[24] hello, jordan!

613 143 10
                                    

"Iya, gue kerja di sini."

"Sejak kapan?"

"Baru. Gue habisin waktu buat kerja selama diskors karena tawuran waktu itu." Ia tersenyum tipis. "Maaf, Jordan udah jarang buka hape jadi gak sempet bales chat Kak Ana."

Menit demi menit berlalu. Kedua remaja SMA itu menghabiskan waktu dengan mengobrol di salah satu bangku di sana, bangku yang berada di paling pojok sehingga mereka bisa melihat pemandangan di luar melalui kaca jendela.

Saling melepas rindu satu sama lain, meski percakapannya selalu memiliki jeda cukup panjang hanya untuk beradu pandang—kemudian mengulum senyum dengan pipi merona.

Sungguh, kini Jordan tidak bisa menyembunyikan senyumnya lagi.

Terlebih-lebih ketika ia menyadari ada suatu perubahan dengan rambut kakak kelasnya itu. Potongan segi dengan layer pendek dan tipis serta bagian bawah yang bergelombang, ditambah helaian warna hitam yang dipadu oleh nada kecokelat-cokelatan membuat Ana tampak berbeda.

Tidak ada kata lain yang bisa Jordan sebutkan untuk mendeskripsikan sosok Ana selain kata cantik.

Cowok itu menghela napas berat karena hanya bisa mesem-mesem sejak tadi. Masih cukup asing baginya untuk mengenal lebih dalam yang namanya jatuh cinta.

"Aku gak bakal duga kalau kamu bakal kerja di toko ini. Jujur ini tempat aku beli roti, dan roti yang biasa aku kasih ke kamu tu belinya di sini tauuu." Ia tertawa di sela kalimatnya. "Aku bingung deh, kayaknya takdir lagi suka bikin aku sama kamu ketemu terus haha, aneh banget pemikiran aku."

Jordan berdeham, berusaha agar tidak salah tingkah saat ini juga. "Ceritanya panjang, Kak."

"Ceritain dong."

Baiklah, ini bukanlah saat untuk membongkar kartu aib, Jordan tidak akan menceritakan awal-awal ia bertemu dengan si pemilik toko roti dan menjadi seorang pekerja di sebuah toko—untuk yang pertama kalinya. Terlalu memalukan.

"I don't know... just... just an accident that made me like this. Waktu itu gue lagi jalan-jalan sendiri di sekitar sini, jalan kaki gak pake motor, terus tiba-tiba hujan and i don't have an umbrella or anything. Gak lama ada nenek-nenek yang nyuruh gue masuk ke toko rotinya. Katanya nenek itu biasa dipanggil budhe karena mukanya awet muda jadi gak cocok buat dipanggil nenek, di situ gue mulai ngobrol-ngobrol banyak sama beliau."

Ana kembali tertawa karena ekspresi menggemaskan yang Jordan buat selama bercerita. "Hahaha, iya, budhe emang aktif banget walaupun umurnya udah 60an. Hari-harinya cuman di toko rotinya, seneng banget tiap liat dia ngeladenin pelanggannya sambil bercanda-canda. Budhe sehat awet muda karena gak kebanyakan stress dan gak banyak pikiran."

"Kak Ana kayaknya deket banget sama budhe."

Ia mengangguk semangat. "Aku mulai sering ke sini sendirian dari SD kelas 5. Sering bantu-bantu juga."

Jordan manggut-manggut paham. Cowok itu lagi-lagi berkontak mata dengan Ana yang asik mengunyah roti melonnya, mengerti kalau Ana tengah menunggunya lanjut bercerita.

"Abis itu gimana?"

"Oh, mmm, awal kenapa gue bisa diterima kerja di sini karena gue ngusulin duluan. Gue liat budhe kerja sendirian udah gitu gak ada yang bantuin, jadi budhe ngasih lowongan buat gue, dan gue diterima jadi pekerja di sini buat yang pertama setelah sekian lama."

Sontak bibirnya melengkung ke atas dengan mata yang berbinar-binar menatap Jordan. Ana terharu mendengar cerita singkat dari Jordan tadi.

Ada rasa takjub dan bangga dalam dirinya terhadap anak itu, namun juga sedikit rasa sedih mengingat Jordan yang seharusnya fokus belajar malah mengambil bagian harinya untuk kerja paruh waktu.

Hello, Jordan! || Yang Jungwon [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang