"Alhamdulillah, akhirnya pelakor menjemput ajalnya juga."
"Yesss! Pelakor nggak tau diri matiii!"
"MAKASIHHH, THOR! SENENG BANGET ELENA DAPAT KARMANYA."
Aku ingat betul komentar teratas di akun menulisku. Semua pembaca Belamour sangat membenci Elena dan semua sifat yang tersemat padanya. Sehingga ketika Elena meninggal, pembaca senang bukan main. Ya, jelas saja mereka senang, karena pelakor alias perebut laki orang sudah mendapatkan karmanya. Hingga pemeran utama bisa hidup bahagia, aman, dan sentosa.
Kesimpulan yang dapat kutarik, Elena tidak akan mati jika dia tidak mencintai Alan. Karena sebelum kecelakaan terjadi, Alan memutuskan hubungan dengan Elena yang membuat wanita itu frustrasi. Dia tidak ingin Alan pergi dan kembali pada istrinya, sebab Elena merasa dia akan sendiri dan tidak akan pernah bahagia lagi.
Meskipun begitu, Elena tidak berniat mati karena dia ingin merebut Alan kembali. Namun, takdir bekata lain. Elena mengalami kecelakaan karena mobil yang dia kendarai kehilangan kendali dan berakhir masuk jurang.
Mengingat semua itu, membuat aku bergidik ngeri. Sungguh, hanya orang tidak waras yang menginginkan kematian seperti itu. Dan aku masih cukup waras untuk memikirkan cara agar aku tidak mati konyol dalam dunia novel yang kuciptakan.
Sangat tidak lucu jika tiba-tiba ada surat kabar yang memuat berita: Seorang penulis ditemukan mati konyol dalam dunia novel buatannya sendiri.
Mengembuskan napas panjang, aku bangkit dari posisiku. Untuk menghindari kecelakaan maut itu, aku harus membuat Elena membenci Alan dan belajar mencintai Abigail. Agar kedepannya tidak akan ada tragedi yang merugikan antagonis, dan aku pun bisa kembali ke duniaku dengan selamat karena para tokoh telah bahagia dengan pilihan mereka.
"Pinter banget, sih, aku." Tanpa sadar aku terkekeh sendiri, hingga mengundang tanya dari makhluk astral yang baru saja keluar dari kamar mandi.
"Kenapa kamu ketawa sendiri? Udah gila?" Abigail bertanya sembari menatap heran ke arahku. Laki-laki yang sudah mengenakan piama tidurnya itu lantas mengambil tempat di ranjang, membuatku sontak meloncat turu dari ranjang dan menjauh darinya.
Sial, kenapa setiap kali Abigail mendekat otakku selalu berkata untuk hati-hati? Semacam ada alarm tanda bahaya yang refleks berbunyi ketika laki-laki itu berada dalam radius dekat.
"Kenapa? Takut tidur sama saya?" Abigail terkekeh sinis. "Sudah saya duga, wanita murahan kayak kamu pasti nggak bakal berani tidur sama suaminya karena takut ketahuan. Padahal kita sama sekali belum pernah berhubungan badan."
Mataku membulat. Hais! Abigail ini kalau berbicara memang tidak pernah disaring dulu, ya? Heran. Aku jadi menyesal karena sudah menciptakan karakter sepertinya. Kalau aku ketemu cowok macam Abigail di dunia nyata, bisa-bisa mulutnya kupotong terus kubawa pulang buat disekolahin.
"Capek banget ngomong sama kamu. Harus berapa kali, sih, aku bilang kalau aku nggak takut sama kamu. Lagian, kita kan suami istri. Ngapain harus takut?" Sial! Dodol banget aku ngomong begitu sama pria paling menyebalkan sedunia pernovelan. Aku yakin, sebentar lagi Abigail pasti memancing keributan lagi. Lihat saja wajahnya yang timpuk-able itu, sudah mulai songong.
"Kalau kamu nggak takut, ngapain loncat dari ranjang pas saya duduk di ranjang?"
Mampus! Kenapa aku tidak menyiapkan alasan yang satu itu? Sekarang aku harus bilang apa, sementara yang sebenarnya aku memang takut sama Abigail. Jelas saja takut, sejak aku menyatakan tidur di kamarnya, sejak itu pula dia selalu menakut-nakutiku dan memakai embel-embel 'takut ketahuan' yang membuat tanganku merasa gatal ingin menyentil bibir seksinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jika Bulan Tak Menemukan Sinarnya (TAMAT)
RomanceDari sekian banyak kesialan di dunia ini, kenapa Clara Abimana harus memasuki dunia novel buatannya sendiri? Bagus jika ia menjadi pemeran utama yang dilimpahi kasih sayang serta keromantisan sang suami, Clara akan sangat bersenang hati menerima tak...