Pening seketika menyerang, aku menutup laptop yang masih menyala dengan kasar. Persetan file yang belum tersimpan. Pikiranku saat ini masih dipenuhi kalimat ibu yang terakhir. Demi Tuhan, kenapa wanita yang berstatus sebagai ibuku itu selalu meminta pulang secara dadakan? Apakah beliau tidak tahu kalau anak cantiknya ini sedang memiliki kerjaan sebanyak tumpukan dosa?
"Ibu juga ngapain pake ngancem segala, sih?" Aku mengusap wajah gusar. Bingung? Tentu saja. Inilah yang aku tidak suka, selalu saja mengiyakan apa perintah ibu negara tanpa bisa memberikan alasan untuk menolak. Ibu memintaku pulang besok, kalau tidak beliau tidak akan menganggap aku sebagai anak tercantiknya lagi. Ya, secara aku ini adalah satu-satunya anak perempuan di rumah, dan ... tertua.
Astaga! Aku masih tidak mengerti dengan jalan pikiran ibu. Padahal, umurku ini baru saja genap dua puluh lima tahun, sudah didesak nikah saja. Boro-boro nikah, punya gebetan aja belum. Mau nikah sama siapa?
"Kayaknya aku bilang nggak ada pesawat aja, deh. Lagian kalo naik bus, bisa-bisa bokongku jadi setipis tisu." Clara tersenyum senang dan menepuk tangannya sendiri seraya spontan berdiri, kegirangan dengan ide cemerlangnya. Namun, seperkian detik Clara terduduk lunglai kembali saat mengingat satu hal.
Kanjeng ratu tidak bisa dibohongi! Clara yakin, dengan kekuatan perserikatan ibu-ibu yang diikuti kanjeng ratu, informasi apa pun tentang kereta aktif bisa dengan mudah diketahui.
Ya Tuhan, cobaan ini terlalu berat. Besok aku ada acara pertemuan dengan editor novelku dan tanpa mau tahu bagaimana caranya, ibu memintaku pulang besok!
Di saat sedang larut dalam kegalauanku, suara notifikasi dari ponsel genggam yang kuletakkan di samping laptop mengeluarkanku dari lamunan. Menatap malas ke arah ponsel yang terus saja berdenting, aku menghela napas. Gara-gara ibu, moodku jadi tidak karuan. Tapi, jiwa kepoku akhirnya terpancing hingga dengan cepat menyambar gawai itu dan memandangi layarnya.
"Siapa, sih?" Keningku berkerut ketika mendapati nomor yang tidak dikenal mengirimiku pesan. Satu, dua, tiga. Ada tiga pesan yang masuk. Daripada membuat jiwa kepoku meronta, aku segera membuka pesan itu. Ada tiga rentetan pesan yang membuat bola mataku nyaris keluar saking terkejutnya.
08136778xxx
Clara Abimana?
Saya Arvananda Putra Wijaya Pradipta
Suami kamu. 🙂
□□□□□□□□□□□□□□□□□□■■□□□□□□□□□□□□□□□□
Tbc...
Tadaaaa!
Cerita romance kedua yang kutulis.
Tolong beri tepuk tangan!
Prok banyak2
Jujur, sih, aku gugup banget nulis ini. Takut keseleolah, takut patahlah, takut inilah, itulah. Pokonya banyak ketakutan yang bergentayangan di diriku. Tapi, aku berusaha ngelawan biar ide caem ini nggak terbuang sia-sia kayak cintaku padamu wahai suami orang. 🤣🤣 #retjehkaliaku
Pokoknya kalen kudu kasih apresiasi. Tekan bintang sekali di pojok kiri, terus kasih komentar apa pun yang buat aku senang #ngelunjak
Oia, aku masu spill sisa blurb anak romance yaaa. Ini diaaa!
See u ajadeh!
Salam, Zea.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jika Bulan Tak Menemukan Sinarnya (TAMAT)
RomanceDari sekian banyak kesialan di dunia ini, kenapa Clara Abimana harus memasuki dunia novel buatannya sendiri? Bagus jika ia menjadi pemeran utama yang dilimpahi kasih sayang serta keromantisan sang suami, Clara akan sangat bersenang hati menerima tak...