Mereka heran melihat Aryo yang berlari masuk kembali ke supermarket.
"Si boss kenapa mbak Nad?" tanya Amir.
"Nggak tau juga, Mir"
"Ah palingan ada barang yang lupa kebeli sama si boss!" sela Ujang.
Nadia dan Amir menganggukkan kepalanya.
Selagi menunggu Aryo, Ujang dan Amir mengangkat barang-barang yang telah dibeli ke mobil pick-up yang mereka bawa. Sementara itu, Aryo kembali ke kasir dimana dia tadi membayar semua barang belanjaannya. Berhubung kasir itu sedang kosong, Aryo menghampirinya."Eh mbak namanya siapa?" tembak Aryo.
"Elin mas" jawab kasir itu ramah.
"Udah punya pacar belum?"
"Ah mas ini pertanyaannya" ucap kasir itu.
Aryo berani seperti itu karena ia sering bertemu dengan Elin, bahkan sering sekali mereka mengobrol di supermarket ini. Tapi Aryo selalu lupa untuk sekedar menanyakan nama kasir ini. Mungkin keburu terpesona dengan kecantikan gadis ini.
"Seriusan saya nanya nih" ujar Aryo.
Elin hanya tersenyum. Penjajakan Aryo terganggu oleh orang-orang yang datang untuk membayar barang belanjaannya. Elin pun melayani pengunjung yang datang. Sepertinya otak anak ini memang sedikit terganggu, padahal sudah ada gadis cantik seperti Nadia yang menunggu pernyataan cintanya. Tapi ia masih saja melirik gadis lain, dasar lelaki. Beberapa detik kemudian, Aryo baru ingat kalau diluar ada Nadia, Ujang dan Amir yang sedang menunggunya.
"Jawabannya saya tunggu ya" ujar Aryo sambil beranjak dari tempat Elin. Dia berlari-lari kecil keluar. Ia melihat Nadia yang masih berdiri ditemani Ujang dan Amir. Aryo menghampiri. "Udah yuk"
"Koq nggak bawa apa-apa sih pak boss?" tanya Ujang.
"Emang gw harus bawa apaan?" Aryo balik bertanya.
"Lha, itu ke dalem abis ngapain?"
"Mau tau aja lu ini. Langsung ke panti ya" perintah Aryo.
“Siap pak boss”
Mereka beranjak dari supermarket itu, menuju ke panti asuhan.
Hanya butuh sekitar setengah jam untuk Aryo dan Nadia sampai di panti asuhan. Tapi Ujang dan Amir belum juga datang, terjebak macet mungkin. Aryo dan Nadia disambut oleh anak-anak panti dan para pengurus panti asuhan itu. Mereka mengobrol-ngobrol ringan diselingi canda tawa.Beberapa saat kemudian, suara klakson mobil terdengar nyaring dari luar, Aryo melihat melalui jendela. Terlihat Ujang dan Amir sedang menurunkan barang belanjaan Aryo.
“Yudi, Dhika, Lili bantuin kak Ujang sama kak Amir tuh” perintah Aryo.
“Bantuin apaan kak?” tanya Dhika.
“Keluar aja dulu”
Anak-anak itu beranjak keluar untuk menjalankan perintah dari Aryo.
Selepas itu mereka berlima membawa barang belanjaan masuk ke dalam rumah. Wajah Yudi, Dhika dan Lili terlihat bahagia setelah melihat barang-barang yang mereka bawa. Hadiah lagi...,“Boss, kita langsung ke pasar ya” ucap Amir.
Aryo menganggukkan kepalanya. “Jang - Mir, thanks ya”
“Heh, kirain manggil mau ngasih hadiah” ujar Ujang.
“Lu pada kan udah punya bini, malu lah kalo masih minta hadiah”
Tertawa semua.
“Entar gw kasih bonus dah” lanjut Aryo.
“Janji ya pak boss” ucap Amir.
“Iye”
Wajah Ujang dan Amir sumringah. Mereka pun pergi dari panti asuhan untuk melaksanakan tugasnya. Berperang dengan dinginnya malam dan rasa kantuk di pasar sambil menjajakan daging segar.
Barang belanjaan itu dibagikan secara adil oleh para pengurus panti asuhan.
“Yud, Linda sama Arin kemana?” tanya Aryo kepada Yudi.
“Lagi jaga toko sama warnet kak” jawab Yudi.
“Panggilin gih”
Yudi beranjak ke toko dan warnet untuk memanggil Linda dan Arin.
Kini panti asuhan itu sudah mempunyai toko kelontong yang dibangun dari uang Aryo, lengkap dengan mesin photo copy yang dibeli Aryo karena panti asuhan itu dekat dengan sekolah dari mulai TK sampai SMA. Ia juga membuat dan mengembangkan bisnis warnet. Sekarang anak-anak panti sudah mempunyai penghasilan sendiri dari hasil menjaga toko, tempat photo copy-an dan warnet. Aryo memberlakukan sistem kerja shift seperti di perusahaan-perusahaan besar, tetapi kalau tiba saatnya sekolah, pekerjaan menjaga toko dan warnet itu diserahkan kepada pengurus panti. Seluruh penghasilan dari menjaga toko, tempat photo copy dan warnet itu Aryo bagikan ke anak-anak panti asuhan dan sebagian ke pengurus panti, layaknya sistem penggajian di perusahaan, tetapi Aryo tidak mengambil uang sepeser pun dari hasil toko, photo copy dan warnet yang ia bangun, seluruhnya diberikan untuk kesejahteraan panti asuhan dan para penghuninya, sungguh mulia hati Aryo.Linda dan Arin menghampiri Aryo.
“Lin, Rin, kemaren kakak ke sekolah kalian. Kata wali kelas, prestasi belajar kalian koq menurun. Ada masalah?” tanya Aryo.
Linda dan Arin menundukkan kepala, dalam.
“Lebih enak cerita lho, daripada dipendem sendiri. Ya seenggaknya beban kalian bisa berkurang walaupun sedikit” lanjut Aryo.
Arin mengangkat kepalanya dan memandang Aryo. “Sebenernya...” kata-kata Arin terputus karena mendengar suara dari luar.
Mereka semua berhamburan keluar gara-gara mendengar suara ledakan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ʜᴀʀᴀᴘᴀɴ ᴅɪ ᴜᴊᴜɴɢ ꜱᴇɴᴊᴀ ✓
ChickLitAryo tersenyum, dia mengangkat tangan kanannya semacam orang yang menerima ajakan dari seseorang, lalu memandang langit-langit ruangan itu sambil terus tersenyum. "Yank, aku pulang duluan" ujar Aryo mantap. Matanya mengatup, tangannya terkulai lemas...