PART 26 [Pemaksaan]

34 3 0
                                    

Vina masih menundukkan kepalanya, ia berusaha untuk menata kembali pikirannya yang telah berantakan dengan pengakuan Aryo, sahabat dekatnya.

“Yo, entar bos lu marah lagi. Jam segini masih di kantin” ujar Vina mengalihkan topik pembicaraan sambil menunjuk jam tangan yang dipakai Aryo. Waktu itu memang menunjukkan pukul sepuluh pagi. Lama juga mereka mengobrol.

Aryo tertawa. “Nyante aja, gw deket banget koq sama si boss, mudah-mudahan gw nggak dimarahin” ujarnya kemudian menengguk minumannya.

Tak berapa lama, Rini menghampiri, ia menyunggingkan senyuman di bibir tipisnya. Aryo blingsatan. Benar-benar manis gadis satu ini, dengan rambut yang bergelombang dikuncir ekor kuda, kulit putih dan mata yang agak sedikit besar. Dan yang pastinya, payudara yang lumayan agak besar menghiasi dadanya.

“Dari tadi dicari-cari ternyata disini pak boss” ujar Rini sambil menyodorkan map merah.

“Hehe, sorry Rin, kita lagi nostalgila” jawab Aryo.

“Nostalgia pak boss, bukan nostalgila” ucap Rini membenarkan.

Aryo membuka map sambil membaca tulisan yang tertera di kertas tersebut.

“Mbak, pacarnya pak boss yah?” Rini akhirnya bertanya.

“Bukan mbak, saya temennya Aryo waktu SMP, Vina” ujar Vina sambil menyodorkan tangannya ke arah Rini.

“Rini” balas Rini menjabat tangannya Vina sambil tersenyum.

“O iya Rin, Vina ini dulu paling cantik lho di sekolahan kita. Sekarang juga masih” ucap Aryo.

Rini tersenyum.

“Sayangnya pas gw nyatain perasaan suka ke dia, dia-nya malah nolak, haha” lanjut Aryo sambil membubuhkan tandatangannya di kertas tersebut.

Rini tertawa. “Ternyata pak boss pernah ditolak cewek juga yah?”

“Haha, kampret lu Rin. Lu kira gw ini cowok yang sempurna apa?” ujar Aryo sambil tertawa. “Pokoknya lengkep cerita gw Rin, ditolak, diterima, dikhianatin, pokoknya pahit manisnya kehidupan udah gw rasain semua. Tapi jangan lu kira gw ini kayak Cu Pat Kai dalem felmnya Kera Sakti” ucap Aryo bercanda.

Rini dan Vina tertawa, sedetik kemudian Aryo ikut tertawa. Ramailah di kantin tersebut dengan suara tawa mereka.

“Rin, siang ada acara nggak?” tanya Aryo.

“Nggak ada pak boss, emangnya mau nraktir saya makan siang ya?” Rini balik bertanya.

“Kalo mau makan siang mah pesen aja tu sama bude Diah” ujar Aryo sambil tertawa.

“Bener nih pak boss?” Rini minta penegasan, wajahnya sumringah.

“Iyaa, tapi bayar sendiri” ucap Aryo.

“Yee, sama aja kalo gitu mah” Rini mencibir. Vina tersenyum

“Gw pinjem mobil lu dong Rin” pinta Aryo.

“Emang mau kemana sih pak boss?” tanya Rini menyelidik.

“Ada aja”

“Boleh, tapi bensin full ya pak boss” Rini nyengir lebar sambil memberikan kunci mobil dan STNKnya.

Aryo garuk-garuk kepala. Vina tersenyum melihat keakraban mereka.

“Eh pak boss, entar jam tiga sore kita ada agenda buat meeting sama klien" Rini mengingatkan.

“Siap ibu sekretaris” ujar Aryo sambil mencubit pelan dagu Rini, yang dicubit biasa saja karena Aryo sering berlaku begitu kepadanya, ia tidak marah. Malah dengan seperti itu mereka mendapatkan chemistry diantara keduanya.

Vina dan Rini tersenyum melihat tingkah Aryo yang tak mementingkan anggapan orang kepadanya. Apalagi Vina yang memang sudah tahu karakter Aryo dari zaman SMP. Tak berapa lama Rini beranjak dari tempat duduknya dan kembali ke tempat kerjanya.

Aryo mengeluarkan handphone dari saku celananya. “Bentar bek” ujarnya sambil berjalan menjauhi meja yang diduduki Vina. Terlihat Aryo sedang berbincang dengan seseorang di telepon. Vina juga memainkan handphonenya.

Vina menguping pembicaraan Aryo dengan seseorang, telinga gadis satu ini memang sensitif dengan pembicaraan-pembicaraan yang agak rahasia. Terutama perbincangan yang sering dilakukan oleh Aryo.

Aryo menghampiri Vina, ia cengengesan. Vina melotot. "Ngaku lu" ancam Vina.

Aryo nyengir. "Enggg.....!" susah untuk Aryo berbicara jujur kepada Vina.

"Ngaku lu" ancam Vina kembali.

ʜᴀʀᴀᴘᴀɴ ᴅɪ ᴜᴊᴜɴɢ ꜱᴇɴᴊᴀ ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang