Chapter 58

7.3K 346 10
                                    

Playlist : Alan Walker -
I Don't Wanna Go

Playlist : Alan Walker -I Don't Wanna Go

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Part ini agak-agak gimanaaa gitu

PLEASE, BIJAK DALAM MEMBACA!

🌷🌷🌷

Alunan melodi romantis yang dimainkan oleh para pemusik menjadi backsound yang indah. Hidangan tiap hidangan terus berganti manakala hampir habis untuk disuguhkan pada tamu.

Acara berlanjut ke sesi dansa bersama pasangan. Muda mudi semangat melakukan hal itu, tentu para orang tua tidak mau kalah.

Ketika acara memang berlangsung hingga malam tiba. Namun belum sempat matahari tenggelam di ufuk barat, Alaric sudah membawa kabur pengantin wanita.

"Al, resepsi kita belum selesai," Richelle menipiskan bibir dalam pelukan suaminya. Dimana Alaric membawanya ala bridal style.

"Kita tidak perlu terus-menerus menyambut para tamu. Masih ada orang tua kita yang sanggup menyapa mereka." Pungkasnya santai.

Seorang pria kepercayaannya sudah setia menanti di pintu mobil, lantas membukanya untuk sang tuan.

Alaric lebih dulu mendudukkan Richelle, baru lah ia menyusul dan duduk di sebelahnya. Berhimpitan. Tidak mau menyisakan jarak dengan sang istri.

"Kita ke hotel." Perintahnya pada Devano.

"Baik, sir."

Richelle menelan ludahnya dengan gugup. Kedua tangannya saling bertautan dan meremasnya. Dia tidak perlu bertanya-tanya akan terjadi apa saat kata 'hotel' yang terucap dari bibir Alaric.

Itu... Pasti, kan?

Harus bagaimana sikapnya nanti ketika Alaric meminta haknya? Sejujurnya Richelle masih takut serta tidak sepercaya diri itu.

Astaga, mendadak dia sudah seperti gadis belia yang khawatir akan diperawani oleh pria tua.

Lalu lalang jalanan kota yang mereka lewati cukup lengang. Sinar matahari masih menyala nyala walau kadar panas tidak menyengat saat di siang hari, mengingat sekarang baru pukul tiga sore.

Jika Richelle memalingkan wajahnya untuk memperhatikan jalan dari jendela mobil, lain halnya dengan Alaric yang terus-menerus menatap candu padanya.

Mulai dari hiasan yang tersemat di atas rambutnya yang dicepol tinggi yang hanya menyisakan anak rambut tipis-tipis. Leher jenjang itu memancingnya untuk menciptakan jejak kemerahan di sana.

Sampai pada kulit tubuh Richelle bagai porselen mahal, ia menggeram rendah teringat pada kain kurang bahan yang dipakainya. Akan ia pastikan gaun itu terkoyak tanpa bisa dikenakan lagi.

Richelle terkesiap saat tubuhnya tiba-tiba melayang sebelum akhirnya mendarat di atas paha Alaric.

"Astaga! Kau mengagetkan ku," pekiknya memukul bahu Alaric sedikit keras.

𝙾𝚞𝚛 𝙳𝚎𝚜𝚝𝚒𝚗𝚢 (#𝟸 𝙴𝙳𝙼𝙾𝙽𝙳 𝚂𝙴𝚁𝙸𝙴𝚂)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang