[04] hello, jordan!

1.2K 271 49
                                    

"Jordan pulang."

Tidak ada yang menyahuti.

Ayah sebagai orang tua yang satu-satunya Jordan miliki itu sedang sibuk bekerja, tidak ada di rumah sekalipun hari sudah menjelang malam. Membiarkan putra-putranya menjaga habitat meski tahu hubungan antar keduanya memang tidak akan pernah rukun.

Lantas ia menghela napas panjang, pemandangan ini sudah tidak asing lagi baginya, selalu saja begitu dan mungkin akan tetap begitu entah sampai kapan. Ia sudah kehilangan suasana harmonisnya keluarga.

Jordan berjalan lunglai seusai membuka pintu rumah kemudian menutupnya kembali dengan rapat, kakinya melangkah masuk ke dalam kamar. Hanya lelah dan lapar yang Jordan rasakan sekarang. Tetapi ia tidak ada keinginan untuk makan sedikitpun.

Cowok pemilik lesung pipi itu membuka hoodie biru kemudian melempar hoodienya ke kasur dengan sembarang—menyisakan tubuhnya yang berbalut seragam latihan taekwondo atau mereka biasa menyebutnya sebagai dobok.

Benar sekali, Jordan berpulang ke rumah setelah berlatih di tempatnya belajar salah satu cabang olahraga bela diri tersebut. Anak ini merupakan atlet di sekolahnya, sering kali ditunjuk maju mewakili sekolah untuk memperebutkan berbagai kejuaraan dalam taekwondo, tentu ia tidak pernah pulang dengan tangan kosong selepas pertandingannya berakhir.

Satu fakta yang perlu diketahui, Jordan sudah memiliki gelar sabuk hitam taekwondo ketika usianya menginjak 14 tahun. Hebat bukan?

Ia mengusir jauh-jauh mengenai kebenaran bahwa dirinya memiliki kondisi fisik yang lemah. Bermula semenjak Jordan lulus Sekolah Dasar. Mengidolakan para atlet bela diri dari dalam maupun dari mancanegara membuat terdorongnya rasa semangat dan keinginan Jordan tuk maju. Baginya fisik yang lemah bukan penghalang, namun yang dibutuhkan hanyalah tekad juga keseriusan tatkala saat berusaha.

Dan usaha Jordan sampai detik ini patut diapresiasi. Perjuangannya melawan fisik yang lemah itu membuat Jordan merasa berhasil, daya tahan tubuhnya pun bertambah seiring berjalannya waktu.

Semuanya diawali ketika memasuki kelas 1 SMP lalu Jordan memaksa untuk ikut ekstrakulikuler olahraga bela diri di sekolahnya, taekwondo. Pilihannya sempat membuat sang Bunda khawatir, tetapi Jordan yakin pilihannya saat itu tidak mungkin salah.

Rasa semangatnya tak kunjung hilang meski berkali-kali terluka, jatuh sakit, tubuhnya melemah karena terlalu banyak beraktivitas, dan lain-lain. Jordan menikmati rasa sakitnya. Segala peluh dan lelahnya terbayar oleh kebahagiaan yang ia peroleh melalui penghargaan serta kasih sayang seorang keluarga.

"Gue capek anjing." Jordan mengeluh seraya menjatuhkan tubuhnya ke kasur, menimbulkan suara decitan yang cukup kencang di antara keheningan rumahnya ini.

Tangannya direntangkan, meregangkan seluruh otot-otot tubuhnya sambil mengerang karena hampir sekujur tubuhnya terasa pegal.

Jordan berlatih tanpa henti tadi bak orang yang kesetanan. Memukul dan menendang kayu yang sudah dibuat sedemikian rupa sehingga Jordan bisa berlatih sendirian, menghajar kayu tersebut seakan-akan dirinya berada di tengah pertandingan bersama si lawan.

Jordan ingin membuktikan bahwa dirinya bukan anak yang lemah meskipun Bunda sudah tidak ada di sisinya lagi. Mengeluarkan segala emosinya dan melampiaskan semua pada kayu tersebut.

Tulang bagian lengan dan kaki Jordan rasanya ngilu, ditambah sedikit luka-luka baru di sekitar lengannya pun ikut menghiasi.

Titik hitam itu bergulir, menyapu pandangan di sekeliling ruangan yang terlihat sepi dan hening. Tidak ada suara di sini, bahkan napasnya sendiri saja mampu ia dengar dengan jelas.

Hello, Jordan! || Yang Jungwon [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang