De-udu-we-awa-be-ebe-el-ala-es Dua Belas

4.4K 467 25
                                    

Elena's PoV

Semena-mena. Itulah Clara. Memakai ragaku kapan pun dia mau, tanpa peduli bagaimana keadaanku, lalu meninggalkan jika dia tidak mau dihadapkan situasi genting seperti saat ini. Astaga, jantungku bahkan ikut dag-dig-dug karena ditatap Mas Abi terlalu lama. Entah apa yang akan dia lakukan.

"Saya ngelakuin ini juga untuk menutupi kebiasaan buruk kamu." Mas Abi kembali menegakkan badan, lantas pria itu mengamit tanganku lembut, iya lembut, tidak kasar seperti biasa yang dia lakukan. Entalah. Aku merasa sikap Mas Abi aneh.

Layaknya istri penurut, aku berjalan beriringan dengan Mas Abi sembari bertautan tangan. Dan jantungku? Sepertinya, besok aku harus ke dokter untuk memeriksa bagaimana keadaannya. Karena sejak Mas Abi menatapku, keadaan jantungku tidak bisa dianggap baik-baik saja.

Sikap Mas Abi bertambah aneh menurutku ketika pria itu membukakan pintu mobil, lalu mempersilakan aku untuk masuk. Aku tertegun beberapa saat ketika Mas Abi mememgang puncak kepalaku agar tidak terhantup.

"Bagaimana? Saya sudah bisa, 'kan, jadi suami yang baik untuk kamu?" Mas Abi bertanya setelah mobil berjalan, membelah kesunyian malam di Ibu Kota.

Mendengar pertanyaan yang terlontar dari mulut Mas Abi membuat aku tertawa sumbang. Apa tadi katanya? Suami yang baik?

"Sikap baik kamu nggak akan ada gunanya kalau terpaksa, Mas." Aku menarik napas panjang, lalu membuangnya kasar. Ternyata Mas Abi melakukan itu bukan karena dia berubah.

"Tapi itu kan yang kamu mau? Saya bersikap lembut, mencintai kamu, dan membahagiakan kamu." Tawa Mas Abi terdengar sinis, dia menatapku dengan tatapan mengimintidasi. "Dan, ya, saya melakukan ini memang karena terpaksa. Terpaksa supaya kamu nggak lancang ngerusak rumah tangga orang. Kamu pikir, saya nggak malu kalau setiap hari orang-orang kantor membicarakan istri bosnya selalu bersama suami orang?"

Mendengar ucapan Mas Abi, membuat sisi sensitifku tersentil. Apa tadi katanya? Malu? Tidakkah Mas Abi berpikir apa yang menyebabkan aku seperti ini? Hei! Perselingkuhan itu terjadi bukan karena salah satu pihak saja, melainkan dua. Jika suami selingkuh, itu berarti ada yang salah dengan istrinya. Pun sebaliknya, jika istri selingkuh, itu berarti ada yang salah dengan suaminya. Lalu dengan entengnya Mas Abi berbicara seperti itu? Di mana rasa bersalah yang dimiliki Mas Abi?

"Seharusnya, kamu tanya diri kamu sendiri, Mas. Nggak akan ada asap kalo nggak ada api. Nggak akan ada sebab kalo nggak ada musabab." Bodoh! Kenapa aku harus menangis? Kenapa aku harus membiarkan Mas Abi melihat air mata kelemahan ini? Astaga, Elena, kenapa kamu cengeng sekali?

Berapa kali pun aku mencoba menghapus air mata, dan berusaha menghentikannya, air mata sialan itu tetap saja keluar, sampai aku memutuskan untuk menutupi wajah dengan kedua telapak tangan.

Demi Tuhan, aku tidak ingin menangis. Tapi air mata ini terus saja mengalir tanpa henti. Isakan bodohku bahkan terdengar pilu. Aku yakin, Mas Abi pasti menertawakan tingkah kekanak-kanakanku ini.

"Maaf."

Satu kata yang terdengar lirih itu mampu membuat tangisku berhenti. Perlahan aku menghapus air mata, menatap Mas Abi dengan penuh keheranan. Seolah menuntut jawaban atas apa yang dia ucap barusan.

"Maaf atas sikap saya selama ini. Saya tau, kamu pasti tersiksa karena saya."

Malam itu, Mas Abi meminta maaf, mengakui semua kesalahannya padaku. Kesalahan yang sama sekali tidak pernah dia sadari telah membuat aku terluka dan berakhir mencari penyembuh di luar sana.

***

Aku tidak tau kapan aku pergi ke kamar, berganti pakaian, dan tidur dengan nyaman. Yang kutahu, saat ini aku sedang berada di kamar Mas Abi, dan ... apa ini? Kenapa aku merasa sesuatu yang berat menindih tubuhku?

Perlahan aku menoleh ke samping hingga memperdapati wajah damai Mas Abi, tidak lupa dengan tangannya yang bertengger manis di perutku. Astaga! Sejak kapan kami tidur dengan posisi seperti ini, dan siapa yang mengganti gaunku dengan piama tidur?

Aku terbelalak ketika membayangkan satu orang yang kemungkinan besar menjadi pelakunya. Mas Abi. Jangan bilang kalau yang mengganti pakaianku Mas Abi? Hais! Kenapa aku harus tertidur di mobil, sih?! Padahal, aku tahu kalau aku selalu sulit dibangunkan.

Dan sekarang, inilah akibatnya!

Tapi jujur, aku marasa nyaman berada di posisi saat ini. Pelukan Mas Abi membuatku merasa aman. Andai saja sejak dulu dia bersikap manis seperti ini, mungkin aku tidak akan jatuh cinta pada Mas Alan.

Astaga! Apa yang kupikirkan? Bukankah selama ini Mas Abi hanya memberiku rasa sakit? Tidak seharusnya aku merasakan kenyaman ini.

"Elena, jangan dilepas. Suami kamu kalau bangun nyebelin." Clara tiba-tiba saja berbicara, membuat aku mengurungkan niat sesaat. Ya, memang, aku memang tidak suka jika Mas Abi bangun dan berada dalam mode nyinyirnya. Tapi aku lebih tidak suka jika berada di posisi seperti ini. Berbayaha. Aku tidak mau merasa nya--

"Merasa nyaman berada di pelukan suami itu wajar, kok."

"Kamu bisa diam, nggak, sih?"

Clara terkekeh, membuat aku makin dongkol saja. "Kalau aku diam, nanti bahaya. Diam seperti pemalu, bergerak mengincar bapakmu~"

Sableng! Itu kata yang cocok untuk Clara.

"Bapakku udah tua, Clara. Emangnya kamu mau nikah sama dia?"

"Yang mau nikah sama bapak kamu siapa, Elena? Aku cuma ngincer hartanya." Clara terbahak, membuat aku berdecak.

Tapi suara tawa Clara akhirnya membuatku ikut tertawa juga. Ternyata begini, ya, rasanya punya teman. Menyenangkan meski temannya modelan Clara yang menyebalkan dan seenaknya sendiri.

"Inget, ya, Elena. Kalau kamu nggak mau mati dengan cara tragis dan hidup bahagia, aman, damai, sentosa. Jangan dekati Alan! Dia berbahaya. Sangat berbahaya dari yang kamu kira."

Mas Alan lagi, Mas Alan lagi.

"Iya, untuk saat ini aku nggak bakal temuin Mas Alan. Lagian aku juga mau belajar berhubungan baik sama Mas Abi. Karena nggak mungkin aku bersikap gini selamanya sama Mas Abi."

Mendengar sahutanku, membuat Clara mengumbar senyum. "Mending, kamu liatin muka Abigail, El. Kalau diliat-liat, suami kamu itu ternyata ganteng, lho."

Dan tanpa bantahan, aku mengikuti ucapan Clara. Perlahan aku membalikkan tubuh hingga menghadap Mas Abi. Kutatap matanya yang terpejam. Aku baru sadar kalau Mas Abi punya bulu mata yang lentik, hidungnya mancung, kumis dan bibir tipis. Benar kata Clara, Mas Abi ganteng. Baru kali ini aku memperhatikan wajahnya secara detail.

Entah apa yang terjadi dengan tanganku yang tiba-tiba saja bergerak, menyingkirkan rambut Mas Abi dari wajahnya. Sembari tersenyum aku berujar, "Tolong bantu aku berhenti mencintai Mas Alan, Mas."

Tangan nakalku lagi-lagi ingin membelai pipi mulus Mas Abi. Namun, belum sempat jariku menyentuh permukaan wajahnya, tiba-tiba suara lemparan batu yang mengenai pagar balkon mengejutkanku, bahkan membangunkan Mas Abi. Sontak aku memalingkan wajah dan segera beranjak dari tempat tidur, lalu membawa langkah menuju balkon. Sementara Mas Abi mengikutiku dari belakang.

Perlahan aku membuka pintu balkon, mencari sesuatu yang berani mengusik tidur Mas Abi. Hingga netraku menemukan kertas putih yang digumpal dekat jendela. Dengan cepat aku mengambil kertas yang digumpal dengan batu itu, lalu membukanya.

"JAUHI ABIGAIL JIKA KAMU INGIN SELAMAT!"

●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●

Tbc ....

Teror manehhh!😭

Siapa weee musuh Elena?

Btw gmn sama bab ini?🤣🤣🤣 gemez ga? Uuu, aku ketawa liat Elena belai2 muka suaminya🤣🤣🤣

Dah dah, see u aja

Luv, Zea♡

Jika Bulan Tak Menemukan Sinarnya (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang