PART 51 [Ucapan Sayang]

14 2 0
                                    

Aryo dan Nadia duduk berdampingan di sofa empuk sambil nongkrongin tv. Mereka rebutan remote tv, Nadia ingin menonton acara yang disukainya. Tetapi Aryo tidak mau. Pertengkaran pun terjadi hanya karena acara yang mereka tonton di tv. Padahal di kamar Nadia, ada juga tv. Tapi dasar Nadia, ia tidak ingin dan tidak berniat untuk mengalah. Mungkin ia ingin nonton tv bareng Aryo. Sayang, dua-duanya sama-sama keras kepala, macam anak kecil saja.

“Masya Allah, inget umur Yo, kartun masih ditonton” ledek Nadia.

“Bodo, yang penting bisa ketawa ngakak” jawab Aryo sambil menertawai tingkah karakter kartun yang sedang ditontonnya.

Nadia geleng-geleng kepala. Kesal betul dia, acara nontonnya harus diganggu oleh orang yang kurang tahu diri. Ya, Aryo. Ia menganggap Aryo sebagai orang yang tidak tahu diri. Hanya sementara tapi, nanti juga pasti dia akan mengembalikan status Aryo sebagai pengisi hatinya. Agak susah memang, menebak isi hati dan pikiran dari gadis cantik ini. Tak lama setelah itu, Aryo beranjak dari tempat duduknya.

“Kemana lu Yo?”

“Ke dapur” jawabnya singkat.

“Sekalian bikinin gw susu coklat anget dong” pinta Nadia.

"Ngapain bikin, kan si non udah punya susu, upss" kata-kata itu terputus. Ia menutup mulut dengan tangannya sendiri.

Nadia melotot sambil melemparkan bantal sofa, bantal itu mendarat tepat di muka Aryo. Kesal dia. Aryo mengusap-ngusap mukanya. Lumayan sakit. Ia ngacir. “Bikin aja sendiri” teriaknya sambil berlari ke dapur.

Nadia mendengus kesal. Ia mengganti channel tv yang sedang ditontonnya. Sialan Aryo ini, sudah mengganti channel tv, malah ditinggal begitu saja. Mana omongannya menjurus ke hal-hal yang begituan lagi. Tak berapa lama, Aryo kembali membawa dua gelas minuman, satu pesanan Nadia dan satu lagi minuman favoritnya, teh susu manis hangat. Ia menyodorkan minuman yang dipesan Nadia.

"Omongan lu tu bener-bener kagak disaring ya. Awas kalo ngomong kayak gitu lagi, gw palu gigi lu" ancam Nadia sambil melotot tajam.

"Iya non, ampun. Keceplosan tadi" jawab Aryo santai.

Nadia masih melotot. Tak tahan dengan tatapan maut Nadia, Aryo nyelonong keluar membawa minumannya dan asbak rokok.

“Eh kampret lu ya, orang lagi ngomong maen ngabur-ngabur aja. Terus mau kemana lagi lu?” tanya Nadia kesal.

“Ya, daripada nonton sinetron sambil disuguhin tatapan maut macan bunting mau nerkam, mending nonton bulan. Lagi indah-indahnya nih” jawab Aryo berlari keluar.

Memang edan anak satu ini. Entah katarak atau matanya yang picek. Gadis secantik Nadia disebut macan bunting. Ada-ada saja. Nadia mendengus kesal. Ia melanjutkan menonton sinetron yang tidak ada alang-ujurnya. Ditemani dengan rasa kesal yang menggumpal di dalam hatinya. Ponsel Nadia berdenting, ada sms masuk. Dari Aryo. "Kampret ni anak, deket aja maen sms-an" gumamnya. Ia membaca sms itu.

‘Non, tumben rambutnya dikuncir, kayak buntut kuda’

Nadia membalas sms itu. ‘Enak aja kayak buntut kuda. Elu tuh, badan tinggal selembar, rambut gondrong potongannya nggak jelas’

‘Hehehe…’

‘Gw udah sms panjang lebar, lu balesnya cuma hehe doang?’

‘Hehehe non, bukan hehe…’

‘Errrr… Lu terpesona yah ama kecatikan gw?’

‘Iya sih. Si non cantik, tapi sayang…’

Nadia menunggu lanjutan sms dari Aryo. Ia senyum-senyum sendiri, penasaran juga. Tapi sms itu tidak ada lanjutannya. Tak mau menunggu lama, akhirnya ia membalasnya.

‘Sayang kenapa?’

‘Emmmh, nggak papa. Tumben si non manggil saya sayang’

‘Aaaah…. Emang susah ngomong sama elu tuh’

‘Yee, kita nggak lagi ngomong. Kita lagi sms-an lho non’

‘Bodo ah’

Aryo yang membaca sms balasan dari Nadia ketawa-tawa, kena juga Nadia dibodohin olehnya. Sms itu tidak dibalasnya, bingung juga dia mau ngetik apa.
Memang Aryo ini beda dari yang lain, harusnya dilestarikan orang-orang seperti ini. Kalau orang-orang sepertinya punah, bisa bahaya. Pasti orang-orang seperti itu bakalan hilang dari dunia ini. Aryo menyulut rokok dan menghisapnya, asap tipis mulai membumbung tinggi. Ia benar-benar asyik memperhatikan bulan yang mengeluarkan sinar terangnya tanpa malu-malu. Suasana itupun bertambah indah ketika bintang-bintang bertaburan menghiasi langit malam yang cerah.

Niat Aryo ingin melanjutkan obrolan dengan pak Giri, tapi pak Giri sedang asyik mengobrol dengan seseorang ditelepon, mungkin istrinya atau juga anaknya. Aryo mengurungkan niatnya, akhirnya ia nongkrong sendirian di teras rumah ditemani segelas teh susu manis hangat dan sebungkus rokok sambil memperhatikan bulan yang tidak malu-malu untuk menampakkan wajahnya di langit yang berbintang.

Sedang asyik-asyik nongkrong sambil memperhatikan indahnya bulan, Nadia menghampiri dan duduk disampingnya. Aryo memperhatikan. Ia tersenyum sendiri, pandangannya enggan untuk berpindah.

ʜᴀʀᴀᴘᴀɴ ᴅɪ ᴜᴊᴜɴɢ ꜱᴇɴᴊᴀ ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang