24. A Warm Hug

106 16 3
                                    


••••


Setelah hubungan Gara dan Sanggana membaik hari-hari berjalan seperti biasa, efek dari suara pisau yang bertemu dengan talenan sampai mesin pencuci piring otomatis dan tak lupa suara chef yang memberi intruksi menghiasi dapurnya. Semua tampak semangat bekerja terlebih besok adalah hari gajian yang sangat di tunggu-tunggu.


Seorang staf memasuki pantry dengan terburu-buru.

"Chef bisa ikut saya sebentar? Pak Sean menunggu di ruangan sekarang"

Chef Toni tampak kebingungan.

"Ada pak Sean?" Tanya Chef Toni sambil berjalan menghampiri staf tersebut.

Staf itu pun mengangguk. "Iya chef, bos mampir sebentar katanya makanya kita harus buru-buru sebelum kena sembur"

Toni sang chef hanya tersenyum menanggapi hal itu dan keduanya menghilang di balik pintu.


Mendengar semua itu, Sanggana memanfaatkan jam istirahat nya untuk memberanikan diri menemui Sean selagi ada kesempatan. Mengingat dirinya pun mendengar kabar Sean baru saja menitipkan Megabi karna tidak memiliki banyak waktu untuk mengurus restoran miliknya ini.

Tidak ada waktu lagi, ini adalah minggu terakhir nya di  Bandung, ia harus bicara lagi dengan Sean.

Setelah meyakinkan dirinya, Sanggana mengetuk pintu ruangan Sean.

"Masuk" Seru Sean, terlihat Sean sedang sibuk dengan pekerjaannya, selalu.

"Permisi"

Suara Sanggana berhasil mengalihkan fokusnya, Sean menatap acuh dan masih bersikap dingin lalu kembali berpusat pada layar laptopnya.

"Ada apa?"

"Bisa bicara sebentar?" Pinta Sanggana dengan hati-hati.

"Kalo ini urusan pribadi jangan sekarang, saya gak ada waktu." Tolak Sean tanpa melihat ke arah Sanggana.

Sudah bisa di tebak, Sean pasti menolak berbicara dengannya.

"Aku janji gak lama, aku harus bicara sekarang sama kamu" Sanggana.

Sean meliriknya tajam.

"Kamu gak lihat saya sibuk? Keluar!"

Sanggana cukup tersentak dengan nada tinggi yang Sean keluarkan.

Okey, gak apa-apa.

"Aku mohon, sebentar aja. Aku janji gak akan ganggu kamu setelah ini." Sanggana masih berusaha agar Sean mau mendengarkannya.

Sean menghela nafas.

"Kenapa?" Tanya Sean memecahkan keheningan.

Sanggana menyodorkan ponsel lamanya, membuat Sean mengernyitkan dahi.

"Apa ini?" Sean mengambil ponsel Sanggana dan melihatnya.

Sean membulatkan matanya, ini semua pesan-pesan bernada provokatif yang sangat memancing emosi, belum lagi kiriman video dan voice note yang tidak layak di dengar.

"Maaf aku harus bahas masalalu kita." Gumamnya.

"Itu semua gak ada yang aku rekayasa sama sekali, saat itu aku marah karna gak ada satupun notifikasi dari kamu. Terus aku liat ibu pulang dengan beberapa kiss mark katanya kalian ketemu di GV hotel, setelah itu ibu kirim semua yang tadi kamu liat. Apa kamu kira aku bisa berpikir jernih? Kalo kamu di posisi aku apa yang kamu lakuin? Kalo tau katanya aku abis maen di hotel sama cowok." Jelas Sanggana yang tak menatap Sean sama sekali.

GANA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang