Aryo melesat cepat meninggalkan kerumunan orang-orang itu, ia sudah tidak lagi memikirkan nasib orang yang terjatuh dari sepeda motornya.
Sampai di Rumah Sakit, ia mencari Vina yang ternyata sedang dikerumuni karyawan laki-laki Rumah Sakit, ada yang menanyakan tentang asal-usulnya dan basa-basi lainnya. Biasa, laki-laki. Aryo menghampiri. “Heh, bentar lagi mau nikah dia…” ujar Aryo.
Karyawan Rumah Sakit langsung memberi ruang untuk Aryo. “Eh pak, kapan dateng?” tanya salah seorang karyawan Rumah Sakit itu.
“Dari taun kemaren” canda Aryo.
Orang-orang di sana tertawa.
“Koq pak Aryo tau kalo Vina mau nikah?”
“Tanya aja sendiri sama dia” ujar Aryo sambil menunjuk Vina.
Karyawan Rumah Sakit langsung ramai-ramai bertanya, Vina membenarkan. Dia bilang sebulan lagi akan mengakhiri masa lajangnya. Hilanglah harapan laki-laki yang menggoda Vina, memang wajah Vina itu cantik ditambah orangnya ramah, tak ada seorang pun laki-laki yang tidak menaksirnya baik bujangan ataupun yang sudah beristri. Bodoh kalau ada laki-laki menolaknya. Bahkan Aryo pun pernah menyatakan perasaannya terhadap Vina. Sayang ditolak, kasihan.
Ngobrol-ngobrol sebentar, Aryo dan Vina langsung melesat pergi dari Rumah Sakit itu menuju ke rumah Vina. Sesampainya di rumah, Aryo langsung disambut dengan penuh haru oleh keluarga Vina, bahkan adiknya Vina pun tidak mau lepas dari pelukannya. Mereka makan malam bersama, shalat berjamaah juga.
Pukul sembilan malam Aryo pamit pulang dari rumah Vina.
“Kak, ntar maen lagi yah ke rumah Ocha” ujar Okta, adik Vina yang kini duduk di kelas satu SMA.
“Iya cantik. Eh, udah punya pacar belon?” tanya Aryo sambil mengacak-ngacak rambut Okta.
“Belum”
“Aaaah… boong itu nggak baik lho”
“Beneran”
“Kalo gitu mau nggak pacaran sama kakak?” canda Aryo.
Vina dan ayah ibunya tersenyum. Aryo tidak sungguh-sungguh mengatakan semua itu, karena ia menganggap Okta sebagai adiknya sendiri. Memang dulu Aryo mengharapkan untuk bisa meminang kakaknya, tapi apa daya, Vina tidak mau.
“Enggak” jawab Okta sambil menjulurkan lidahnya.
“Ya udah deh kalo nggak mau”
“Segitu doang? nggak ada usahanya banget” ujar Okta.
“Haha, diusahain bakalan capek neng. Apalagi kamunya udah nolak duluan. Kasian ah dipaksain juga” ujar Aryo sambil mengacak-ngacak rambut Okta.
Vina tertegun mendengar ucapan Aryo, ia teringat dengan kata-kata yang pernah Aryo katakan padanya di kantin kantor. Sungguh, ternyata rasa sakitnya itu baru datang belakangan disaat kata sayang, kata cinta dan kata maaf sudah terlambat untuk diucapkan. “Yo, kenapa waktu itu lu ngungkapin perasaan lu ke gw cuma sekali?” gumam Vina dalam hati. Ingatannya kembali menerawang jauh ke masa lalu.
Sungguh kenangan yang susah untuk dilupakan begitu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
ʜᴀʀᴀᴘᴀɴ ᴅɪ ᴜᴊᴜɴɢ ꜱᴇɴᴊᴀ ✓
ChickLitAryo tersenyum, dia mengangkat tangan kanannya semacam orang yang menerima ajakan dari seseorang, lalu memandang langit-langit ruangan itu sambil terus tersenyum. "Yank, aku pulang duluan" ujar Aryo mantap. Matanya mengatup, tangannya terkulai lemas...