PART 27 [Kebahagiaan Sahabat Karib]

43 4 0
                                    

Aryo duduk berhadapan dengan Vina, ia masih cengengesan setelah menelepon seseorang. Vina melotot bagaikan macan yang akan menerkam mangsanya, nyali Aryo mulai ciut, tapi ia masih saja tetap cengengesan.

"Ngaku nggak lu, jablay mana lagi yang lu panggil?" ancam Vina.

"Buset dah dikira gw nelpon jablay kali" bela Aryo.

"Udah, lu nggak bakalan bisa bohongin gw, ngaku aja lu" ancam Vina kembali.

"Yeee, siapa juga yang nelpon jablay, gw nelpon pecun kali" jawab Aryo.

Vina menggeleng, sebenarnya ia tahu kalau Aryo itu menelpon wanita panggilan hanya untuk menemaninya makan. "Kalo elu cuma mau makan aja gw temenin dah, batalin janji lu ama tu jablay" ujar Vina menawarkan diri.

"Kalo nemenin yang lain mau nggak? Tidur bareng misalnya" canda Aryo.

Vina melotot, mengepalkan tangannya dan mengarahkannya kepada Aryo. Beruntung refleks Aryo lebih cepat kali ini, ia bisa menghindari jab kanan yang dilancarkan Vina. Aryo garuk-garuk kepala, ia menghela nafas panjang sambil mengeluarkan HP dari saku jaketnya. Ia menelepon seseorang dan berbincang-bincang... klik... panggilan diputus. Ia menghampiri Vina kembali, duduk berhadapan.

“Jadi kerjaan lu SPG ya bek?” tanya Aryo.

“Udah ah, lu jangan panggil gw dengan sebutan bebek lagi. Gw kan udah nggak kayak dulu lagi” ucap Vina dengan nada marah yang dibuat-buat. Ia mengangkat tangan kanannya. Sebutan bebek tercipta karena pikir Aryo, tangan Vina itu seperti sayap bebek, ada-ada saja. “Yaa… mau gimana lagi Yo, saat ini kerjaan yang bisa gw kerjain cuma ini doang, yang penting halal deh” lanjut Vina sambil menundukkan kepalanya.

“Sorry, tapi nama itu udah melekat di lidah, pikiran dan hati gw sih. Jadi, ya mau gimana lagi” ujar Aryo sambil mengisap rokok yang tadi ia sulut. “Lu mau kerja di Rumah Sakit nggak? mumpung lagi ada lowongan, bagian administrasi keuangan. Mungkin berhubungan ama akuntansi kali ya”

“Waaah, kebetulan banget, jurusan gw akuntansi juga” ujar Vina dengan sangat bahagia. “Tapi kemaren-kemaren gw ngelamar kerja susah banget Yo”

Aryo beranjak dari tempat duduknya, menarik tangan Vina. “Ayo”

“Kemana?” tanya Vina, yang tidak tahu mau diajak kemana.

“Kita sambangin Rumah Sakitnya” jawab Aryo.

“Sekarang?” tanya Vina kembali.

“Taun depan” jawab Aryo. Vina beranjak dari tempat duduknya, ia berjalan disamping Aryo.

Sesampainya di lobby kantor, Aryo menitipkan pesan ke petugas receptionist bahwa ia akan keluar, petugas receptionist mengiyakan. Di parkiran kantor juga seperti itu, Vina heran dengan panggilan orang-orang kepada Aryo, sedangkan yang jadi sasaran mengaku kalau ia hanya karyawan biasa di perusahaan tersebut, mau didesak seperti apapun pasti ngakunya hanya karyawan biasa. Vina percaya saja dengan perkataan Aryo, ia tak lantas menelusuri lebih jauh lagi tentang panggilan orang-orang kepada Aryo.

Hampir satu jam perjalanan mereka tempuh menggunakan mobil karena diselingi macet-macet jalanan Jakarta. Hingga sampailah mereka di Rumah Sakit. Aryo tersenyum sambil sesekali bercanda dengan gaya khasnya. Mereka masuk ke sebuah ruangan yang di pintunya tertulis ‘Manager HRD’ kemudian langsung disambut oleh wanita dengan umur sekitar empat puluh tahun yang diketahui bernama bu Wiwid. Mereka berbincang-bincang dan memperkenalkan Vina yang akan melamar kerja di Rumah Sakit tesebut.

“Jadi gitu bu, temen saya ini kalo bisa ingin melamar kerja di sini. Mungkin kalo masih ada lowongan bisa hubungi saya bu” ujar Aryo menjelaskan.

“Kebetulan mas Aryo, sekarang sedang diadakan tes penerimaan karyawan baru untuk hari terakhir. Kalo mau, mbak Vina bisa langsung bergabung di ruangan sebelah” jawab bu Wiwid.

Wajah Vina yang tadinya berseri-seri berubah menjadi muram. “Tapi saya belum bawa berkas-berkas kelengkapan untuk melamar pekerjaan bu”

Bu Wiwid tersenyum. “Nggak papa mbak, banyak juga koq orang-orang yang sekarang mengikuti tes pada nggak bawa berkas kelengkapannya. Kami disini tidak melihat dari berkas kelengkapannya koq, kami melihat dari kepribadian dan keahliannya” jawab bu Wiwid sambil tersenyum.

Wajah Vina kembali memancarkan sinarnya. “Baju saya juga kayak gini bu" ucapnya sambil menarik bajunya.

“Nggak papa, ayo” ajak bu Wiwid sambil memegang tangan Vina setengah menarik.

“Jangan ngecewain gw yah” ujar Aryo tersenyum.

Vina mengangkat jempol tangannya. Bu Wiwid dan Vina memasuki ruangan tempat diadakannya test tersebut, semua peserta memandangi Vina yang masuk ke ruangan itu, mungkin karena dandanannya yang berbeda dengan peserta yang lain. Ia duduk di kursi paling belakang, karena kursi paling depan sudah diisi oleh para peserta yang lain. Terlihat bu Wiwid sedang berbincang dengan pengawas di ruangan itu, entah apa yang diperbincangkan. Pengawas test memberikan lembar soal dan jawaban kepada Vina. Vina dengan semangat mengerjakan semua soal yang diberikan, ia tidak peduli dengan pandangan peserta yang lain terhadap dandanannya.

Bu Wiwid kembali ke ruangannya dan berbincang dengan Aryo. Perbincangan singkat itu dicukupkan oleh Aryo karena ia harus kembali lagi ke kantor. Ia teringat dengan agendanya untuk meeting dengan kliennya, sebelum kembali ke kantor, ia menuju ke ruangan tempat test diadakan. Ia meminta izin kepada pengawas untuk berbicara dengan Vina dan dipersilakan oleh pengawas wanita tersebut. “Vin, inget kata-kata gw tadi ya, elu pasti bisa kan?” ucap Aryo dengan nada gembira.

Vina mengangguk sambil tersenyum.

“Sorry gw nggak bisa nemenin lu sampe kelar, gw ada meeting. O iya, kalo ntar balik, lu telpon gw ya, gw udah lama nggak ketemu sama enyak - babe” pinta Aryo.

“Nggak papa Yo, gw malah mau terima kasih banget sama elu, udah ngebantuin gw. Ya udah ntar gw telpon lu. Masalahnya gw udah pindah rumah” ucap Vina sambil tersenyum.

“Pantesan pas gw mau nganterin undangan kak Widi pada nggak ada, udah pindah rumah ternyata. Gw balik kantor dulu ya, jangan lupa telpon gw” ujar Aryo.

“Haah Widi udah nikah?”

“Udah lama kali, bentar lagi ponakan kita brojol” jawab Aryo.

“Kenapa lu nggak nelpon gw Yo?” tanya Vina serius.

“Hehe, nomor lu ganti-ganti terus"

Vina garuk-garuk kepala sambil tersenyum bodoh. Aryo tersenyum, wanita-wanita yang menjadi peserta penerimaan karyawan baru disana terpana melihat senyuman Aryo.

“Bu Dewi, terima kasih atas waktunya” ujar Aryo kepada pengawas test tersebut.

“Sama-sama mas Aryo” ucap bu Dewi.

Aryo beranjak dari ruangan tersebut. Baru saja sampai di pintu keluar, Ia berdiri mematung sambil melebarkan pandangannya. Ia berlari lagi ke dalam.

ʜᴀʀᴀᴘᴀɴ ᴅɪ ᴜᴊᴜɴɢ ꜱᴇɴᴊᴀ ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang