Elena's PoV
Clara sialan!
Hais! Bagaimana bisa dengan mudahnya dia menjatuhkan harga diriku di depan Delima?! Dan lagi, kenapa pula seenak jidat penulis gila itu memutuskan hubungan dengan Mas Alan padahal kami masih terikat kontrak kerja.
"Dan karena ulah Clara, aku harus membayar ganti rugi sama Mas Alan!" Argh! Bisa-bisa aku jatuh miskin. Ah, bukan hanya itu saja. Reputasiku sebagai model akan hancur dalam sekejap karena ketidak profesionalanku dalam bekerja.
"Suami kamu sultan, Elena. Lagian, Abigail punya perusahaan yang lebih besar dibanding Alan."
Aku memutar bola mata malas. Iya, aku tau perusahaan Mas Abi lebih besar. Tapi kan jalurnya beda. Mas Alan punya agensi yang menaungi para model. Sementara Mas Abi punya agensi yang menaungi para artis-artis. Dan jelas, aku tidak termasuk ke dalam golongan agensi Mas Abi karena tidak mempunyai bakat di sana.
"Abigail nggak akan biarin kamu menderita karena nggak kerja, kok, El."
Ah, sudahlah. Semakin dipikirkan, semakin membuat kepalaku pusing. Lebih baik aku mandi saja agar pikiranku segar. Namun, baru saja beranjak dari kursi malas yang berada di balkon kamar Mas Abi, tiba-tiba pintu kamar dibuka, menampilkan Mas Abi dengan raut lelahnya.
Tunggu dulu, kenapa jam segini, pukul 17.00, Mas Abi sudah pulang? Bukannya pria itu biasa pulang jam tujuh malam, ya?
"Pulang cepet? Tumben."
Mas Abi tidak menyahut. Namun, kakinya melangkah ke arahku. Menatap dengan tatapan yang sukar untuk diartikan. Hingga Mas Abi berdiri tepat di hadapanku, barulah pria itu mengeluarkan suara beratnya.
"Kamu mengganggu konsentrasi saya, Elena." Mata Mas Abi yang tajam membuatku melongo. Heh! Sejak tadi aku hanya duduk diam menikmati pemandangan taman samping rumah Mas Abi.
"Sembarang! Aku bahkan nggak ada ngehubungin kamu, apalagi nemuin kamu. Mana bisa aku ganggu konsentrasi kamu." Kadang aku heran dengan Mas Abi. Tidak ada angin tidak ada hujan, tiba-tiba marah, menyalahkan orang lain karena tidak bisa konsen. Padahal, dia sendiri yang kehilangan fokus. "Makanya, Mas! Kalau kerja otak nggak udah traveling. Fokus!"
Mas Abi bergeming. Dia hanya menatapku dalam sembari mengikis jarak di antara kami berdua, hingga aku dapat merasakan hangatnya embusan napas Mas Abi.
Tanpa kata dan tanpa permisi, Mas Abi memeluk pinggangku. Seolah terhipnotis oleh tatapannya, aku tidak berontak barang sedikit pun. Otakku bahkan masih berusaha mencerna apa yang ingin Mas Abi lakukan hingga bibir lembut Mas Abi menyentuh bibirku yang sedikit terbuka.
Astaga! My first kiss!
Namun, bukannya berusaha melepaskan, mataku justru terpejam, menikmati setiap gerakan lembut bibir Mas Abi. Rasanya ... ah, sial! Aku menyukai ciuman Mas Abi. Rasanya benar-benar memabukkan sampai-sampai aku tidak sadar kalau napas kami nyaris habis dibuatnya.
"Saya khawatir sama kamu, Elena. Itu yang membuat saya gagal fokus selama bekerja. Surat itu ... benar-benar mengganggu pikiran saya." Kini Mas Abi memelukku, meletakkan kepala di pundak sembari mengelus lembut rambutku yang terurai. "Saya benci mengakuinya, tapi ini benar-benar mengganggu saya."
Mendengar ucapan yang terlontar dari mulut Mas Abi membuatku sontak melepaskan pelukannya. Sial! Aku melupakan fakta bahwa aku dan Mas Abi saling membenci. Dan seenak jidat orang ini mencium lalu memeluk sebelum akhirnya menamparku dengan realita yang membuat aku menyesal karena sempat terpesona dengan ciuman lembutnya.
"Kalau benci, nggak usah main nyosor!" Dengan kasar aku mendorong bahu Mas Abi dan berlalu menuju kamar mandi. Aish! Sebenarnya mau Mas Abi apa, sih? Berkata seolah mengkhawatirkan, tapi ujung-ujungnya bilang benci.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jika Bulan Tak Menemukan Sinarnya (TAMAT)
RomanceDari sekian banyak kesialan di dunia ini, kenapa Clara Abimana harus memasuki dunia novel buatannya sendiri? Bagus jika ia menjadi pemeran utama yang dilimpahi kasih sayang serta keromantisan sang suami, Clara akan sangat bersenang hati menerima tak...