Aryo dan Nadia berjalan beriringan keluar dari ruangan itu, ia masih mengusap-ngusap kepalanya yang bertabrakan dengan pintu.Nadia cengengesan melihat Aryo yang meringis kesakitan. "Pintu segede gitu maen tabrak-tabrak aja elu mah"
"Yee, tetep aja non. Walaupun segede gaban, kalo nggak keliatan mah sama aja, pasti ditubruk juga" jawab Aryo.
"Makanya, kalo jalan tu pake mata" tukas Nadia, sambil menjitak kepala Aryo.
"Dimana-mana jalan itu pake kaki non, kalo ngeliat pake mata. Ngendus pake idung. Kalo jalan pake mata gimana yah?" ucap Aryo sambil mengetuk-ngetukkan jari di keningnya.
"Bodo ah, emang susah ngomong sama elu mah" sela Nadia.
Mereka berjalan menuju tempat parkir kendaraan di Rumah Sakit itu, masuk ke dalam mobil dan melesat meninggalkan tempat itu.
Pukul setengah delapan, Aryo dan Nadia tiba di kantor. Nadia langsung naik ke lantai dua menuju meja kerjanya sedangkan Aryo mengobrol dulu di lobby kantor dan menyapa petugas receptionist yang ada disana, terlihat mereka sedang asyik berbincang. Sedang asyik-asyiknya ngobrol, mereka dikejutkan oleh sapaan seorang SPG yang menawarkan produk rokok dengan merk terkenal, SPG itu menjelaskan dengan sangat antusias. Aryo tidak begitu memperhatikan karena sibuk dengan karyawannya yang minta tanda tangan persetujuan untuk kemajuan perusahaan. Hingga akhirnya Aryo dan SPG tersebut bertemu pandang. Sambil memicingkan kedua matanya, Aryo memandangi SPG itu dan mendekatkan wajahnya ke arah SPG tersebut.
“Tengil” ujar SPG tersebut.
“Bebek” balas Aryo.
Dan ternyata SPG ini adalah Vina, sahabat SMA Aryo. Setelah sekian lama tidak bertemu, tak berubah juga kecantikan Vina. Gadis yang memiliki paras manis dan cantik dengan rambut hitam lurus tergerai panjang sepunggung, kulit putih seakan matahari pun tidak bisa menghitamkan kulit itu dengan sinarnya. Hidung mancung ditambah lesung pipi yang menambah kecantikan dirinya, mata coklat cerah dengan pandangan yang sedikit sayu melengkapi semua itu. Sungguh indah Ciptaan Tuhan yang satu ini.
Aryo agak mencondongkan badannya ke samping. “Eh bek, bokong lu masih semok aja ya” ujarnya sambil menepuk pantat Vina.
“Kampret lu” ujar Vina dengan nada marah. Kepalan tangannya mendarat telak di kepala Aryo. Sudah dua pukulan yang mendarat telak di kepala yang Aryo dapatkan pagi ini ditambah satu hasil kecelakaan dengan pintu.
Aryo nyengir, tapi ia melihat air mata yang mengumpul di kelopak mata Vina. Tanpa disadari, air mata itu jatuh di pipi putih Vina. “Iiiih, koq nangis sih, malu ah diliatin orang-orang. Entar make-up nya luntur lho” ujar Aryo sambil memandangi wajah Vina.
Vina memeluk Aryo, tanpa mempedulikan orang-orang yang terheran-heran melihatnya. “Lu kemana aja sih Yo?” tanya Vina yang menangis sesenggukan di pelukan Aryo.
“Lu mau nangis dulu apa ngomong dulu nih?” Aryo balik bertanya tapi tidak dijawab.
Vina terus saja menangis, sebenarnya Aryo ingin ketawa cuma ia tahan, karena ia merasa tidak etis dengan keadaan sahabatnya ini yang sedang menangis. Masalahnya ia baru kali ini melihat Vina menangis, sebelum-sebelumya ia adalah wanita dengan tempramen yang lumayan tinggi, suka memaksa. Maka Aryo pun heran dengan tingkah polah Vina pagi ini.
“Ya udah, puasin dulu deh nangisnya” lanjut Aryo sambil membelai rambut Vina yang tergerai panjang.
“Lu ini, ada cewek nangis bukannya ditenangin malah disuruh puasin nangis” ujar Vina sambil menangis.
Petugas receptionist wanita cekikian mendengar percakapan dua sahabat ini. Aryo menggaruk-garuk kepalanya dan mengangkat dagunya ke arah petugas receptionist yang ada di sampingnya. Petugas receptionist itu mengangkat bahunya, menandakan ia tidak tahu apa yang harus diperbuat.
KAMU SEDANG MEMBACA
ʜᴀʀᴀᴘᴀɴ ᴅɪ ᴜᴊᴜɴɢ ꜱᴇɴᴊᴀ ✓
ChickLitAryo tersenyum, dia mengangkat tangan kanannya semacam orang yang menerima ajakan dari seseorang, lalu memandang langit-langit ruangan itu sambil terus tersenyum. "Yank, aku pulang duluan" ujar Aryo mantap. Matanya mengatup, tangannya terkulai lemas...