'Gak capek kamu berulah terus? Ayah begini karena Ayah peduli sama kamu! Dari awal Ayah gak setuju kamu masuk taekwondo karena fisik kamu yang gak memungkinkan untuk ikut. Tapi apa? Kamu keras kepala! Kamu ikut kelas taekwondo dan masuk rumah sakit berkali-kali karena ngedrop.'
'Ingat. Almarhumah Bunda kamu sibuk ngurusin kamu sampe Ardan sering ditinggal sendiri di rumah, sedangkan kondisi Ayah masih sibuk kerja di pabrik demi menghidupi keluarga Ayah. Setelah Bunda pergi, tanggungjawab Ayah bertambah. Nyari nafkah sama ngurus putra-putra Ayah. Tapi Ardan lebih Ayah fokuskan karena dia kekurangan perhatian sejak dulu. Jordan, kamu anak pertama, tapi kenapa kamu selalu nyusahin Ayah?'
'Gak habis pikir Ayah sama kamu. Kamu yang bikin Ayah kayak gini, Jordan. Jangan salahkan Ayah, pikir dengan otak kamu jika kamu punya dan masih berfungsi.'
'Sekarang Bunda udah gak ada, gak ada yang ngurus kamu setiap saat lagi. Jangan membebani Ayah sama fisik kamu yang lemah itu.'
Malam hari yang Jordan bayangkan di tempatnya tanding bukan seperti ini. Menginginkan kesunyian kamar, angin malam hari, serta sedikit suara yang ditimbulkan oleh alam yang mampu membuat Jordan terlelap dengan cepat—didampingi rasa lelah selepas beraktivitas seharian.
Ia ingin sekali cepat pergi ke alam mimpi yang nyatanya lebih indah dibanding kehidupannya yang asli. Namun semua kata-kata sang Ayah tidak bisa pergi. Hatinya nyeri ketika semua ucapan berputar-putar di dalam isi benaknya.
Kepala Jordan sakit.
"Bunda, Jordan bingung," lirihnya yang terus berjalan sembari memegangi perutnya yang sedikit perih.
Beberapa menit yang lalu Jordan membuka pintu rumah dengan gugup, terlebih lagi setelah ia sadar kalau motor dan sepatu Ayahnya sudah terletak di garasi rumah.
Saat itu, posisi Jordan baru saja pulang tanding sekaligus latihan. Tubuhnya tetap dipenuhi berkeringat meskipun sudah malam hari yang jelas-jelas udaranya lebih sejuk. Jordan sempat mengecek ponselnya dan benar saja jika pesannya yang ia kirimkan pada Ayah sama sekali belum dibaca.
Cowok itu siap menerima apa yang Ayah berikan kepadanya setelah ini.
Pria tersebut ternyata sudah menunggu kedatangannya sejak tadi di ruang tamu. Punggungnya menyender di sofa, tangannya bersedekap dada, dan wajahnya tampak menyembunyikan rasa jengkel terhadap dirinya.
Beruntung sang Ayah tidak memukuli Jordan atau membuat tubuhnya luka-luka hari ini. Ah, atau bahkan memberinya sebuah hukuman.
Ayah hanya menyemburkan sebuah kalimat-kalimat kekesalannya yang membuat Jordan merasa terpojoki, yang membuat Jordan stress akan isi pikirannya sendiri.
Fisik Jordan mungkin tidak terluka. Namun hatinya sangat terluka meskipun hanya karena perkataan Ayahnya saja.
"Aaarghh gue kacau!" erang Jordan seraya menendang sebuah kaleng kosong yang menghalangi jalannya.
Cowok itu mengacak-acak rambutnya kemudian menjambaknya dengan kuat. Rasanya ingin menangis tetapi tidak bisa.
Malam hari, tepat pukul 10 seorang bocah kelas 2 SMA tengah berkeliaran di luar sendirian dengan hoodie biru dan celana panjangnya.
Jordan berjalan menjauh dari tempat motornya diparkirkan. Ia berada di belakang Sekolah Teknik Mesin yang terletak di samping sekolahnya, berniat pergi ke warung kopi yang biasa Jordan kunjungi jika sedang kacau seperti ini.
Warkop langganan anak Florentia maupun anak sekolah yang ada di sebelahnya. Begitupun Jordan sendiri yang memang sudah sering ke sana, bahkan ia kenal dengan pemiliknya. Buka dari pukul 10 siang hingga larut malam, dan menjual makanan serta minuman di dalamnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, Jordan! || Yang Jungwon [√]
FanfictionCOMPLETE Ini tentang Jordan yang jatuh cinta sama kakak kelasnya. Highest rank #1 jungwonenhypen [250422] #1 yangjungwon [280522] Spin-off The Things About Us Fanfiction local vers. [START 20.03.22] [FINISH 27.06.22]