Aryo masih memikirkan jawaban apa yang akan diberikannya kepada Nadia. Karena pertanyaan seperti itu belum pernah terpikirkan olehnya.
"Jadi jawabannya apa, Yo?"
“Emh, mungkin jodohnya ninggal duluan kali” jawab Aryo ngasal.
Nadia mendelik. “Terus kenapa ada cowok yang bini-nya banyak?”
“Kalo di sensus penduduk, cewek kan lebih banyak dari cowok, non!”
“Koq ada cewek yang punya suami lebih dari satu?” tanya Nadia kembali, tidak puas dengan jawaban Aryo tadi sepertinya.
“Berarti ceweknya udah pada ninggal. Jadi, cowok lebih banyak daripada cewek”
Nadia mengangkat kepalanya dan melotot ke arah Aryo. “Jawaban lu nggak memuaskan” gerutunya.
“Hehe, lagian ada-ada aja pertanyaan si non ini" balas Aryo. "Pergi yuk!” lanjutnya.
Nadia memandang Aryo dengan penuh heran. “Pergi kemana?”
“Ya, nanya ke yang tahu jawabannya”
“Nanya-nya ke siapa?” tanya Nadia dengan antusias.
“Ke Sang Pencipta” jawab Aryo enteng.
“Maksudnya maen ke akhirat gitu? Ogah” jawab Nadia.
Aryo terkekeh. "Nggak papa non, barengan saya aja. Entar saya gandeng deh tangan si non"
"Nggak nggak nggak. Lu aja sendiri yang berangkat sana. Entar kalo udah dapet jawabannya kasih tau gw ya" sergah Nadia.
"Dih, si non mah pengen enaknya aja. Nggak mau berjuang, payah ah" ledek Aryo.
"Lagian elu, ngajak ke tempat aneh kayak gitu"
"Yee, siapa juga yang mancing sama pertanyaan-pertanyaan aneh. Hayooo" balas Aryo tidak mau kalah.
"Udah ah, males gw debat sama elo" sergah Nadia.
Aryo terkekeh.
Akhirnya mereka melanjutkan obrolan yang panjang lebar, seperti tak ada bosan-bosannya. Padahal tiap hari bertemu, tidak di kantor tidak di rumah, mereka selalu bersama. Tapi memang sih, kalau melihat wajah Nadia itu takkan ada bosan-bosannya. Wajahnya yang cantik, kulit putih mulus, hidung mancung dan bibirnya yang tipis, makin menambah kecantikannya. Bohong kalau ada laki-laki yang membantah kecantikannya. Ditambah pembawaannya yang ceria. Wajahnya memang kelihatan judes, tapi kalau sudah kenal, dia itu ramah sekali.Sama seperti Nadia, wajah Aryo juga tidak menyiratkan orang yang ramah. Bahkan wajahnya bisa dibilang bengis, tampangnya tampang preman. Padahal aslinya ramah, slengean, suka bercanda, pokoknya ramahnya melebihi orang-orang yang mengaku ramah. Banyak teman-temannya yang berkata kalau wajah Aryo itu wajah menipu, ada-ada saja memang.
Beberapa menit kemudian, Nina dan Adit muncul. Pak Giri membukakan gerbang. Mereka masuk ke pekarangan rumah, tetapi Adit langsung pamit untuk pulang karena sudah larut malam, Nadia dan Aryo mempersilakan. Adit melambaikan tangan ke arah mereka. Lambaian tangan itu pun dibalas. Perlahan-lahan suara motor Adit menghilang dari pendengaran mereka.
Sementara itu, Nina menyerobot duduk diantara Nadia dan Aryo. Ia langsung mencium pipi kakaknya dan pipi Aryo, sepertinya dia sedang bahagia. “Ciee... ciee... yang lagi pacaran, mesra banget sih” ledek Nina.
“Enak aja lagi pacaran. Sok tau kamu, Nin” jawab Nadia ketus.
“Terus lagi ngapain dong, seorang cewek nyandarin kepalanya ke bahu cowok kalo bukan lagi pacaran? Ngaku.....” ledek Nina.
Aryo tersenyum sambil mengacak-ngacak rambutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ʜᴀʀᴀᴘᴀɴ ᴅɪ ᴜᴊᴜɴɢ ꜱᴇɴᴊᴀ ✓
ChickLitAryo tersenyum, dia mengangkat tangan kanannya semacam orang yang menerima ajakan dari seseorang, lalu memandang langit-langit ruangan itu sambil terus tersenyum. "Yank, aku pulang duluan" ujar Aryo mantap. Matanya mengatup, tangannya terkulai lemas...