[29] hello, jordan!

586 121 11
                                    

Kaki jenjangnya berlari tergesa-gesa, tidak peduli jika banyak sepasang mata yang kesana-kemari memperhatikannya. Dengan cepat Rajen mendarat di hadapan murid kesayangannya, berjongkok seraya membersihkan luka milik Jordan yang tengah mengeluarkan banyak darah, wajahnya panik tak karuan.

"Baru kali ini gue liat lo diserang lawan sampe berdarah-darah."

"Dia ngebenturin kepalanya ke gue. Gue juga gak tau lukanya bakal kayak gini."

"Udah lo diem. Gue bersihin dulu." Cowok itu menyibak poni milik Jordan untuk membersihkan darah yang tersisa. Kini terlihat jelas luka yang menyebabkan cairan merah itu mengalir hingga mengotori paras milik Jordan, dan itu sukses membuat Rajen meringis. "Shh, aduh, sakit gak?"

"Sakit lah goblok, pake nanya."

Sontak ia menyentil bibir Jordan dengan raut yang berubah. "Ngomong yang sopan, Dek."

"Dak dek dak dek bacot luh tuwa."

"Ngeselin anjing."

Awalnya Jordan hanya ingin diam sambil menahan rasa perih pada luka dan juga tubuhnya, membiarkan pelatihnya itu mengurusi lukanya tersebut.

Namun matanya yang sedari tadi terpejam kembali terbuka, netranya langsung menangkap sosok yang telah mengukir sebuah luka pada keningnya. Masih menjadi pertanyaan sendiri bagi Jordan, apakah tindakan yang diperbuat oleh sang lawan adalah ketidaksengajaan atau memang sengaja?

"Si hogo biru tadi siapa namanya?"

"Liam."

Ah, Rajendra masih mengingat orang itu. "Lawan lo pas tanding waktu itu? Lo ketemu lagi sama dia? Kayak penguntit anjir."

Jordan memilih untuk tidak menjawabnya. Tangannya terkepal, menahan sakit setiap kali Rajen menyentuh lukanya itu dengan kapas.

Sebenarnya sudah biasa Jordan terluka. Tetapi sepertinya ini yang paling parah. Padahal sudah mengenakan pelindung namun keningnya masih bisa terluka, sepertinya ini memang disengaja.

Pertandingan diselesaikan begitu saja dengan skor yang terbilang tanggung untuk bisa diambil kesimpulan. Jordan tidak acuh, lagipula ini bukan pertandingan yang tengah merebutkan kejuaraan nasional.

Napasnya masih saja tidak beraturan meski Jordan sudah tak lagi di area tanding. Menahan rasa geram pada lawannya itu yang sengaja membenturkan kepalanya hingga ia terluka.

Rajen mulai berdiri selepas membersihkan sekaligus menutup luka di kening Jordan oleh perban. Ia menghela napasnya berat, membawa semua peralatannya yang dikemas ke dalam tas dengan rapi, kemudian mendudukkan bokongnya di kursi tepat di sebelah Jordan.

"Udah selesai, kan? Mau langsung pulang? Nanti gue urus perihal kejadian ini, lo tinggal duduk manis aja."

"Bang,"

"Hm?"

Jordan mengubah posisi duduknya jadi lebih miring ke arah Rajendra. Tangannya menunjuk luka yang tersampul perban. "Liat luka gue, Bang."

"Udah liat dari tadi."

"Kira-kira disengaja atau nggak?"

"Sengaja."

"Gue pernah cerita tentang tawuran di sekolah belum?"

Rajen berdeham sejenak. "Lo ikut tawuran karena pengen ngambil cewek yang dibawa sama kakak kelas lo di Blakasuta, habis itu lo nyerang banyak orang salah satunya Liam sama orang yang bawa cewek lo, terus—"

"Kayaknya ada hubungannya sama itu." Jordan menjatuhkan tatapannya ke bawah. "Dari waktu gue di warkop dan denger percakapan anak Blakasuta, kayaknya semua itu rencana Bang Liam, sampai sini juga gue berurusan lagi sama Bang Liam. Gue rasa dia mau jatuhin gue."

Hello, Jordan! || Yang Jungwon [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang