De-ede-el-ala-pe-apan Delapan

5.8K 545 5
                                    

Elena's PoV

Sembari menarik satu koper besar, aku menurunkan kenop pintu Mas Abi, lalu mendorongnya hingga terbuka, menampilkan sosok pria yang selalu menyebalkan bersandar di kepala ranjang. Jika saja bukan Clara yang memohon, aku tidak akan sudi mengangkut semua barang ke kamar Mas Abi.

"Lama. Mengangkut barang satu koper aja lamanya kayak ngantre sembako murah."

Tuh, kan! Belum apa-apa itu laki udah nyinyir aja. Gimana bisa sabar coba ngadepinnya? Heran. Aku jadi curiga kalau Mas Abi ini sebenarnya pria jadi-jadian. Ya, mungkin saja kan dia TG alias trans gender. Mulanya perempuan, terus berubah jadi laki-laki sok keras.

"Nggak usah mikir yang aneh-aneh, El. Abigail itu cowok tulen. Kamu kalau ewe-ewe sama dia juga pasti bunting." Clara menyahut. Hedeh! Ini makhluk satu juga, sebelas dua belas sama Mas Abi. Sama-sama menyebalkan.

"Diajak ngomong malah ngelamun." Suara Mas Abi membuatku tersadar. Astaga, gara-gara Clara aku jadi terlihat bodoh di depan pria itu.

Aku berdehem, sebelum tanganku bergerak hendak membuka lemari. Namun, lagi-lagi kegiatanku terhenti ketika suara burung beo Mas Abi kembali menyapa indra pendengaranku.

"Lemari kamu yang di sebelah kanan. Lupa? Bukannya kemarin saya sudah kasih tau?" Mas Abi yang semula anteng duduk di ranjang, kini bangkit dari posisinya. Pria yang mengenakan kaos hitam dan celana selutut itu membawa kakinya ke arahku.

"Nggak lupa. Cuma nggak ingat aja," sahutku asal. Lantas membuka lemari yang dimaksud Mas Abi tadi. Kosong. Rupanya lemari ini benar-benar disediakan untukku. Atau mungkin lemari ini dikosongkan karena Clara yang mengatakan ingin pindah ke kamar Mas Abi.

"Opsi kedua. Setelah aku bilang mau pindah ke kamarnya, suami kamu gercep kosongin lemari."

Sudah kuduga. Mas Abi mana mau membiarkan lemari ini kosong. Sudahlah, lebih baik aku segera menyusun baju-baju ke dalam lemari agar bisa beristirahat secepatnya. Tubuhku terasa lelah. Entahlah, padahal aku tidak melakukan apa-apa seharian ini. Hanya Clara yang bekerja keras untuk mengubah plot cerita dan berakhir nyosor ke bibir Mas Abi. Astaga, aku masih kesal jika mengingat bibir suciku bersentuhan dengan bibir Mas Abi yang nyinyir-able.

"Sama saja." Suara Mas Abi kembali mengalihkan atensiku. Pria itu kini mengangkat koperku yang sudah kosong ke atas lemari. "Dari dulu, kamu emang pelupa. Bahkan kamu juga lupa kalau udah punya suami."

"Kalau nggak mau aku gampar, mulutnya tolong dikondisikan." Aku berbalik badan, hendak membersihkan diri ke kamar mandi. Namun, justru menabrak Mas Abi hingga nyaris jatuh jika saja dia tidak menahan tubuhku.

"Kalau nggak pelupa, ya, ceroboh. Gimana coba kalau nggak ada saya? Mungkin kepala kamu bisa mencium lantai."

Aku mendengkus kesal seraya melepaskan diri dari pelukannya. Lantas menatap Mas Abi tajam sebelum berujar, "Kalau nggak ada kamu di belakang aku, aku nggak bakal jatuh, Mas. Jadi nggak usah sok jadi pahlawan. Minggir, aku mandi." Tanpa perasaan aku mendorong bahunya, hendak beranjak pergi ke kamar mandi. Namun, Mas Abi lagi-lagi menghalangi.

"Saya punya penawaran. Bagaimana kalau kita mandi bersama. Setelah itu, saya janji nggak akan mengatai kamu wanita murahan lagi. Bagaimana?"

MAS ABI MESUM!

"NGGAK MAU! TERSERAH MAS ABI MAU NGATAIN AKU APA. AKU NGGAK PEDULI." Persetan dengan sopan santun terhadap suami. Dari awal, hubunganku dengan Mas Abi memang sudah aneh dan berbeda dari yang lain. Aku yang tidak mau disentuh dan Mas Abi acuh tak acuh. Namun, kenapa sekarang laki-laki itu berubah jadi mesum?

Mas Abi menyeringai. Dia menatapku dalam sebelum akhirnya berkata, "Kamu takut, 'kan? Udahlah, akui aja kalau kamu sudah nggak perawan lagi. Makanya kamu takut, bahkan untuk mandi bersama."

PLAK!

Tuh, kan, aku khilaf. Mas Abi, sih, mulutnya menyebalkan. Jadi jangan salahkan sendalku yang melayang ke mulut pedasnya. "Makan, tuh, sendal. Sesekali jangan nethink sama istri sendiri, Mas."

Kali ini aku benar-benar membawa langkah menuju kamar mandi, meninggalkan Mas Abi yang masih mengelus-elus bibir seksinya. Ya, sebenarnya aku kasian, tapi tanganku benar-benar gatal ingin menggeplak mulut tidak tahu dirinya itu yang mengataiku sudah tidak perawan. Enak saja! Meskipun aku selingkuh dengan Mas Alan, aku masih bisa menjaga kehormatanku. Aku dan Mas Alan belum sejauh itu. Bahkan berciuman pun kami tidak pernah. Lantas bagaimana Mas Abi bisa menyimpulkan aku sudah tidak perawan?

"Mas Abi emang paling jago buat orang kesal tingkat dewa." Ah, sudahlah. Kalau tidak begitu bukan Mas Abi namanya.

Baru saja aku mengguyur badan dengar air dingin yang dari shower, suara menyebalkan Abigail kembali menyentuh indra pendengaran disertai ketukan yang sangat mengganggu mandiku.

"Mandinya jangan lama. Saya mau ngajak kamu keluar! Elena, kamu dengar saya, nggak?" Teriakan Mas Abi kuabaikan. Dasar pria nyinyiran! Berisik akut macam beo yang kelaparan. "Elena! Astaga, wanita ini selain pelupa, ceroboh, ternyata juga tuli. Lengkap sudah penderitaan saya memiliki istri kayak dia."

"Bodo amat, Mas. Bodo amat!" Sumpah, memiliki suami seperti Mas Abi ini punya tekanan batin tersendiri. Dan aku berani bertaruh, bisa-bisa aku akan cepat gila jika terus berada di sisinya.

Ini semua karena Clara! Jika saja gadis yang berasal dari dunia lain itu tidak meminjam ragaku, aku pasti tidak perlu repot-repot mendengarkan kalimat tidak berguna yang keluar dari mulut Mas Abi. Eh, tapi kalau Clara tidak ada, kemungkinan besar aku bisa mati muda dong.

"Ah, serba salah banget, sih, hidup." Selesai dengan aktivitas mandi, aku segera mengenakan handuk dan--astaga! Apakah aku lupa membawa pakaian sewaktu ke kamar mandi tadi? Bagaimana ini?

"Benar kata Abigail. Kamu memang ceroboh, Elena." Clara terkikik, membuat aku kesal saja. Haish!

"Bukannya bantu mikir malah ngeledek. Nggak ada akhlak emang." Perlahan aku berjalan, memutar kunci pintu kamar mandi sebelum akhirnya mendorong pelan. Kepalaku menyembul keluar, mencari Mas Abi. Namun, pria yang sejak tadi berisik itu tidak kutemukan sama sekali.

"Kayaknya dia keluar kamar. Berati aman." Mengembuskan napas lega, aku membawa kaki keluar kamar mandi. Dengan tenang aku berjalan menuju lemari untuk mengambil pakaianku. Namun, baru saja tanganku hendak membuka pintu lemari, suara berat Abigail membuatku tersontak.

"Kamu mau menggoda saya, hm?"

"KAPAN KAMU ADA DI SITU?!" Astaga, sejak kapan Mas Abi masuk? Kenapa aku tidak menyadarinya? Bagaimana ini?

"Kenapa? Kaget?" Mas Abi terkekeh, kemudian menatapku dengan alis terangkat sebelah. "Aku baru tau kalau tubuhnya ternyata semulus ini."

"DASAR, MAS ABI MESUMMM!!!"

●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●

Tbc...

Hamdalah, rampung. Hari ini beneran tripple up. Wkwkwkw.

Deg2an juga si sebenarnya, takut ga bisa selesain. Tapi niatku mengalahkan rasa magerku.

Tengkyu banget buat mamake arlianiarsl yang udah bantu cari referensi. Otakku udah nggak buntu lagi.

Gimana sama bab ini geng? Sekarang udah the real pasutri. Wkwkwk. Bukan lagi Clara yang memerankan, melainkan Elena sendiri atas perintah Clara.

See u besok.

Luv, Zea♡

Jika Bulan Tak Menemukan Sinarnya (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang