"Berpisah kita sakit, namun bertahan kita lebih terluka"
-Fiersa Besari-•••••
Gara berjalan cepat dengan wajah memerah penuh amarah. Sudahlah benar ucap teman-temannya, Gara hanya membuang waktu di sini.
"Gara tunggu.." Seru Sanggana menarik sweater yang di gunakannya dengan terengah-engah. "Maafin hh.. Maafin aku, Aku mohon jangan pergi dulu, dengerin aku."
Ia mulai malas menatap mata sendu itu.
"Gara aku gak bermaksud." Sanggana dengan suara paraunya menatap Gara dengan gelisah.
"Mau kamu itu apa? Aku perjuangin kamu, kamu pilih Sean. Aku tunggu kamu, kamu lagi-lagi pergi sama Sean. Aku mau lepasin kamu, kamu bilang cinta sama aku. Aku kejar kamu lagi, kamu takut sama Sean. SEKARANG AKU MAU TINGGALIN KAMU KAMU TAHAN AKU! MAU KAMU APA SANGGANA?!" Sentak Gara.
Kenapa sulit untuk Sanggana sadar jika hatinya terluka berputar seperti ini di sekitarnya. Nafas Gara ikut terengah mengikuti aliran emosi yang menjalar dari hatinya, di sekanya dengan kasar airmata yang penuh ketulusan itu dari pipinya.
"Cuma ada Sean di kepala kamu, terus buat apa aku di sini? Kamu mau nikahkan sama dia? Iya kan? Yaudah silakan. Silakan bahagia sama pilihan kamu, aku gak akan pernah ganggu kamu lagi."
Sanggana merasakan sesak di hatinya, semua yang terucap dari mulut Gara tak sepenuhnya salah. Memang benar, di sini Sanggana lah yang salah. Ia yang plinplan dan tak tegas pada hatinya sendiri. Selalu ada alasan untuk tak merelakan salah satunya pergi.
Hatinya terlalu serakah, ia bahkan tak bisa berkata-kata saat ini.
Sungguh Sanggana merasakan penyesalan, ia menyesal. Keegoisan membawanya pada jurang yang memberi luka bagi setiap yang mendekatinya.
Sanggana menggenggam lengan Gara dengan kedua tangannya dan menangis. Airmatanya jatuh, meminta maaf atas luka yang sudah ia goreskan padanya.
Sayang sekali untuk saat ini ia sudah sangat lelah dengan Sanggana. Gara menarik perlahan lengannya dan berusaha tak mempedulikan gadis kesayangan Gara itu.
Hup!
Dengan berurai Sanggana menangis memeluk Gara. Lagi-lagi Gara mendengar kata maaf keluar dari bibir manis Sanggana. Namun apa boleh buat? Meskipun Sanggana menguasai seluruh sudut hatinya, Gara tetap manusia biasa. Ia tetap merasakan luka dan sakit hati tak tertahan.
Untuk saat ini, ia tak yakin apakah hatinya akan baik-baik saja mendengar kata maaf dari Sanggana. Cinta tetaplah cinta, namun lukanya bukan magic yang bisa hilang dengan sekali jentikan jari.
Pria ini sadar, saat ini ia melawan hatinya sendiri. Dirinya memang tak bisa merelakan Sanggana, dia tak menginginkan perpisahan ini. namun bertahanpun lelah, pada hati yang tak jelas kepada siapa berlabuh.
Gara membalas enggan pelukan itu, ia hanya mengelus lembut rambut Sanggana lalu melepasnya.
"Udah ya.." Ujarnya lembut.
Dengan langkah berat, Gara pergi menjauh memasuki Gate.
Sanggana meluruh di kursi yang berada di dekatnya, ia menutupi wajahnya dan menangis sejadi-jadinya. Kini keduanya baik Sean maupun Gara meninggalkan Sanggana. Meskipun ada Sean yang berjanji kembali tetap saja menyakitkan untuknya.
Semua karena Sanggana yang tak bisa melepas hatinya. Di detik terakhir ini dapatkah Sanggana memutar waktu dan menegaskan hatinya kini lebih berat kepada Gara?
KAMU SEDANG MEMBACA
GANA [END]
Ficção Adolescente[Sedang Revisi] katanya, jangan mencintai seseorang yang belum selesai dengan masalalunya. jika pun kita berhasil memilikinya, kita mungkin hanya menjadi bayang-bayang dalam hidupnya. Sanggana Ayu Legian mencoba melarikan diri dari rasa sakit hati...