[45] hello, jordan!

670 117 19
                                    

"Gue nyerahin diri setelah gue bener-bener keluar dari geng motor. Gue diancem kalo keluar, mereka bakal ngumbar aib gue yang lama. Anggep aja gue dipenjara demi menghindari itu semua. Tapi gue gak akan pernah nyangka kalo lo ikut dibawa-bawa, padahal di sini gue yang salah tapi malah lo yang dikucilin. Gue gak tau itu. Maafin gue, Na."

"Semua kata-kata gue mungkin udah kayak alasan dan omong kosong doang bagi lo. Tapi gue mau banget hubungan kita jadi baik. Kata maaf gue bukan cuman buat mengakhiri permasalahan, gue menyesali semua dan pengen ngilangin semua rasa bersalah gue. Maaf juga gak bikin air mata lo balik lagi, jadi gue mau nebus itu semua nanti. Gue janji."

"Gue bakal berubah, Na. Tunggu gue keluar dari sini ya? Gue harap lo ada waktu luang biar gue bisa nepatin janji itu."

Ana memejamkan matanya rapat-rapat begitu kalimat dari Febian berdengung di dalam kepalanya. Ia hampir kehilangan fokusnya setiap kali memori itu berputar bagai sebuah cuplikan video, mengenai masa lalunya bersama Febian kemudian beralih pada kata-kata yang Febian ucapkan kepadanya beberapa menit lalu.

Betul, Ana menemui cowok itu saat berkunjung ke kantor polisi guna melihat keadaan Febian saat ini, sekaligus mengakhiri hubungannya secara face to face. Febian menceritakan awal hingga akhir yang terus terang mengatakan semua rasa penyesalannya, sangat panjang kisahnya, namun ada beberapa kalimat yang berhasil terngiang-ngiang di kepala Ana.

Tak hanya itu, ia juga bilang kalau Liam sedang tidak ada di sana karena sibuk menjalani perawatan akibat gangguan mental atau gangguan seksual. Nasib baik Ana tidak merasa trauma atau apapun itu setelah satu tahun lebih menjalin hubungan dengan kedua orang aneh tersebut, meski ada saat-saat di mana Ana ingin sekali merasa bebas dan stress berkepanjangan.

Hingga kini Ana tidak menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya selama ini kepada Aida maupun Dafa. Ia tidak ingin masalah yang sudah terlewat kembali terungkit, Ana juga tidak mau orangtuanya merasa cemas karena cerita masa lalunya.

"Eh!"

"Maaf, Kak! Maaf aku gak sengaja!"

Ana mengangguk kikuk sembari mengukir senyum. "Oh, iya, gapapa. Aku juga lagi gak fokus."

"Sekali lagi maaf ya, Kak!" Kakinya melangkah pergi menjauh dari Ana, membawa temannya pergi dari sana. Gadis berkuncir kuda itu sontak memukul teman yang ada di sebelahnya. "Lo sih! Ngapain coba dorong-dorong gue pas lagi lari? Kan jadi nabrak Kakak yang tadi!"

"Gak sengaja. Habisnya gue gak sabar ketemu Kakak roti yang kemaren. Kali ini gue bakal minta foto bareng! Harus foto bareng! Iya! Harus!"

"Lo naksir?"

"Gila ya? Siapa yang gak naksir coba?!"

Hanya beberapa langkah lagi Ana akan sampai di toko roti tempat Jordan bekerja paruh waktu. Yah, memang itu tujuannya seusai berkunjung ke kantor polisi. Siang hari yang tak begitu terik ini Ana menyempatkan diri untuk melihat suasana toko roti yang biasa ia datangi.

Bukannya kembali berjalan, Ana malah terdiam di tempatnya tanpa berkutik sedikitpun, tepat setelah mendengar percakapan singkat dua siswi yang memakai seragam smp itu. Siapa yang dimaksud ‘Kakak roti’? Terus naksir? Dua bocah itu naksir sama Kakak roti itu kah?

Matanya melirik dua sejoli itu lagi yang ternyata memiliki tujuan yang sama dengan Ana. Jadi, yang dimaksud Kakak roti itu Jordan?

Ana mendengus seraya berkacak pinggang. Tungkainya melangkah ke arah pintu masuk toko roti tersebut dengan tidak santainya. "Belakangan ini dia jadi idola bocah smp rupanya. Betah banget."

Pintu terbuka, aroma nikmat toko roti yang berasal dari panggangan menyeruak begitu Ana masuk ke dalam. Suasana toko yang sepi tak lagi Ana dapatkan di hadapannya, justru ada banyak anak-anak sekolah yang sedang menikmati roti-roti yang ada di sana. Tapi dibanding laki-laki, pelanggan toko ini lebih banyak diisi oleh para gadis yang Ana kira sih lebih muda dari dirinya.

Hello, Jordan! || Yang Jungwon [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang