Aryo berlari dari ruangannya dengan kaki yang sedikit pincang, hasil dari kecelakaannya beberapa tahun lalu.
"Kenapa pak boss?" tanya Risa penasaran.
Aryo tidak menjawab, ia berlalu begitu saja dari ruangan itu masuk ke lift dan turun ke bawah. Semua karyawan memandangnya penuh keheranan, entah apa yang sedang dikejar oleh Aryo. Sesampainya di bawah, ia terus berlari. Karyawan-karyawan yang menyapanya tidak ia jawab, ia terlalu sibuk dengan apa yang dikejarnya. Tepat di pintu keluar ia mengedarkan pandangannya.
Ketemu..., Dia berlari menuju pohon yang lumayan rindang yang terdapat di parkiran itu. "Hey....!" teriak Aryo.
Orang yang diteriakinya sejenak menghentikan langkah. Aryo menghampirinya. Pakaian yang dipakai orang tersebut benar-benar sama dengan Aryo, bahkan postur tubuhnya saja sama. Orang itu memalingkan wajahnya ke arah Aryo. Alangkah terkejutnya Aryo, ketika melihat orang tersebut. Ia bagaikan bercermin. Wajah orang itu benar-benar mirip dengannya. Aryo tertegun dan terpaku melihat keanehan tersebut, ia tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Ia mengucek-ngucek matanya, berharap semua itu hanya ilusi. Tapi orang itu masih berdiri dihadapannya. Aryo mencubit-cubit pipinya, sakit, berarti ini bukan mimpi. Aryo memicingkan matanya sambil mendekati orang tersebut. Baru beberapa langkah, orang itu melemparkan senyumnya kepada Aryo. Tidak ada yang berbeda dengan senyuman itu, itu memang senyumannya. Aryo benar-benar kaget dengan semua itu. Aryo memberanikan diri untuk mendekati kembarannya tersebut, ia hanya bisa menggelengkan kepala. Aryo terus mendekatinya, ia memegang bahu kembarannya, benar-benar nyata. Tubuh kembarannya tidak tembus macam hantu di film-film yang sering ditontonnya.
Kembaran Aryo terus tersenyum, ia memegang bahu Aryo hingga kembarannya itu memudar seperti asap yang hilang dibawa angin. Muncul selarik cahaya emas menjemput kembarannya melesat cepat menuju langit. Aryo makin heran dengan kejadian ini. Ia menatap langit biru yang cerah menghiasi kota Jakarta.
"Ya Allah, Maha Besar Engkau" gumam Aryo. Dia berlalu dari parkiran itu, berjalan keluar dari area kantor, celingak- celinguk disana, berjalan sebentar ke arah kanan, kemudian duduk di atas trotoar jalan sebelah tukang es cendol. "Mang satu ya" serunya memesan es cendol.
"Baik mas" jawab tukang es cendol.
Aryo mengusap-ngusap mukanya, seakan tidak percaya dengan kejadian yang baru saja ia alami. Mau tidak percaya, tapi semua itu nyata. Ia hanya bisa geleng-geleng kepala. Tukang es cendol itu memberikan satu gelas es cendol kepada Aryo. Aryo menerimanya.
"Mang, tadi liat kembaran saya nggak lewat sini?" tanya Aryo. Ia berharap bukan dia saja yang melihat kembarannya.
Tukang es cendol itu memperhatikan wajah Aryo lekat-lekat. "Nggak ngeliat mas, mamang dari tadi disini nggak ngeliat orang yang mirip sama si mas" jawab mamang.
Aryo menganggukkan kepalanya, kemudian mengobrol dengan mamang sambil meminum es cendolnya. Tapi pikirannya masih saja berkutat seputaran kembarannya yang ditemuinya. Aryo membayar es cendolnya dan beranjak dari trotoar jalan itu menuju kembali ke kantor. Ia terus saja merenungi kejadian yang barusan terjadi.
"Ah, mungkin Allah mau menunjukkan kekuasaannya yang lain"gumam Aryo lirih. Aryo masuk ke gedung kantor, naik ke lantai dua dan masuk ke ruangannya tanpa berkata-kata. Ia tidak peduli dengan karyawan-karyawan yang menanyakan mengapa ia berlari terburu-buru keluar.
“Eh, tapi tadi si boss nangis lho…”
Orang-orang tersentak kaget mendengar penuturan Rini karena mereka belum pernah sekalipun melihat Aryo menangis dihadapan mereka baik secara langsung maupun secara tidak sengaja.
“Nangis kenapa Rin?” tanya Nadia dengan nada penasarannya, begitu juga yang lainnya.
“Mana gw tau, mungkin terlalu menghayati lagu yang lagi didengernya kali" jawab Rini.
Mendengar jawaban dari Rini, orang-orang disana heran sambil bertanya-tanya mengapa Aryo menangis.
Terdengar handle pintu ditarik dari dalam ruangan Aryo, forum gossip langsung bubar karena melihat boss besar keluar dari ruangannya, sebenarnya Aryo tahu apa yang terjadi diluar hanya saja ia tidak mau membahas masalah itu, padahal dalam hatinya ia tertawa-tawa mendengar gossip para karyawannya. Aryo menghampiri meja Nadia dengan muka yang sedikit ditekuk, yang dihampiri menatap dengan heran tak tahu apa yang harus diucapkan. Aryo mulai mendekatkan bibirnya ke telinga Nadia dan membisikkan sesuatu, entah apa yang dibisikkannya, terlihat Nadia menahan tawa sekuatnya. Kemudian Aryo duduk di meja Nadia sambil mengobrol, sementara karyawan yang lain menatap Aryo dengan penuh keheranan.
Melintas seorang office boy dihadapan Aryo.
KAMU SEDANG MEMBACA
ʜᴀʀᴀᴘᴀɴ ᴅɪ ᴜᴊᴜɴɢ ꜱᴇɴᴊᴀ ✓
ChickLitAryo tersenyum, dia mengangkat tangan kanannya semacam orang yang menerima ajakan dari seseorang, lalu memandang langit-langit ruangan itu sambil terus tersenyum. "Yank, aku pulang duluan" ujar Aryo mantap. Matanya mengatup, tangannya terkulai lemas...