Tujuh Belas

3.6K 377 18
                                    

Elena's PoV

Kotak berisi bangkai kucing yang berlumur darah itu terhempas di lantai setelah sponitas tanganku melemparnya. Tubuhku melemas beriringan dengan terhamburnya potongan tubuh kucing yang membuat perutku mulas dan dadaku sesak. Sementara Mas Abi langsung mendekap tubuhku dan membawa duduk di bibir ranjang.

"Mas ... kucingnya ...." Siapa yang tega melakukan hal keji itu pada seekor kucing?! Demi Tuhan, kakiku terasa seperti jelly karena tidak tahan melihat tubuh kucing yang mengenaskan itu terorok di lantai kamar.

"Tenang, Elena." Mas Abi membawaku ke dalam pelukannya, membuatku bersandar nyaman di dada bidangnya. Mas Abi mengsusap punggungku sembari menggumamkan kalimat yang mampu membuat perasaanku sedikit membaik. "Saya akan melindungi kamu."

Entah kenapa aku merasa tenang ketika Mas Abi melontarkan kalimat tersebut. Rasanya ... seperti mantra ajaib yang dalam sekejap bisa mengubah suasana hati. Namun, pikiranku yang tiba-tiba teringat dengan surat misterius kemarin malam, membuat hatiku kembali risau.

"Dua kali. Dan yang kedua terornya lebih mengerikan."

Bagaimana jika teror selanjutnya lebih mengerikan daripada ini?

Sebenarnya siapa, sih, yang menerorku? Dan apa maunya? Delima? Tidak mungkin! Bagitu kata Clara. Karena dilihat dari sisi mana pun, Delima tidak mendapatkan keuntungan apa-apa dengan menerorku. Lalu siapa?

Mas Alan? Mustahil!

Dia menyayangiku, tidak mungkin Mas Alan melakukan hal yang membuat orang yang dia sayangi ketakutan. Lantas siapa?! Argh! Aku benci jika terus menduga tanpa menemukan jawab dari sebuah tanya!

"Saya akan cari tau. Jangan khawatir. Selagi kamu berada di sisi saya, kamu akan baik-baik aja." Mas Abi berkata lembut, dia terus saja mengusap punggungku, memberikan ketenangan yang membuatku merasa nyaman.

"Tapi, Mas ..." Aku melepaskan diri dari Mas Abi, mendongkak menatap wajahnyas, "surat kemarin itu. Dia minta aku jauhin kamu!" Benar! Di surat itu tertulis, aku harus menjauhi Mas Abi agar selamat. Dan jika aku tidak melakukannya, maka teror ini akan terus berlanjut dan bisa membahayakan nyawaku.

"Itu hanya ancaman, Elena! Ada orang yang nggak suka kita dekat. Kalau kamu menjauh dari saya, itu artinya kamu membiarkan dia merasa menang atas usahanya." Benar juga, tapi bagaimana jika teror itu terus berlanjut dan menghantuiku setiap harinya? Astaga! Aku bisa gila jika begini terus.

Seolah menjawab pemikiranku, Mas Abi kembali berujar, "Nggak usah khawatir. Orang-orang saya akan menangani masalah ini." Mas Abi kembali menenggelamkan kepalaku dalam pelukannya, lantas laki-laki itu berteriak lantang, memanggil Anah dan memintanya membersihkan kekacauan akibat teror itu.

Masih dalam keadaan mendekap tubuhku, Mas Abi melangkah mengambil hoodie yang berada di atas ranjang, beserta kunci motor yang dia simpan di dalam laci. Kemudian menggiringku berjalan keluar kamar tanpa membiarkanku melihat Anah dan kucing mati itu hingga kami berada di luar kamar.

Tanpa izin dariku, Mas Abi memakaikan hoodie hitam miliknya di tubuh kecilku sebelum akhirnya menggenggam tanganku dan menggiring keluar rumah.

"Sepertinya, jalan-jalan mampu menenangkan pikiran kamu." Mas Abi yang mengenakan kaos hitam dipadukan celana pendek selutut meminta Pak Jarwo untuk mengeluarkan motor sportnya dari garasi.

"Mas yakin aku pakai piama tidur sama hoodie aja?" Pasalnya Mas Abi ini orang ya g cukup terkenal di kalangan selebritis dan orang-orang ternama lainnya. Bagaimana jika mereka melihat istri CEO WB Entertaimen hanya mengenakan piama tidur saat jalan-jalan dengan suaminya? Apa tidak membahayakan reputasi Mas Abi?

Jika Bulan Tak Menemukan Sinarnya (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang