Es-ese-em-be-ibi-el-ala-en Sembilan

5.3K 520 11
                                    

Elena's POV

"Elena, kamu ngapain masuk lagi, sih?" Mas Abi mengetuk pintu kamar mandi berulang kali. Bahkan sampai ketukan berubah jadi gedoran aku tetap diam. Duduk di atas kloset sambil menutup wajah dengan kedua telapak tangan.

Demi celana kotak Spongebob, aku malu! Astaga, kenapa Mas Abi harus tiba-tiba muncul, sih? Bukannya tadi dia nggak ada, ya? Kenapa tiba-tiba nongol dan melihat aku yang hanya mengenakan handuk saja.

"Elena, ayo keluar! Saya juga mau mandi. Setelah itu kita pergi." Mas Abi masih setia mengetuk, sembari memintaku keluar dari kamar mandi. Hah! Dasar suami tidak peka. Dia tahu apa penyebabku masuk ke kamar mandi lagi, dan tanpa memikirkan itu, Mas Abi tetap membujuk tanpa mau pergi dari kamar.

"Nggak mau! Kamu aja yang pergi." Bahkan aku rela tidur di kamar mandi jika Mas Abi tidak keluar dari kamar. Aku yakin, semua wanita yang masih belum pernah disentuh suaminya akan bersikap seperti aku. Ya, kali aku membiarkan mata telanjang Mas Abi melihat tubuh seksiku. Bisa-bisa rencana Mas Abi mau pergi jadi batal karena--hih! Membayangkan saja sudah membuatku merinding.

"Nggak bisa, Elena. Ini acara keluarga. Acara ulang tahun Tante Maya. Kalau kita nggak berangkat ke sana berdua, saya yakin, kamu pasti tau apa akibatnya."

Akibat tidak menghadiri acara keluarga? Jelas aku tahu! Semua anggota keluarga juga tahu bagaimana mulutnya Tante Maya jika tidak hadir atau hanya dihadiri oleh salah satu pasangan suami istri. Otak nethink-nya selalu menggap keluarga yang tidak hadir sedang dilanda masalah yang sulit untuk diselesaikan. Apalagi jika hanya salah satu pasutri yang hadir. Suami saja misalnya. Bah, jangan ditanya selemes apa mulut Tante Maya.

Salah satunya, "Mana istri kamu? Pasti mau cerai, ya? Makanya, kalau nggak bisa membina rumah tangga, nggak usah nikah. Ngabis-ngabisin duit aja."

Maka dari itu, aku dan Mas Abi sepakat untuk selalu menghadiri acara keluarga bersama. Tidak peduli bagaimana hubungan kami. Yang terpenting, semua anggota keluarga melihat kalau kami bahagia, meski kenyataannya tidak.

Memangnya siapa yang bahagia menikah tanpa cinta? Ditambah Mas Abi selalu sibuk dengan pekerjaan kantor tanpa ada memberikan waktu untukku. Jadi, aku tidak salah, 'kan, jika menyukai dan lebih nyaman dengan laki-laki lain?

"Elena!" Suara Mas Abi menyadarkanku dari lamunan. Mengembuskan napas panjang, aku beranjak, berjalan ke arah pintu.

"Kamu keluar kamar dulu, Mas!"

"Loh, kenapa saya harus keluar kamar? Ini kan kamar saya. Nggak. Saya nggak mau keluar! Yang ada, kamu yang harus keluar dari kamar mandi karena saya juga harus mandi."

Astaga, ingin sekali kugetok otaknya biar peka dikit. Ya, gimana aku mau keluar, Bambang, kalau kamu aja--yang menjadi penyebab aku masuk kamar mandi lagi--masih setia berdiri di depan kamar mandi.

"Ya, udah. Kalau kamu nggak mau keluar kamar, aku juga nggak mau keluar dari kamar mandi." Mending aku tidur di kamar mandi aja sekalian daripada harus menanggung malu karena Mas Abi melihat tubuhku lagi.

"Oke. Saya keluar. Puas kamu?"

Terdengar suara sendal jepit yang sering Mas Abi gunakan menjauh dari kamar mandi, membuat aku tersenyum lega. Hingga telingaku menangkap suara pintu ditutup, barulah aku berani membuka pintu kamar mandi. Mataku menjelajah seluruh isi kamar sampai aku yakin kalau Mas Abi memang tidak ada di kamar ini lagi, barulah aku berani membawa langkah keluar dari kamar mandi. Tak lupa mengunci pintu kamar agar Mas Abi tidak bisa masuk sebelum aku menyelesaikan ritual.

"Kenapa kamu malu kalau tubuh yang nggak seberapa seksi itu dilihat sama Abigail?" tanya Clara diiringi kekehan yang begitu menyebalkan di telingaku.

Jika Bulan Tak Menemukan Sinarnya (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang