Dua Puluh

4.7K 414 20
                                    

Elena's PoV

Sinar mentari pagi yang menyapu wajah berhasil membuat tubuhku menggeliat sembari mengerjap perlahan. Hal yang pertama kali kulihat adalah wajah tenang Mas Abi yang membelakangi cahaya matahari. Tanpa sadari dua sudut bibirku tertarik ke atas, menghasilkan lengkungan indah.

Entah mengapa aku merasa pagi ini lebih indah dari biasanya. Mungkinkah karena hubunganku dan Mas Abi sudah membaik? Atau mungkin karena kegiatan panas yang kami lakukan tadi malam?

Haish! Mengingatnya saja berhasil membuatku mesem-mesem. Aku bahkan tidak menyangka akan ada malam indah seperti ini di hidupku. Malam yang kulewati dengan rasa bahagia di bawah kukungan Mas Abi, suamiku.

"Jangan lupa pajak penyerahan keperawanannya, Elena."

Aku terkekeh pelan mendengar celetukan Clara. Ah, penulis itu ... haruskah aku berterima kasih padanya karena telah berhasil mencopot gelar pelakor dan menjadikanku istri yang baik bagi Mas Abi?

Ngomong-ngomong, bicara soal hubunganku yang membaik dengan Mas Abi, apakah setelah ini Clara bisa kembali ke dunia asalnya? Karena seingatku, misi Clara hanya memisahkan aku dari Mas Alan dan menyatukanku dengan Mas Abi agar aku selamat dari kematian yang menanti.

Namun, mengapa Clara tidak menunjukkan tanda-tanda kalau dia akan kembali dalam waktu dekat ini?

"Masih ada yang harus kuselesaikan, Elena. Soal teror yang akhir-akhir ini kamu dapat."

Ah, benar. Teror itu. Sampai sekarang, aku tidak bisa menebak siapa pelaku dan apa tujuannya. Jika Delima dan Mas Alan tidak termasuk dalam katagori kemungkinan pelaku teror, itu artinya ada seseorang yang tidak ingin aku dan Mas Abi bersatu. Tapi siapa? Dan apa alasannya?

Anah? Aish! Masa, sih, Anah? Pelayan mudaku itu memang terlihat tertarik dengan Mas Abi. Bahkan dulu, ketika aku masih berhubungan dengan Mas Alan, Anah terang-terang menunjukkan rasa sukanya pada suamiku itu.

"Menurut kamu ... Anah mungkin nggak, ya, jadi tersangkanya?" Secara logika saja, Anah menyukai Mas Abi. Otomatis, dia tidak suka jika hubunganku membaik dengan suamiku sendiri. Dan kemungkinan melengserkan aku dari status istri Mas Abi sangat kecil bahkan terkesan mustahil.

"Tapi Anah itu orangnya baik, Elena. Dia bahkan sudah melayani kamu sejak dia masih kecil."

Benar juga. Ah, aku bingung. Semakin dipikirkan, rasanya semakin sulit menemukan benang merahnya.

"Kamu yakin, bukan Delima pelakunya?" Kemungkinan Delima menjadi dalang di balik teror menyeramkan itu juga sama besarnya dengan kemungkinan Anah. Sementara keuntungan yang Delima dapat adalah kepuasan melihat aku sengsara. Semacam balas dendam?

"Delima terlalu halus hatinya buat ngelakuin hal keji kayak begitu."

Ya, lalu siapa? Mas Alan? Ayolah, Mas Alan menyayangiku, tidak mungkin dia berniat untuk menyakiti oranh yang dia sayangi. Lagi pula, Mas Alan bukan tipikal orang pendendam. Mungkin dia memang sempat kecewa karena ulah Clara yang memutuskan hubungan antara kami, tapi aku yakin, Mas Alan pasti paham apa yang kulakukan ini demi kebaikan semuanya. Aku, dia, dan orang-orang yang terhubung dengan kami.

"Cara mengetahui pelaku teror itu cuma satu." Aku diam, menunggu Clara melanjutkan perkataannya. "Perlihatkan ke publik seberapa romantis dan mesranya kamu sama Abigail. Aku yakin, dia bakal terpancing. Dan mungkin aja dia bertindak gegabah karena marah."

Aku bergeming, mencerna ucapan Clara. Lantas berpaling menatap wajah tenang Mas Abi yang masih berada di alam mimpi. Perlahan tanganku terangkat, mengusap lembut permukaan wajahnya, kemudian mengecup sudut bibirnya dengan lembut.

Jika Bulan Tak Menemukan Sinarnya (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang