Nadia tersenyum. Ia menolehkan kepalanya ke arah jendela.
"Itu apaan Yo?" tanya Nadia terkejut.
Aryo menolehkan pandangannya ke arah jendela. Ia sama terkejutnya dengan Nadia.
===================================================
Jantung Aryo berdebar kencang melihat sesosok bayangan putih yang sedang berdiri di depan jendela. Kalau dilihat dengan jelas, sosok itu mirip dengan kuntilanak yang sering ditampilkan di tv. Sedangkan Nadia, ia melotot terdiam. Keringat bercucuran di sekujur tubuhnya melihat sosok itu. Tak berapa lama kemudian, sosok itu hilang.
"Non...,non..." ujar Aryo sambil mengguncangkan tubuh Nadia dengan agak keras.
Nadia masih terdiam melotot. Sepertinya ia benar-benar terkejut melihat sosok itu. Beberapa menit kemudian, Nadia tersadar. Ia memandang Aryo. "Yo...," ia menggenggam kencang tangan Aryo.
"Tenang non, cuma orang iseng itu"
"Gw takut, Yo" suaranya bergetar.
"Sebenarnya saya juga takut non. Ngeliat kuntilanak..." gumam Aryo. Dalam hati tentu.
Aryo pun mencoba menenangkan Nadia dengan seluruh kemampuan yang dimilikinya. Tak berapa lama, Nadia pun mulai tenang. Ia mulai bercanda lagi bersama Aryo. Sekitar setengah jam menunggu, Nina, Dini, mbok Ipah dan keluarga datang untuk menjenguk Nadia yang kini terbaring lemah di atas tempat tidur Rumah Sakit yang identik dengan bau obat. Entah mengapa juga, Aryo selalu membenci dengan keadaan di Rumah Sakit, ia selalu teringat dengan wajah-wajah putus asa yang berjuang untuk kesembuhan mereka.
Nina berlari menghampiri dan memeluk Nadia, begitupun mbok Ipah, ia terlihat sangat khawatir dengan keadaan Nadia, karena ia menganggap Nadia dan Nina adalah anaknya sendiri. Jelas saja mbok Ipah menganggap mereka sebagai anaknya sendiri, karena dia-lah yang mengurus Nadia dan Nina dari kecil di saat orangtua Nadia dan Nina sibuk mengurus kerjaan mereka. Memang, ikatan emosi antara mereka sangat kuat sekali layaknya ibu dan anak kandungnya sendiri.
Aryo berdiri dari kursinya dengan mimik muka yang berbeda dari biasanya. “Tolong jagain non Nadia ya" ucapnya. Ia beranjak dari ruangan itu sambil mengacak-ngacak rambut Dian tanpa berkata sepatah kata pun, Dian yang masih kecil tidak merasakan keanehan dari diri Aryo.
Dini memandang Aryo dengan tatapan penuh keheranan. Begitu pula dengan Nina dan mbok Ipah. Selepas Aryo keluar dari ruangan itu, Dini berinisiatif untuk menanyakan perihal perubahan sikap Aryo kepada Nadia. “Nad, si Aryo kenapa sih, koq beda banget. Nggak kayak biasanya?” tanya Dini penasaran.
“Entahlah Din, dari tadi siang kayak gitu. Gw aja heran dengan perubahan sikapnya itu”
Dini mengangguk. "Emang aneh anak satu itu"
Yang lain membenarkan.
Setelah dirasa agak tenang, mbok Ipah mulai menanyakan perihal Nadia bisa masuk Rumah Sakit. Ia ingin mendengarkan penjelasan dari Nadia. Wajahnya terlihat sangat khawatir dengan keadaan yang sedang dialami anak majikannya ini. Nadia menceritakan semuanya sedetail-detailnya. Nina, mbok Ipah, dan Dini mendengarkan secara seksama. Begitupun dengan Dian, ia memperhatikan 'orang-orang besar' ini bercerita, tanpa tahu makna pembicaraan tersebut.“Jadi kejadian ini yang kedua kalinya ya kak?” tanya Nina.
“Iya Nin, gara-gara kejadian ini juga, Aryo yang ketiban repot” ucap Nadia dengan nada penuh penyesalan.
“Haha, tenang aja Nad, si Aryo udah biasa koq kayak gitu…” ucap Doni yang tiba-tiba datang bersama istrinya, Widi yang tengah hamil tua.
“Nah, sekarang si mesumnya kemana?” tanya Roy yang datang bersama kekasih hatinya.
Datang pula Indra, Agus, Jessica bersama pasangan mereka masing-masing. Sepertinya mereka janjian untuk datang bareng menengok Nadia yang sedang terbaring lemah. Hebat juga tali persahabatan yang mereka jalin, dari mulai SMA sampai mereka sudah punya pasangan masing-masing, masih saja tetap kompak. Ramailah ruangan itu karena kehadiran mereka. Kecuali satu, Aryo, kemana Aryo?
“O iya, si mesum kemana? Udah lama gw nggak ketemu sama makhluk satu itu” ucap Indra menanyakan keberadaan Aryo. Memang dari dulu sampai sekarang julukan Aryo tidak pernah berubah.
“Justru itu, kayak ada yang aneh sama sikap dia hari ini. Dari tadi siang diajak ngobrol cuma jawab seperlunya aja. Biasanya kan sering becanda, hari ini dia jadi pendiem banget. Terus dia nyelonong keluar, entah kemana. Gw khawatir sama dia” jawab Nadia yang mulai bangun dari tempat tidurnya dan menyandarkan tubuhnya di sandaran tempat tidur itu. “Sebelum teleponan sama seseorang yang dia bilang cewek, sikapnya masih kayak biasanya. Abis itu, dia terus ngeliatin matahari tenggelam tanpa ngomong sepatah katapun” lanjutnya.
“Ceweknya siapa Nad?” tanya Jessica.
“Nggak tau gw juga, cuma tadi dia nyebut Vin Vin gitu. Entahlah siapa” jawab Nadia.
Widi mengangguk-anggukkan kepalanya sepertinya sudah mengerti dengan keadaan Aryo saat ini. “Tenang aja Nad, Aryo mah udah biasa koq kalo sikapnya berubah drastis kayak gitu. Mungkin yang ditelepon dia itu Vina, temen masa kecilnya Aryo”
“Vina, bun?” tanya Doni penasaran.
“Iya ayah, yang kemaren dateng ke rumah kita itu lho” jawab Widi.
Doni menganggukkan kepalanya, ia tidak berani berbicara lagi karena ia tahu bagaimana perasaan Aryo terhadap Vina waktu itu. Ia juga dapat cerita itu dari Vina sendiri. Memang, Vina itu orangnya sangat terbuka persis dengan Widi, Jessica dan Nadia.
KAMU SEDANG MEMBACA
ʜᴀʀᴀᴘᴀɴ ᴅɪ ᴜᴊᴜɴɢ ꜱᴇɴᴊᴀ ✓
ChickLitAryo tersenyum, dia mengangkat tangan kanannya semacam orang yang menerima ajakan dari seseorang, lalu memandang langit-langit ruangan itu sambil terus tersenyum. "Yank, aku pulang duluan" ujar Aryo mantap. Matanya mengatup, tangannya terkulai lemas...