[38] hello, jordan!

508 112 15
                                    

Menikmati senja serta angin sejuk yang sesekali bertiup menerpa permukaan wajahnya. Menjadikan persahabatan antar jalan raya dan kendaraan yang melintas menuju arah pulang sebagai pemandangan usai masuknya jam pulang kerja—di mana orang-orang berwajah lelah
dengan hati riang tengah bersemangat ingin menyambut kasur empuk di rumah, melepas rasa penatnya selama bekerja seharian.

Halte bis. Dari sini, Ana bisa melihat sibuknya aktivitas para manusia. Dan ia malah merasa sedih sendiri karena dirinya hanya asik menonton sambil menghabiskan roti melon juga susu kotaknya, seharusnya Ana bisa pulang lebih cepat dan membantu Aida untuk menghantarkan pesanan para pelanggannya.

Ya, tidak jarang Ana ikut campur tangan dengan bisnis katering sang ibu. Seperti biasa Ana akan disuruh membawa pesanan itu ke tempat yang jaraknya tidak terlalu jauh menggunakan motor.

Kata Aida, akan sia-sia jika kemampuan Ana untuk mengendarai motor tidak dimanfaatkan. Selagi belum dibelikan motor untuk pulang pergi sekolah, jadi Ana bisa membantunya menjalankan bisnis katering ini.

Terasa membosankan bagi Ana jika ia langsung pulang ke rumah begitu jam sekolah selesai. Maka dari itu, Ana memutuskan untuk menghabiskan waktunya di sini bersama para pengganjal perut.

Cukup menyenangkan. Ia kembali merasakan ketenangan dan bisa menghirup napas dengan damai, membuang ingatan mengenai perkataan serta perilaku buruk yang murid-murid terjunkan padanya.

"Gimana?"

Ana menghela napas panjang. "Biasa aja. Gak seberat awal-awal gosip itu nyebar, aku udah bisa ngehibur diri sendiri biar lupa sama omongan orang."

"Pinter," pujinya hangat.

Memandang lamat paras menawan gadis yang selalu membuatnya terpikat tersebut, sampai-sampai tidak sadar bahwa dirinya sedang mengukir senyum nan memaknakan sesuatu.

Hahh, tak tahu saja kalau Ana sudah muak ditatap atau diberi senyuman seperti itu oleh Liam. Rasanya Ana langsung gugup seketika, mau pergi tetapi pergerakannya tertahan di sana.

Keinginannya untuk menyendiri lagi-lagi terusik sesaat sosok ini hadir. Padahal Ana hanya butuh istirahat, namun sekadar menolak dan mengusir Liam rasanya ia tidak bisa.

Kelemahan yang membuatnya tidak bisa untuk melawan seseorang masih tertanam rupanya.

"Oh iya, lo tau kabar Febian sekarang gimana?"

"Dipenjara."

Ana berdoa dalam hati, semoga saja bis yang sesuai dengan tujuannya cepat datang kemari.

"Dia juga keluar geng motor. Yah, padahal ancamannya kalo dia beneran keluar aib dia yang udah ditutupin sejak lama mau dibongkar," curhatnya. Liam menyender di punggung kursi, kemudian tangannya dilebarkan seakan-akan sedang merangkul Ana. "Tapi Febian sendiri nggak ngerasa keberatan sama itu, justru bokapnya yang sekarang kewalahan buat bersihin namanya lagi."

Yang menyimak hanya manggut-manggut paham.

"Ada bagusnya juga. Febian juga Febiannya jadi ngakuin kesalahannya, dan dia juga mmm... dia mau ngehukum... diri dia sendiri. Aku... cukup lega."

Liam mencondongkan dirinya, mengikis jarak di antara keduanya sampai bibirnya berada tepat di depan telinga Ana. Kemudian dia berbisik, "Lo gugup lagi."

"Kenapa? Kebiasaan lo yang selalu mendadak gagap kalo lagi sama gue masih ada ya? Padahal kemaren-kemaren biasa aja," lanjutnya dengan nada kecewa.

Alih-alih menunjukkan wajah ketakutan atau semacamnya, justru Ana malah tertawa canggung sambil menggaruk kulit kepalanya kikuk. Ia berusaha merubah situasi aneh ini.

Hello, Jordan! || Yang Jungwon [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang