Anaknya bakalan ganteng, kayak gw Don” jawab Aryo.

“Jadi nggak mirip bapaknya?” tanya Doni kembali.

“Yee bapaknya mah nggak ganteng” jawab Aryo.

Jitakan itu sekali lagi mendarat telak di kepala Aryo, tapi tidak keras.
Nadia ikut-ikutan tertawa walaupun kondisi badannya masih lemah, tapi ia senang melihat Aryo yang kembali ceria. Berbeda sekali dengan sikapnya tadi siang yang tergolong begitu dingin. Apakah memang Aryo mempunyai dua sifat itu, ceria dan dingin, entahlah.

Aryo mendekati Jessica sambil memandang wajahnya dengan tatapan yang sendu seperti mau menangis, Jessica terkejut degan tatapan Aryo saat itu. “Sini gw terawang juga anak lu” ujarnya sambil tersenyum geli, ternyata tatapan sendu itu hasil acting juga. Aryo menempelkan kepalanya ke perut Jessica yang tengah hamil tua. Menurut dokter kandungan, si jabang bayi itu tidak lama lagi lahir ke dunia untuk melengkapi hidup Jessica dan suaminya. Aryo tersenyum sambil menggerak-gerakkan kedua alisnya, sungguh lucu ekspresi muka yang ditunjukkan Aryo saat itu, sehingga mengundang tawa bagi orang-orang yang memperhatikan tingkahnya. Ia menengadah memperhatikan Jessica.

“Gimana mas Aryo?” tanya Rizal, suami Jessica.

Aryo berdiri sambil tersenyum. “Anaknya bakalan cantik mas, kayak Jessica. Jadi boleh ya kalau saya macarin anaknya mas?” ujarnya bercanda.

“Ogah, ntar anak gw jadi bahan gombalan lu terus” jawab Jessica, suaminya tersenyum.

“Yah...” ucap Aryo kecewa.

Tertawa semua.
Mereka pun melanjutkan obrolannya yang seru, bahkan Nadia mulai lupa kalau dirinya sekarang sedang dirawat di Rumah Sakit. Ia ikut-ikutan bercanda disana. Tak terasa mereka mengobrol hampir satu jam lamanya, sehingga obrolan itu dicukupkan oleh Roy yang harus beraktivitas lagi esok hari. Walau dengan berat hati, mereka berpamitan. Karena untuk kondisi mereka yang sama-sama sibuk dengan kerjaan masing-masing, sungguh hal yang sangat menyenangkan disaat bisa berkumpul bersama.

“Eh Yo, Insya Allah bulan depan gw mau ngelangsungin pernikahan sama Citra” ujar Indra sambil memegang erat tangan Citra.

“Iya Yo, sebulan setelah itu gw sama Winda” ucap Agus sambil menggandeng calon istrinya.

“Wah, kampret semua lu ya. Pada sekongkolan kayaknya” ucap Aryo.

“Makanya lu cepetan nikah juga Yo, dua bulan setelah pernikahan Agus, gw mau ngelangsungin pernikahan juga” ujar Roy sambil menyandarkan kepala kekasihnya di pundaknya.

“Kampret, ada apa ini koq bisa bareng-bareng gini?” tanya Aryo heran.

“Ah, kita mah nggak mau lama-lama, entar karatan lagi” ucap Indra.

“Jadi kapan lu nyusul?” tanya Roy sambil melirik Nadia.

Aryo hanya tersenyum sambil garuk-garuk kepala.

“Udahlah, mau kapanpun waktunya itu keputusan loe Yo. Kita pamit dulu yah” ujar Doni sambil menepuk bahu Aryo.

Beberapa saat kemudian, mereka meninggalkan ruangan itu. Kini tinggallah Aryo, Nadia, Nina, Dini, mbok Ipah dan Dian yang masih asyik mengobrol. Lagi-lagi Aryo mendekati jendela, membuka gordennnya sambil memperhatikan langit yang penuh dengan bintang, entah apalagi yang kini ada di otak Aryo. Tak satupun yang berada di ruangan itu tahu apa yang sedang dipikirannya. Aryo membuka jendela, mengeluarkan satu batang rokok dan mulai menyulutnya. Ia menghisap rokoknya dalam-dalam, sepertinya pikirannya memang sedang kacau. Ia lebih asyik berdiam diri memperhatikan bintang-bintang, dibandingkan harus ikutan mengobrol dengan orang-orang disana.

Baru saja beberapa menit memandang keindahan langit malam, matanya memicing ke arah parkiran, entah apa yang dilihatnya. Dia mengucek-ngucek matanya. Ia benar-benar melotot.

ʜᴀʀᴀᴘᴀɴ ᴅɪ ᴜᴊᴜɴɢ ꜱᴇɴᴊᴀ ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang