[36] hello, jordan!

479 111 7
                                    

"Kiw, cewek."

Ana yang baru saja datang dibuat kaget karena ulah Rajendra tiba-tiba menyembulkan kepalanya dari balik pintu. Namun reaksinya tak lebih, hanya tersenyum sambil agak membungkuk.

"Selamat pagi, Kak."

"Kaku amat, Neng. Santai aja kali kan udah saling kenal." Cowok dengan pakaian rumahan itu menepikan diri, mengisyaratkan Ana untuk masuk ke dalam. "Jordan lagi nungguin lo di dalem, susul aja sana. Gue mau ke kedai depan dulu buat beli makan siang kite bertiga."

Pundaknya ditepuk dua kali sebelum akhirnya ia ditinggalkan sendiri di depan pintu. Ana menghela napas panjang, ia takut kalau nanti akan canggung ketika berdua dengan Jordan seperti ini.

Sudah lama ia tidak bertukar sapa dengan anak itu. Mengirimi pesan saja tidak, kecuali kemarin pada saat dirinya membalas pesan saat Jordan mengechatnya tentang belajar bela diri.

Masih jam setengah sepuluh pagi, ia pergi ke sini tepatnya selepas berolahraga ringan di pagi-pagi buta. Jogging dan jalan santai misalnya. Rambutnya yang diikat kuda sudah agak lepek, Ana bahkan masih mengenakan baju kaos putih polos berbalut hoodie hijau guna menutupi keringat yang membasahi kaosnya, ia bawa satu kaos lagi di tasnya tetapi tidak sempat menemukan tempat berganti.

Dengan satu tarikan napas, tungkainya nekat melangkah masuk ke dalam menghampiri seseorang yang tengah asik bermain ponsel. Berwajah dingin tanpa ekspresi, sudut mata tajam dan lesung pipi yang telah menjadi ciri khas favoritnya, juga senyuman yang hanya ditunjukkan kepadanya, hal-hal tentang Jordan yang sungguh Ana rindukan.

Ana yang menjauhinya, namun Ana juga yang menahan rindu meskipun rasanya sulit. Berkali-kali ingin menyapa, mengobrol, mengajaknya ke perpustakaan, memberinya roti seperti biasa, mengirimi pesan random untuk bersenang-senang, pulang sekolah bareng dengan scoopy dan helm kebesaran milik Jordan, semuanya, Ana rindu.

Ingin sekali rasanya memeluk tubuh Jordan yang lebih besar darinya tersebut, bersender di bahu lebarnya sambil menceritakan semua apa yang terjadi di kesehariannya.

Sebesar apapun keinginan itu, Ana masih tetap tidak bisa melakukannya. Mungkin otaknya telah dicuci oleh perkataan-perkataan yang Liam lontarkan padanya, membuatnya sangat sulit tuk dekat atau mempercayai seseorang.

"Dek Jordan?" panggilnya dengan suara kecil, tapi di ruang yang dikuasai keheningan ini suaranya dapat ditangkap jelas oleh sang pemilik nama.

Kepala Jordan menoleh gesit, matanya melebar seketika seraya menjauhkan ponsel dari tangannya. "Oh? Kak Ana? Udah lama di sini?"

Ia menggeleng kikuk. "Aku baru dateng kok."

"Mau langsung aja?"

"Boleh."

Aneh saja perasaan Ana saat membuka percakapan dengan Jordan, setelah sekian lama tidak berbincang. Jordan tampak biasa-biasa saja, mengatakan sesuatu dari mulutnya dengan lancar, tidak seperti Ana yang terus merasa ragu ketika membuka mulut sedikit saja.

Hahh, tidak tahu saja Jordan sedang menutupi rasa gugupnya sekarang.

Ana menaruh tasnya di samping atas salah satu kursi yang ada di sana. Tangannya sibuk menelaah isi tasnya, mengambil botol air minum dan juga kaos hitam yang sudah ia siapkan dari rumah sebagai baju ganti.

Detik selanjutnya dua iris coklat milik Ana menjelajahi ruangan yang akan menjadi tempat latihannya tuk pertama kali. Tempat Jordan biasa berlatih.

Mengenalnya hingga ke sudut-sudut ruangan karena masih merasa asing dengan lingkungannya. Tidak banyak sebenarnya, tempat ini nyaris kosong. Hanya ada beberapa barang seperti kursi dan alat pendingin ruangan, juga barang-barang lain yang Ana tak ketahui namun ia yakin kalau itu adalah perlengkapan Jordan selama berlatih.

Hello, Jordan! || Yang Jungwon [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang