[11] hello, jordan!

926 191 28
                                    

Jordan mengatur napasnya yang menggebu-gebu itu. Tangannya yang sudah sedikit ngilu diturunkan ke bawah, menyeka peluh tersebut dengan gestur sedikit kasar.

Cukup lama ia memukuli kayu-kayu di hadapannya menggunakan seluruh tenaga dalam. Keringat terus bercucuran di punggung juga dahi—mengalir kemudian membasahi dobok yang sedang dipakai olehnya.

Ia menoleh begitu sadar ada seseorang yang mendekati. Seketika wajahnya dihiasi senyuman waktu suara tepuk tangan yang bersumber dari seseorang menyelonong ke dalam indera pendengarannya. Jordan membungkuk hormat.

"Kayaknya makin ke sini lo semakin baik. Pertahankan, ya."

Cowok itu membalasnya dengan satu kali anggukan kepala. Tangannya sibuk membenarkan dobok yang sedikit terbuka seraya berkata, "Terima kasih."

"Memang udah pantas lo dipuji." Lelaki yang terbiasa dipanggil Rajen itu menepuk bahu lebar Jordan kemudian merangkul akrab, menyerahkan sekaleng soda yang berada di tangan satunya. "Minum dulu gih."

"Bang Rajen gak pulang?"

"Nggak. Gue gak bisa biarin murid gue latihan sendiri kayak orang kesurupan. Liat tangan lo," cakap Rajen. Membuat sorot mata Jordan beralih pada luka-luka tangannya yang ada di balik hand wrap. "Lo cuman lagi nambahin kekuatan lo, bukan tanding. Don't be too hard on yourself, Dek."

Minuman soda yang ada di genggamannya tidak menarik, ia tidak ingin meminumnya sekarang meskipun dahaga mulai merangsang tenggorokan.

Jordan diam.

"Gue paham, Bang."

"Terus kenapa lo lakuin ini semua? Lo bisa istirahat padahal, besok kan mau lomba katanya."

"Gue cuman gugup aja sama besok. Gue lomba, tapi gue udah gak ditemenin Bunda. Gue takut tiba-tiba gue drop di sana, dari sekarang gue pastiin diri gue udah siap." Ia menghela napas. "Iya gue salah. Maaf."

Rajen membungkuk, menyamakan tingginya dengan sang murid. "Lo yakin gak kalo lo bisa?"

Ia mengangguk ragu.

"Yakin gak?"

"Yakin gak yakin. Kita gak tau apa yang terjadi selanjutnya, bisa aja awalnya gue bisa tapi beberapa menit kemudian pingsan—"

"Kalo yakin, kalo lo percaya diri, lo gak mungkin meragukan diri lo sendiri. Lo yakin lo bisa bertahan sampai akhir. Buktiin kalo lo bisa, kayak yang lo bilang ke Bunda lo waktu itu. Di samping fisik lo lemah, raga lo gak pernah lemah buat berusaha melakukan apa yang lo inginkan."

Rajen menepuk pelan dada Jordan dengan kepalan tangannya. "Liat diri lo sekarang, lo atlet remaja, lo keren, lo banyak penggemar. How can i not be proud of you, boy? Jangan begini, harus pede, harus yakin kalo lo bisa. Lo udah bekerja keras, Jordan. Sekarang waktunya lo istirahat."

Mematung di tempat tanpa bergeming sedikitpun adalah sesuatu yang tengah dilakukan Jordan saat ini. Memikirkan semua perkataan pelatihnya tersebut yang menurutnya benar.

Jordan merupakan anak yang penuh dengan penuh tanda tanya besar di kepalanya.

Gue harus gimana? Gue harus berbuat apa? Gue bisa apa? Kenapa kayak gini? Apa yang harus gue lakukan sekarang?

Sungguh, Jordan selalu menanam banyak rasa bingung itu pada waktu yang lumayan lama.

Ia tersesat dalam pikirannya sendiri.

Namun begitu menemukan seorang luar biasa dari salah satu idolanya tersebut, Jordan menemukan jalan keluar dari semua pertanyaan-pertanyaan di dalam pikirannya.

Hello, Jordan! || Yang Jungwon [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang