04. Throwback

214 32 7
                                    

"Jika saja rasa percaya itu sedikit lebih besar, mungkin aku tidak akan salah langkah"


•••••

Sangat hangat saat ini, hanya ada cinta, canda dan tawa di tengah-tengah Sanggana, Ayah dan kekasihnya. Rupa cantiknya, hartanya, kemewahannya, kekasihnya, ayahnya, segalanya tampak sempurna untuk Sanggana jika saja hubungannya dengan sang ibu baik-baik saja.

Seseorang yang sedang mengintip di salah satu sudut pintu memasang wajah masam. Seorang perempuan yang gila harta menikah karena perintah ayahnya dan dengan hobby berselingkuhnya. Sampai detik ini, ia selalu selamat dari segala macam amukkan Hendra Legian. Bukan ia tidak pernah ketahuan oleh suaminya, tapi untuk saat ini, gelar nyonya Legian yang terpandang masih di sandangnya untuk beberapa alasan.

Henny menyunggingkan senyum sejuta makna,

"udah sejauh ini, terlalu jauh."

Hari ini suasana rumah terasa mencekam tanpa adanya si tuan rumah; Hendra. Meninggalkan sanggana dan Henny sang ibu yang terlihat sedang bertengkar (lagi).

Selalu ada saja pemicu pertengkaran Diantara keduanya, para pelayan di rumah pun hanya bisa diam dan membiarkannya, bagi mereka pemandangan seperti ini sudah sangat biasa.

Henny sang ibu melihat anaknya memasuki rumah dengan beberapa tas belanjaan, jelas ia tidak menyukainya. Sebenarnya, apa saja yang Sanggana lakukan selalu salah di matanya, tanpa bertanya Henny datang menarik Sanggana lalu di lemparnya kelantai tas-tas yang berisi barang belanja anaknya itu. Apa selanjutnya? Ya, keributan.

"Ibu! Apa-apaan sih." Sentaknya tak terima.

Sanggana langsung memberi isyarat agar sang asisten mengambil barangnya yang berserakan.

"Oh, non Sasa baru pulang? Bagus ya tiap hari kamu gak ada kerjaan selain ngabisin duit." Ucap Henny dengan datar. "Atik, buang semua barang-barangnya"

Sanggana langsung menajamkan pandangannya pada sang pelayan membuatnya menunduk dan tak berkutik.

"gini ya ibuku tersayang, kan ibu punya banyak simpenan ya mintalah sana jangan mereka terus yang jadi benalu. Jangan kerjanya cuma sirik sama anak sendiri. Pelacur di luar sana aja mereka ga cuma-cuma tapi di bayar. Eh ini, udah di porotin di manfaatin di-"

PLAKKK

PLAKKK

Dua tamparan keras mendarat di pipi cantik sanggana, tangan Henny sang ibu bergetar hebat menahan emosi. Ia memang tidak pernah menginginkan kehadiran Sanggana di hidupnya tapi bagaimanapun mendengar kalimat itu keluar dari mulut anaknya sendiri sangat menyakitkan sampai ia merasa sangat hina bagaikan kotoran di mata sang anak, membuat gumpalan api kebencian itu semakin besar. Kenyataan memang terasa pahit untuk di terima.

Sanggana mengelus pipinya yang terasa panas, sebelum Henny menjambaknua dengan sekuat tenaga.

"Jangan macem-macem sayang, Ibu bisa dapetin apapun yang ibu mau, termasuk- kalo ibu mau ambil tunangan kamu." Henny memasang wajah angkuh penuh kemenangan.

Sanggana mengepalkan tangan lalu tertawa tak kalah angkuh.

"Silahkan, Sean gak tertarik sama perempuan tua murahan model begini." Ucap Sanggana sambil senyum manis. Kemudian tangannya menarik lepas telapak tangan Henny yang masih setia menarik rambutnya dan berlalu meninggalkan sang ibu dengan membawa tentengan belanjaannya yang di bawa oleh pelayan Atik yang berjalan di belakangnya.

Tak ada yang tahu seberapa sering ia menangis di ruangan ini, seberapa banyak airmata yang tumpah di atas bantal ini. Walau ia bersikap acuh dan seolah tak peduli hatinya tetap saja sakit, ia tetap saja seorang anak yang menginginkan kasih sayang dari ibu meskipun kebenciannya semakin menjalar.

GANA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang